Baleg Dikecam Karena Pertahankan Iklan Rokok

Jakarta-Detakpos Komnas Pengendalian Tembakau mengecam Baleg DPR yang merekomendasikan ketentuan larangan iklan rokok dihilangkan dan sebaliknya, tetap memperbolehkan iklan rokok dengan cukup membatasi jam siaran. “Kami menilai, rekomendasi Baleg tersebut lebih didasari oleh kepentingan industri, dengan mengabaikan visi perlindungan anak dan remaja yang harus dijaga,” ujar Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Usulan Baleg tersebut sama dengan yang diajukan oleh Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) yang diungkapkan secara terang-terangan dalam siaran pers mereka pada 4 Mei 2017 lalu.

Muhamad Joni, Anggota Dewan Pengurus Bidang Hukum Komnas Pengendalian Tembakau menyampaikan, “Harus dipertanyakan, mengapa Baleg selalu merekomendasikan hal yang sama , yakni tetap ingin iklan rokok tetap ada. Pada proses penyusunan revisi UU Penyiaran pada DPR periode lalu, preseden yang sama terjadi.

Draf DPR menetapkan larangan iklan rokok, sementara diubah dalam proses di Baleg menjadi iklan rokok tetap dibolehkan. ” Kami mempertanyakan, apa motivasi dan kepentingan anggota Baleg dalam hal ini?”

Menurutnya, dalam hal pemenuhan hak kesehatan sebagai hak azazi manusia, seharusnya dilakukan dengan dua syarat, progresively dan upaya full achievement. “Karena itu, larangan iklan rokok justru untuk memastikan hak konstitusi rakyat atas kesehatan dan pemenuhan HAM yang merupakan tanggung jawab negara, termasuk legislatif dan terutama Pemerintah,” tambahnya

.Kampanye atau pemasaran produk rokok dalam iklan-iklan yang masih menyasar anak-anak dan remaja, berdampak pada peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja secara signifikan, bahkan peningkatannya melebihi angka perokok dewasa. Perokok anak dan remaja saat ini adalah pelanggan jangka panjang produk rokok. Untuk itu, tayangan iklan, sponsor, dan promosi rokok dalam bentuk apapun harus dilarang total di mana pun, termasuk di media-media penyiaran.

Masyarakat, termasuk anak-anak, sangat mudah terpapar iklan rokok di media penyiaran, terutama televisi, meskipun ada pembatasan jam tayang. Pada tahun 2007, 97% anak mengaku melihat iklan rokok di televisi (studi UHAMKA dan Komnas Perlindungan Anak) dan 90% anak usia 13 – 15 tahun di tahun 2009 (Global Youth Tobacco Survey).

Karena itu, Komnas Pengendalian Tembakau meminta Komisi I DPR-RI untuk tidak menerima rekomendasi Baleg yang menginginkan dihapuskannya ketentuan larangan iklan rokok tersebut. ” Jika menerima, maka Komisi I DPR-RI bersama-sama Baleg dan industri penyiaran jelas tidak peduli pada perlindungan anak dan remaja, memilih untuk Indonesia tetap tertinggal dari banyak negara yang telah mentas dari bombardir iklan rokok dan justru membiarkan kaum muda terbujuk untuk menjadi sasaran iklan dan promosi rokok, sebuah produk yang merusak dan mengancam masa depan Indonesia.

Sikap Komisi I untuk menolak rekomendasi tersebut akan sejalan dengan sikap Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), yang telah membuat draft RUU Penyiaran versi publik dan menyampaikannya ke Komisi I dan Baleg DPR-RI.

“Kami telah mengusulkan untuk memuat larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di media penyiaran dalam segala bentuk. Sikap ATVSI dan kini Baleg yang ingin mempertahankan keberadaan iklan rokok mencederai visi perlindungan publik, yang sesungguhnya harus diusung oleh media penyiaran, ” jelas Muhamad Heychael, Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP).(d2detakpos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *