Holdingisasi Untuk Menata BUMN yang Carut – Marut

JakartaDetakpos– Presiden Joko Widodo mendapat tinggalan masalah carut -marut pengelolaan BUMN. Kini  dia sedang melakukan penataan ulang dengan strategi  holdingisasi BUMN.

” Agar tidak amburadul dan bisa diketahui dengan tepat berapa total aset yang dimiliki dan utang BUMN pada pihak pihak luar,” ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP)  Bersatu, Arief Poyuono di Jakarta, Sabtu (10/6).

Hal itu diungkapkan wakil ketua umum DPP Gerindra ini menanggapi pernyataan ekonom Faisal Basri bahwa pengelolaan BUMN amburadul. 

Menurut Faisal,  banyak yang telah menyimpang dan tidak sesuai dengan tujuan UUD. Salah satu contoh adalah banyaknya anak dan cucu perusahaan BUMN sehingga membuat perusahaan tidak fokus.

Faisal mengatakan, BUMN saat ini diperlakukan dengan sangat luar biasa. Mereka bisa memonopoli rakyat. Contoh kalau Anda masuk tol mau bayar pakai GTO harus pakai bank negara, ini kan hak warga dan diskriminasi negara.

Terkait kartu e-tol yang di kelola oleh Bank BUMN untuk digunakan di ruas ruas Jalan tol yang dikelola oleh BUMN juga  sudah benar dan bukan melakukan pemaksaan. 

” Ini justru contoh menjadikan BUMN sebagai alat untuk memciptakan state capitalism bukan private capitalism yang dikuasai oleh asing dan konglomerat seperti mashab ekonomi yang dianut oleh Faisal Basri.

Pemerintah Joko Widodo melalui strateginya dalam pengelolaan BUMN justru sedang menerapkan politik Trisakti pada pengelolaan BUMN agar lebih bisa berdaulat.

” Dalam politik ekonomi dan mandiri dalam pengelolaan dan memiliki kepribadian budaya pengelolahan BUMN yang sesuai ideologi Pancasila dan UUD 1945 yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat,” tegas dia.

Tidak bisa dipungkiri di saat keadaan ekonomi global kurang baik dan seretnya investasi justru Pemerintah Joko Widodo bisa secara efektif mengunakan BUMN sebagai mesin pertumbuhan ekonomi yang memberikan dampak positif terbukanya lapangan kerja baru melalui pembangunan infrastruktur yang banyak di lakukan oleh BUMN serta penataan ketahanan pangan yang ditopang oleh kinerja BUMN pangan yang makin jelas dan tepat. 

Sementara sektor swasta tidak banyak berpartisipasi dalam mengerakkan pertumbuhan ekonomi. ” Swasta banyak tumbuh besar karena faktor fasilitas kebijakan dari pejabat negara yang korup dan nepotism,” tegas Arief. 

Jadi tidak benar tudingan kalau pengelolaan BUMN saat ini amburadul. ” Justru pengelolaan BUMN sudah on the track untuk bisa menciptakan sistim state capitalism seperti yang dianut banyak negara yang menjadikan BUMN mesin perekonomian untuk mengelola sektor-sektor yang vital,ungkap Arief.(d2/detakpos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *