Indonesia Perlu Jadi Leader Industri Halal dunia (Bagian 2 Habis).

Opini Oleh:  H Ikhsan Abdullah SH, MH

DEMIKIAN pula industri farmasi dan obat-obatan agar segera menyesuaikan Undang-Undang Jaminan Produk Hakal (UU JPH),  dengan memaksimalkan riset untuk menemukan dan mengganti bahan-bahan yang non halal dalam memproduksi obat-obatan.

Saat ini dengan riset yang kuat dan  kecanggihan teknologi dan rekayasa tehnologi bahan sejenis yang tidak halal telah berhasil ditemukan bahan pengganti yang setara (substitusi) bahan yang telah dijamin kehalalannya.

Contoh dalam kasus penggunaan enzim yang dipakai untuk vaksin meningitis. Saat ini industri Vaksin China sudah berhasil menemukan bahan enzim pengganti dari enzim babi yang selama ini digunakan untuk memproduksi vaksin tersebut, sehingga umat Islam yang akan melakukan ibadah Umrah maupun haji dapat memilih vaksin meningitis yang telah bersertifikasi halal.

Ini juga tantangan besar bagi Biofarma sebagai Industri Vaksin terbesar di dunia yang harus segera menemukan Vaksin MR yang halal. Dengan begitu Negara tidak perlu membelanjakan triliunan rupiah untuk pengadaan Vaksin MR yang saat ini harus dibeli dari India yang digunakan sekalipun belum bersertifikasi halal.  Ini jelas sebuah contoh yang tidak baik dalam law inforcemen dan Good Gouvernance.

Seharusnya pemerintah menjadi tauladan dalam melaksanakan UU bukan sebaliknya memberi contoh tidak patuh kepada undang-undang.

Pasar kita yang sangat besar dan potensial dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa adalah  pasar yang luar biasa besar ini berbahaya apabila hanya dijadikan pasar negara-negara asing. Indonesia harus menjadi leader dalam Industri halal dunia.

Perlu pula diingat bahwa sekitar 250 juta penduduk Indonesia, sebanyak 87% beragama Islam yang sangat memerlukan jaminan kepastian produk halal. Bagi negara-negara seperti Brunei, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, Korea Selatan, China mereka telah siap memasuki pasar domestik Indonesia  di berbagai sektor manufaktur maupun jasa.

Kesiapan sejumlah negara tersebut didukung dengan pasar bebas ASEAN. Seperti strategi Korea Selatan,  China dan Taiwan yang telah menyiapkan pembangunan infrastruktur fisik, infrastruktur teknologi, kekuatan human capital dan dukungan infrastruktur untuk usaha kecil. Serta Subsidi negara untuk smal medium Interprice untuk mendapatkan sertifikasi Halal.

Peran negara dengan dibentuknyaBadan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BP JPH) perlu hadir dan kerja sama dengan MUI wajib segera tuntas dalam penyusunan Peraturan Pemerintah  (PP) UU JPH sesuai kewenangan yang diberikan undang-undang agar implementasi UU JPH berjalalan dengan baik dan dapat memberikan arti penting bagi dunia usaha dan Industri dalam negeri.

Di Indonesia produk halal masih merupakan barang langka karena kurangnya kesadaran/ awareness pelaku usaha dan masyarakat. Inilah tantangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal untuk membangun kesadaran kolektif dengan menciptakan sistem yang sangat memudahkan dunia usaha dan industri melakukan sertifikasi halal.

Hal lain yang sangat penting adalah kehadiran BPJPH dapat membantu pelaku usaha dalam hal sertifikasi halal. Mestinya peran negara hadir dalam membantu pelaku usaha terutama usaha kecil menengah (UKM). Karena tanpa peran negara UKM yang sangat lemah dalam permodalan dan teknis mereka akan menjadi tumbal dari berlakunya undang-undang.

Negara harus serius melaksanakan kewajibanya sesuai amanat konstitusi Pasal 29 UUD 45,  yakni menjamin warga negara melaksanakan kewajiban agama masing-nasing.Dalam pandangan Islam makan itu meruakan ibadah, karena produk yang halal bukan hanya sehat, akan tetapi sekaligus health, hygiene, dan wholesome (berkah).

(*)Direktur Eksekutif Halal Watch dan Kandidat Doktoral Universitas Jember

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *