Hilirisasi Petrokimia Gresik Untuk Peningkatan Investasi

GresikDetakpos.com-Salah satu program prioritas Kementerian BUMN di satu tahun kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir adalah peningkatan investasi. Petrokimia Gresik, perusahaan Solusi Agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia mendukung program prioritas kerja tersebut dengan memperkuat hilirisasi produk.

“Program prioritas Bapak Erick Thohir ini selaras dengan program transformasi bisnis yang telah dijalankan Petrokimia Gresik sejak tahun 2019, di mana Petrokimia Gresik telah menetapkan strategi efektif untuk memastikan perusahaan tetap tumbuh sekaligus menjadi upaya peningkatan investasi,”kata Direktur Utama Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo, Senin (2/11).

Realignment sasaran besar Petrokimia Gresik yang dimaksud memperkuat industri hilir dan sekaligus menjadi masa depan baru bagi perusahaan. Yakni dengan mengoptimalkan pemanfaatan produk samping menjadi produk baru yang memiliki added value untuk mendukung industri lain.

Melalui strategi ini, Petrokimia Gresik selain melaksanakan tugas pokok sebagai penopang ketahanan pangan nasional, juga diharapkan dapat berkontribusi memperkuat industri kimia nasional.

Disampaikan Dwi Satriyo, ada tiga strategi pertumbuhan bagi Petrokimia Gresik. Pertama, peningkatan kapasitas. Pada tahun 2021 Petrokimia Gresik membangun pabrik Aluminium Fluorida (AlF3). Dengan adanya pabrik baru ini, kapasitas produksi AlF3 akan meningkat dua kali lipat menjadi 25.000 MT per tahun.

Produk aluminium khususnya pada segmen transportasi terus meningkat setiap tahunnya. Nah, kebutuhan AlF3 yang merupakan bahan penolong peleburan juga menjadi meningkat,” ujar Dwi Satriyo.

Saat ini, Petrokimia Gresik memiliki kapasitas produksi AlF3 sebesar 12.600 ton per tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun ini, sekitar 5.000 ton diantaranya dijual kepada PT Inalum (Indonesia Asahan Aluminium) sebagai bahan penolong peleburan aluminium.

Selain dalam negeri, kebutuhan AlF3 di pasar global juga sangat besar. Petrokimia Gresik selama ini mengekspor ke negara-negara yang masih defisit seperti Amerika, Eropa, India, Middle East, dan Afrika. Apalagi, AlF3 produk Petrokimia Gresik memiliki harga jual produk yang kompetitif dibandingkan dengan pasar global, bahkan margin profit bisa mencapai 25 persen apabila menggunakan bahan baku limbah dari Pabrik Asam Sulfat.

Sedangkan keuntungan lain pembangunan pabrik AlF3 bagi Petrokimia Gresik adalah mengurangi limbah H2SiF6 yang merupakan hasil samping (by product) dari Pabrik Asam Sulfat. Apabila perusahaan tidak memproduksi AlF3 maka akan menghabiskan biaya sekitar Rp 40 miliar per tahun untuk mengelola limbahnya. Sedangkan dengan adanya pabrik baru AlF3 ini perusahaan bisa meningkatkan revenue sebesar Rp 245 miliar per tahun.

Kedua, Petrokimia Gresik akan bertransformasi dari Single Industry Firm menjadi Related Diversified Industry. Strategi ini tentu dilakukan dengan meneruskan hilirisasi produk.

“Kita akan pilih produk hilir berbasis gas alam, fosfat dan sulfur yang mempunyai nilai tambah yang besar,” ujar Dwi Satriyo.

Tahun 2020 Petrokimia Gresik telah berhasil memproduksi produk baru, Methyl Ester Sulfonate (MES). MES Petrokimia Gresik ini dikembangkan bersama dengan Surfactant

Bioenergy Research Centre Institut Pertanian Bogor (SBRC IPB). MES adalah bio-degradable surfactant yang dapat digunakan di sektor minyak dan gas (migas) untuk meningkatkan produksi lapangan minyak tua melalui teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery).

“Ini merupakan terobosan penting dan diharapkan bagi pelaku industri sektor migas di Indonesia,” tandasnya.

MES diproduksi di Pabrik III dengan memanfaatkan gas SO3 yang biasa digunakan untuk memproduksi asam sulfat. Produksi MES ini akan meningkatkan profitabilitas Pabrik III, karena harga MES bisa mencapai 200 kali lipat lebih mahal dibandingkan harga asam sulfat.

Ketiga adalah pengembangan produk baru melalui pembangunan proyek baru. Proyek pembangunan pabrik baru harus bisa memperkuat posisi Petrokimia Gresik sebagai perusahaan berbasis Related Diversified Industry.

“Untuk itu pembangunan pabrik baru akan difokuskan pada hilirisasi produk,” tandas Dwi Satriyo.

Dalam kerangka itu, Petrokimia Gresik segera membangun Pabrik Soda Ash dengan kapasitas 300 ribu ton. Pabrik Soda Ash ini, ungkap Dwi Satriyo, bakal menjadi yang pertama di Indonesia, dan akan menjadi penopang penting dalam mendukung tumbuh kembangnya industri kaca dan deterjen dalam negeri.

Pabrik ini nanti juga mampu mengurangi dampak dari CO2 yang merupakan hasil samping dari Pabrik Amoniak sebesar 174 ribu ton,” ungkapnya.

Bagi Petrokimia Gresik, Soda Ash mampu menyumbangkan revenue 87 juta USD tiap tahunnya. Selain itu, produk samping berupa Alumunium Klorida (NH4CL) dapat digunakan sebagai bahan baku NPK, sehingga kebutuhan ZA untuk bahan baku dapat berkurang sebesar 364 ribu ton setiap tahunnya.

“Dan untuk itu kita tidak akan perlu lagi mengimpor ZA,” kata Dwi Satriyo.

Sedangkan bahan baku yang dibutuhkan adalah garam, Petrokimia Gresik dapat bersinergi bersama PT Garam (Persero) dengan jumlah kebutuhan mencapai 100.000 MTPY, dan hal ini juga telah mendapat dukungan dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa guna peningkatan taraf hidup petani garam.

“Melalui program hilirisasi ini diharapkan Petrokimia Gresik akan semakin mampu melaksanakan tugas pokok sebagai penopang ketahanan pangan nasional, dan di saat yang sama dapat memperkuat industri nasional sebagai penggerak ekonomi nasional,” tutup Dwi Satriyo.(d/6).

Editor: AAdib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *