Jakarta, Detakpos– Direktur Eksekutive Indonesia Development Monitoring (IDM), Fahmi Hafel menyoroti kerugian memberikan subsidi kepada 11 Industri biodiesel dari dana perkebunan yang dipungut dari hasil pungutan ekspor CPO.
” Ini sudah berjalan hampir dua tahun jumlahnya puluhan triliun rupiah tanpa dikontrol yang berpotensi adanya produksi biodiesel bodong,” tandas dia dalam rilis Sabtu (27/5).
Fermi Hafel, menyatakan tidak ada bedanya dana pungungutan CPO yang diberikan untuk insentif produksi industri beofeul dengan dana talangan BLBI yang diberikan kepada para bankir “perampok” dana pemerintah beberapa tahun lalu.
” Kesamaannya, sama-sama menguras uang negara yang susah payah dikumpulkan dan modusnya sama tipu muslihat oleh 11 industri biodiesel berbahan baku CPO yang juga pemilik pabrik Kelapa sawit dan perkebunan sawit paling luas di Indonesia,” tandasnya.
Presiden Joko Widodo seharusnya diberikan masukan yang benar terkait Industri biodiesel yang banyak meyedot duit negara di era SBY.Nah ini akibatnyapihak yang dirugikan dari penerapan PE adalah produsen kelapa sawit dan CPO nasional, pembeli (importir) CPO dan produk turunannya di luar negeri, penyedia jasa di pelabuhan dan pemasok input perkebunan kelapa sawit serta negara.
PE akan menekan harga di pasar dalam negeri sehingga menimbulkan disinsentif berproduksi bagi produsen CPO dan produk turunannya. Hal ini dapat berwujud pengurangan penggunaan input sehingga pemasok input juga mengalami imbas kerugian produsen. Khusus untuk kasus CPO, pengusaha penghasil CPO akan menekan harga tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan petani.
“Jadi secara implisit, TBS juga terkena pungutan ekspor, meskipun petani tidak mengekspor. Selanjutnya, penurunan produksi CPO dan produk turunannya menyebabkan ekspor CPO dan produk turunannya turun.”
Penurunan ekspor ini mengakibatkan kebutuhan importir di luar negeri tidak terpenuhi. Bahkan, apabila penerapan PE oleh Indonesia ini menimbulkan guncangan harga di pasar internasional, maka importir akan membeli CPO dan produk turunannya dengan harga lebih tinggi dari pada tanpa PE. Penurunan volume ekspor ini juga berarti merugikan pelaku bisnis di pelabuhan dan negara juga kehilangan devisa.(d2/detakpos).