Agar Tidak Mubazir, Kemdikbud Diminta Tambah Kuota Umum PJJ

JakartaDetakpos.com-Kemdikbud menggelontorkan Rp 7 Trilyun lebih untuk paket kuota internet kepada siswa dan guru jenjang PAUD/TK sampai SMA/SMK, juga kepada mahasiswa dan dosen di Perguruan Tinggi.

Paket kuota internet untuk peserta didik PAUD mendapatkan 20 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB. Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB/bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan kuota belajar 30 GB.

Sementara itu paket kuota internet untuk pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar. Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar.

Kuota umum sebesar 5 GB kemungkinan tidak cukup jika mengingat selama ini penggunaan platform belajar lebih rendah dibandingkan penggunaan aplikasi WhatsApp, download video, searching google, dan media social. Berdasarkan survei PJJ siswa yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada April 2020, terungkapvPJJ secara daring didominasi penugasan melalui aplikasi whatsApp, email dan media social lain seperti Instagram (IG).

Adapun rinciannya, sebesar 87,2% responden melakukan interaksi PJJ secara daring melalui chating dengan aplikasi WA/Line/telegram/IG, sebanyak 20,2% menggunakan zoom meeting, 7,6% video call WA dan telepon hanya 5,2%.

Artinya, mayoritas menggunakan aplikasi yang justru lebih membutuhkan kuota umum. Aplikasi seperti Zoom meeting malah hanya digunakan para guru sebanyak 20% saja dari total 1700 responden siswa.

Hasil survey PJJ siswa juga menunjukkan bahwa penugasan yang paling tidak disukai siswa adalah membuat video dan foto, selain membutuhkan memori besar di gadget, juga membutuhkan kuota besar saat mengirim melalui aplikasi WA guru ataupun media social lainnya.

Pengiriman ataupun menerima video kiriman, semuanya butuh kuota besar, sehingga 5% kuota umum rasanya terlalu sedikit. Dari survey KPAI, penugasan mengirim video mencapai 55% dari 1700 responden.

Dari survey PJJ siswa yang dilakukan KPAI, hanya 43,3% guru yang menggunakan platform. Dari jumlah tersebut, 65% menggunakan google classroom, sebanyak 24,5% menggunakan platform Ruang Guru, Rumah Belajar, Zenius dan Zoom; sedangkan 10% menggunakan aplikasi WhatsApp.

“Kuota belajar dalam paket yang diberikan kepada para peserta didik berdasarkan apa spesifikasinya, apakah aplikasi yang sudah menjadi partner Kemdikbud ataukah semua aplikasi dapat dipergunakan dengan tidak terikat pada provider tertentu, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan paket belajar”, tanya Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang pendidikan.l, kemarin.

Kalau misalnya peserta didik melakukan pembelajaran, tapi dari sekolah harus menggunakan aplikasi lain selain dari yang di paketkan, itu berarti akan masuk ke kuota umum. Belum lagi kalau gurunya mengharuskan videocall , maka 5 GB akan cepat habis dengan kuota utama dibanding kuota belajar.

Sementara itu, merujuk pada hasil survey KPAI, maka kuota belajar berpotensi mubazir karena minim digunakan, sebab mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang jatuhnya justru merupakan kuota umum. Kalau kuota belajar minim pemakaiannya padahal kuotanya besar, maka hal ini perlu disiasati agar uang Negara dapat dioptimalkan membantu PJJ daring, jangan malah menguntungkan providernya.

“Sebaiknya dari provider mengeluarkan kartu yang khusus untuk pelajar dan fleksibel penggunaannya sesuai kebutuhan pembelajaran, jadi kartu tersebut hanya digunakan untuk siswa dan tidak di perjual belikan. Akan lebih baik jika provider mengeluarkan kartu baru yang sudah aktf , masa berlaku 1-3-6 bulan aktivasi provider dengan kuota khusus siswa, dengan demikian siswa dapat menggunakan kartu baru tersebut untuk belajar,” pungkas Retno. (d2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *