DPR Dukung Presiden Cabut  Relaksasi UMKM

SoloDetakpos-Ketua DPR Bambang Soesatyo mengapresiasi ketegasan Presiden yang langsung mencabut ketentuan relaksasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang mengancam sektor UMKM.

“Kita patut memberikan acungan jempol kepada Presiden yang telah menunjukan keberpihakannya kepada sektor UMKM,” ujar Bamsoet, sapaan akrabnya, saat penutupan Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Solo, Jawa Tengah, Rabu, kemarin.

Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, menegaskan salah satu cara mendorong tercipta pembangunan ekonomi yang berkeadilan adalah dengan memperkuat UMKM serta mendorong ekspor nasional dan mendorong pembangunan industri yang berdaya saing.

Meningkatnya ekspor dari sektor UMKM akan menjadikan neraca perdagangan Indonesia surplus dan dalam waktu bersamaan akan memperkuat cadangan devisa negara.

“Pemerintah harus bisa mendorong UMKM berorientasi ekspor dan menjadikan ekspor lebih atraktif, sehingga pelaku industri tertarik memasarkan produknya di luar negeri. Pemerintah bisa memberikan insentif yang menarik kepada para pelaku industri untuk meningkatkan ekspor,” ujar Bamsoet dilansir laman parlemen.

Penutupan Rapimnas KADIN Indonesia ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Hadir pula antara lain Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Akbar Tandjung, Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan P Roeslani, serta Ketua KADIN Indonesia Provinsi se-Indonesia.

Legislator Partai Golkar ini menuturkan, salah satu insentif yang bisa diberikan adalah insentif fiskal. Insentif ini berupa pemotongan atau penghilangan pajak untuk produk barang dan jasa yang diekspor.

 “Sesuai rekomendasi Rapimnas KADIN Indonesia, diharapkan dengan pemberian insentif fiskal maka ekspor menjadi lebih menarik bagi para pelaku industri. Sehingga, memacu mereka menghasilkan produk unggulan agar bisa bersaing di pasar dunia,” kata Bamsoet.

Tak hanya itu,  insentif berupa pemotongan bea masuk untuk produk yang sifatnya bahan baku, bahan penolong atau mesin-mesin untuk mendukung industri yang berorientasi ekspor perlu pula dilakukan. Insentif ini akan menarik minat pelaku industri yang awalnya berorientasi pasar dalam negeri menjadi pelaku industri yang berorientasi ekspor.

“Masih tingginya bea masuk untuk barang-barang impor yang menjadi bahan baku dan bahan penolong industri, mengakibatkan biaya produksi dalam negeri meningkat. Ini membuat produk-produk yang berasal dari Indonesia menjadi lebih mahal dan sukar bersaing dengan produk negara lain,” urai Bamsoet.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *