Presiden Angkat Indonesia Sejajar dengan Inggris dan Jerman

JakartaDetakpos-Kebijakan pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang oleh Amerika Serikat atau yang dinamakan Program generalized system of preference (GSP).

Program ini telah berlangsung sejak 1976, tetapi sempat dihentikan pada 2013 dan kembali diberlakukan pada Juni 2015.

Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Arief Poyuono mengapresiasi, pada tahun 2020 ini Indonesia dikeluarkan dari penerima fasilitas GSP karena keberhasilan Joko Widodo dalam mengangkat Indonesia dari status negara berkembang menjadi negara maju.

Pencabutan fasilitas GSP akan banyak membawa dampak yang lebih baik terhadap perekonomian Indonesia, terutama akan membanjirnya investasi asing ke negeri ini.

“Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sudah menjadi negara maju yang berpenduduk dengan jumlah yang besar di Asia Tenggara serta memiliki tingkat komsumsi masyarakat yang tinggi,”tutur Arief, Rabu (26/2).

Presiden sudah mengangkat nama bangsa Indonesia menjadi sejajar dengan bangsa bangsa dari negara maju seperti Jerman, Inggris, Singapura dan lain lain.

Diakui, tidak berapa lama lagi akibat ketidakmampuan diplomat diplomat Indonesia yang telah gagal untuk melakukan lobi kepada United States Trade Representative (USTR) di Washington DC untuk tetap memohon fasilitas GSP, maka akan banyak industri industri yang berorientasi ekspor ke pasar Amerika Serikat seperti Industri mebel dan kerajinan,Industri sepatu, tekstil , tas akan sulit bersaing di pasar Amerika Serikat, sebab akan dikenakan tarif masuk sama dengan negara negara maju.

“Ini akan berdampak pada tutupnya industri industri tersebut di Indonesia yang akan hengkang ke negara berkembang di Asia Tenggara seperti Myanmar, Vietnam, Timor Leste dan Philipina,”paparnya.

Dampaknya lagi akan banyak ledakan PHK besar besaran di sektor industri yang produknya diekspor ke Indonesia

Dan juga Kredit macet akibat penjualan produk ekspor ke US turun draktis akibat pengenaan tariff yang sulit bersaing dengan ekspor sejenis dari China dan negara negara berkembang yang dapaf fasilitas GSP dari Amerika Serikat

“Belum lagi makin menurunnya ekspor Indonesia dengan permintaan komoditas ekspor oleh China akibat dampak Virus Corona,”papar Arief.

Dampaknya lagi neraca perdangan Indonesia dengan Amerika Serikat akan menjadi minus atau defisit dan berdampak pemasukan devisa akan berkurang banyak yang berdampak makin melemahnya kurs rupiah

“Nah, harus ada jalan keluar untuk semua itu yang harus dilakukan oleh Pemerintah Joko Widodo ,misalnya dengan mengiatkan cinta pengunaan produk produk Indonesia oleh masyarakat, kedua mencari pasar ekspor baru di Afrika dan Eropa,”papar
Arief Poyuono (d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *