Industri Halal Indonesia Tertinggal oleh Negara-Negara Lain

JakartaDetakpos-Indonesia Halal Watch (IHW) mencatat industri halal Indonesia berjalan ditempat, jauh tertinggal dari negara-negara lain. Pelaku usaha Indonesia belum menganggap industri halal sebagai peluang bisnis  penting.

”Padahal kenyataannya sekarang, industri halal sedang menjadi trend global di dunia,”ungkap Direktur Eksekutif IHW H Ikhsan Abdullah, Kamis (28/12), dalam catatan refleksi akhir tahun 2017.

Diprediksi pasar Indonesia pada tahun 2018 akan dibanjiri oleh produk-produk asing yang telah berlabel halal. Baik yang mendapatkan sertifikat halal dari negara asal maupun yang di endorse oleh lembaga otoritas halal di Indonesia, yaitu LPPOM MUI.

Hal ini disebabkan karena kurangnya kepedulian dari pelaku usaha terhadap produk halal serta kurangnya orientasi usaha untuk merebut pasar halal dunia.Menurut Ikhsan, tepat empat tahun sudah Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) di undangkan.

Tetapi  sampai saat ini belum dirasakan kehadirannya oleh masyarakat, serta belum memiliki pengaruh signifikan terhadap tumbuhnya dunia industri dan percepatan industri halal.

Sejak diundangkan UU JPH pada 17 Oktober 2014, diharapkan dapat menjadi payung provisions dari semua regulasi halal. Tapi realitanya sangat jauh dari yangdiharapkan.

Dikatakan, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah diresmikan pada 10 Oktober 2017, namun BPJPH belum berfungsi sebagamana mestinya yang dimandatkan UUJPH. BPJPH menghadapi tantangan berat dalam menjalankan tugas sebagaimana layaknya sebuah lembaga baru yang memerlukan waktu untuk menata organisasi dan konsolidasi.

”Hingga saat ini BPJPH belum siap untuk menerima dan melayani permohonan sertifikasi halal,”ujar Ikhsan.”Belum ada satupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) lahir dan mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI, di mana syarat terbentuknya LPH harus terlebih dahulu memiliki auditor halal yang disertifikasi oleh MUI, sesuai dengan UU JPH Pasal 14 ayat (2) huruf f.

Namun pada kenyataannya BPJPH dan MUI belum merumuskan standar sertifikasi auditor halal dan standar akreditasi LPH.” Inilah yang melahirkan kegamangan bagi Industri dan UKM akan mengajukan sertifikasi halal atas produknya. Permohonan diajukan ke LPPOM MUI ataukah ke BPJPH,”tutur kandidat doktor ilmu hukum Unej Jember itu.

”Sementara sertifikat halal yang sedang atau sudah jatuh tempo perpanjangan dan mandatory sertifikasi semakin dekat,”tegas wakil ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI pusat.

Persiapan memasuki masa wajib sertifikasi ditandai dengan labelisasi sertifikat halal dan informasi produk tidak halal dimulai Oktober 2019. ”Maka sosialisasi dan edukasi terhadap UU JPH harus benar-benar sampai kepada dunia usaha dan masyarakat,”ungkap dia.(d2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *