Jakarta–Detakpos-Penandatanganan Pokok-Pokok Perjanjian Divestasi Saham PT Freeport Indonesia (PTFI), menjadi momentum menandai tuntasnya rangkaian perundingan antara Pemerintah dengan PTFI, terkait keberlangsungan kegiatan operasinya di Indonesia.
Hadir pada kesempatan tersebut Menteri Keuangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Direktur Utama Inalum dan PTFI.
Penandatanganan ini diklaim menjadi langkah strategis Pemerintah untuk mencapai kepemilikian mayoritas perusahaan pertambangan yang mengelola sumber daya alam oleh Peserta Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Mineral dan Batubara.
Pemerintah telah menunjuk PT Inalum (Persero) untuk melaksanakan pembelian saham PTFI melalui Perseroan Khusus selaku pemegang saham mayoritas yang akan mendukung terhadap hal-hal yang bersifat strategis nasional.
Namun pernyataan pemerintah dinilai Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono, masih sebatas klaim berhasil melakukan akuisisi saham Freeport sebanyak 51 persen
“Belum berhasil ko, saham Freeport diakuisisi oleh Holding BUMN Pertambangan PT Inalum baru tahap kesepakatan. Baru tahap MoU belum masuk ke tahap MoA,”ujar Arief di Jakarta, Jumat (13/7).
Sebelumnya, ada beberapa poin utama perundingan telah tuntas disepakati dan akan menjadi milestone pengembangan PTFI ke depan. Poin tersebut salah satunya adalah: divestasi saham sebesar 51% untuk kepemilikan peserta Indonesia, sesuai Kontrak Karya dan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Kemudian, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima) tahun, stabilitas penerimaan negara, sesuai Pasal 169 dalam UU Minerba, peralihan Kontrak Karya PTFI menjadi IUPK akan memberikan penerimaan negara yang secara agregat lebih besar daripada penerimaan negara melalui Kontrak Karya.
Terakhir, perpanjangan Operasi Produksi 2 x 10 tahun, sesuai ketentuan perundang-undangan. Setelah PTFI menyepakati empat poin di atas, maka PTFI akan mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2 x 10 tahun hingga tahun 2041.
Menurur Arief, jadi masih jauh saham Freeport diakuisisi, kapan pun dalam dunia bisnis kalau masih tahap MoU 51% saham Freeport belum jadi saham RI atau saham dwiwarna.
Sebab semua kesepakatan yang ada di MoU harus disepakati dulu oleh kedua belah pihak.”Itupun kalau MoU divestasi saham Freeport sudah diteken, nah ini MoU -nya belum diteken kok sudah klaim berhasil mengakusisi saham Freeport 51 persen,”tutur Ketua Umum DPP FSP BUMN Bersatu itu.
Biasanya, lanjut Arief, dalam MoU akusisi saham sebelum masuk Memorendum of Agreement (MoA) antar kedua belah pihak semua klausul yang disepakati harus dipenuhi kedua belah pihak.
Misalnya soal pajak divestasi saham Freeport, menururnya, siapa yang akan menanggung nanti. Juga skema pembayaran saham Freeport dilakukan dengan mengunakan instrument keuangan darimana.
“Nah terus apa benar Holding BUMN Pertambangan punya dana untuk mengakusisi saham Freeport ,lalu kalau pakai pendanaan pinjaman bank dari luar negeri dan dalam negeri apa saat ini perbankan dalam negeri mau ngucurin dana ke sektor pertambangan yang lagi sunside time.
Terus kalau pinjam keluar apa portfolio Holding BUMN Pertambangan untuk ambil alih saham Freeport bisa dipercaya Kalau mau lewat cara jual Obligasi negara misalnya SUN atau Obligasi Holding BUMN Pertambangan,
”Apa iya obligasinya laku tinggi dan bunga obligasi lebih rendah dari dividen 51 persen saham Freeport ,Dan apalagi saat ini Obligasi Pemerintah RI sudah masuk standard Surat berharga katagori sampah. (*/d2)