Jakarta–Detakposcom-Gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan salah satu advokat terhadap kewenangan jaksa melakukan penyidikan kasus korupsi harus ditolak.
Gugatan diajukan di Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ke Mahkamah Konstitusi (RI).
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono menuding itu sebuah manuver hukum yang salah dan mengada ada saja. Sebab tidak ada hak konstitusi dari pengacara M. Yasin Djamaludin yang dilanggar atau hilang sebagai kuasa hukum tersangka Johannes Rettob, S.Sos., M.M., dan Silvi Herawaty ini dilakukan karena kedua kliennya diduga telah menjadi korban kesewenangan-wenangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua berkaitan dengan keberadaan dua pasal tersebut.
Untuk diketahui, perkara tersebut bermula saat Johannes Rettob, S.Sos., M.M dan Silvi Herawaty ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 25 Januari 2023 atas dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam pengadaan pesawat terbang di Kabupaten Mimika.
Pada prosesnya, penetapan status tersangka tersebut dinilai tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, sehingga M. Yasin selaku kuasa hukum langsung mengajukan Praperadilan untuk menguji prosedur penetapan tersangka telah sesuai atau tidak.
Menariknya, menurut Arief,
setelah mengetahui adanya rencana Praperadilan tersebut dan meskipun proses penyidikan belum selesai yaitu belum adanya pemeriksaan saksi dan ahli meringankan, penyidik Kejati Papua langsung melimpahkan berkas perkara ke Penuntut Umum dan selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan.
Menurut Arief, jika ada prosedur yang dirasakan menyalahi peraturan dan UU dalam proses penyidikan oleh Jaksa dalam kasus kliennya, Negara sudah membuka jalan bagi warga negara Indonesia untuk membuat laporan keberatan ke Lembaga Ombudsman, Komisi Kejaksaan atau bila perlu ke Komnas HAM bila perlu, karena bisa masuk kategori adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap kliennya
“Nah melakukan gugatan ke MK itu salah kamar dan patut diduga ini bagian dari Corruptor Fight Back terhadap institusi kejaksaan yang paling getol menangkapi para koruptor saat ini,”jelas Arief dalam rilis yang diterima, Rabu (17/5/2023).
Karena itu, lanjutnya, MK harus menolak uji materi Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ke Mahkamah Konstitusi (RI).yang mana dilihat dari kasus awalnya tidak masuk ranah konstitusi, tapi lebih pada penilaian kinerja dari Kejaksaan yang memang saat ini dirasakan jadi momok yang menyeramkan bagi para koruptor baik di BUMN maupun di instansi pemerintah .(*)
Editor: AAdib