Maladminstrasi Sertifikat di Pulau Pari Perlu Direspon 

JakartaDetakpos-Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan ada dugaan maladminstrsi dalam proses penerbitan 62 sertifikat hak milik dan 14 hak guna bangunan di Pulau Pari.

Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LHAP) ORI menyimpulkan terjadi maladministrasi dalam bentuk penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang dan pengabaian kewajiban hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.

Hal ini disampaikan pada konferensi pers yang  diadakan hari  Senin, 9 April 2018 di Kantor ORI, Kuningan, Jakarta.Warga Pulau Pari mengapresiasi ORI dalam  hasil pemeriksaan akhir ini. “Kami warga Pulau Pari mengapresiasi ORI yang menyatakan adanya dugaan mal administrasi dalam penerbitan sertifikat di Pulau Pari, kami berharap sertifikat-sertifikat itu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.” Kata Edy Mulyono, Ketua RT 01/RW 04 Pulau Pari, Rabu (11/4).

Sementara itu Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) yang terdiri dari WALHI, LBH Jakarta, KIARA, KNTI, PBHI, SP, SPI, dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), menyatakan selain tindakan korektif yang disarankan Ombudsman, hendaknya temuan itu direspon baik oleh beberapa pihak yang terkait dengan konflik tanah di Pulau Pari.

Kepolisian terutama, Daerah Metro Jaya, Resor Kepuluan Seribu agar menghentikan Kriminalisasi atas pengaduan Pintarso Adijanto, dan atau siapa pun pihak pemegang sertifikat yang terbit karena maladministrasi tersebut.

Fatilda Hasibuan mengatakan, Kejaksaan diminta menghentikan dakwaan terhadap Sulaiman yang sedang dalam proses pengajuan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan mendasarkan pada alasan hapusnya penuntutan perkara karena secara substansi SHM dan SHGB telah cacat prosedur dan cacat kewenangan.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk mengambil putusan menghentikan perkara dengan memperhatikan temuan Ombudsman Republik Indonesia dalam menangani atas nama Sulaiman, warga Pulau Pari; Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu, agar memberi perlindungan kepada warga Pulau Pari sebagai pelaku ekonomi pariwisata bukan perlindungan sebagai tenaga kerja, berhenti menawar-nawarkan Pulau Pari kepada investor, sebab warga Pulau Pari saat ini adalah “Investor” yang membangun pariwisata dengan swadaya tanpa bantuan pemerintah, sebaiknya pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu lebih memperhatikan peningkatan kemampuan warga Pulau Pari sebagai pelaku ekonomi agar mereka mandiri dan maju secara ekonomi seperti janji Nawacita.

”Menteri ATR/BPN agar segera mencabut sertifikat yang terbit di Pulau Pari, dan memberikan kepastian hukum atas penguasaan dan pengelolaan tanah oleh warga di Pulau Pari melalui Reforma Agraria dengan Skema Legalisasi Asset,”tandas Fatilda Hasibuan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kemungkinan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat di Pulau Pari.(d2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *