Negara Rugi, 1.466 Koruptor ASN Masih Terima Gaji

JakartaDetakpos-Sebanyak 2.357 Aparat Sipil Negara (ASN/PNS), telah divonis bersalah karena terbukti korupsi.

Indonesia Corruption Watch
(ICW) mencatat, hingga akhir Januari 2019, sebanyak 1.466 belum dipecat dari jabatan sebagai ASN.

Ironisnya, menurut peneliti Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah, gaji terus dibayarkan kepada mereka.

“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu segera menghitung untuk mengetahui kerugian negara yang timbul,” kata
Wana Alamsyah di Jakarta, Kamis (21/2).

Data BKN per 17 September 2018 menunjukkan, terdapat 98 PNS koruptor bekerja di Kementerian dan 2.259 PNS koruptor yang bekerja di provinsi, kabupaten, dan kota.

Akan tetapi, menurut Wana Alamsyah, pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dari institusi baik di tingkat pusat maupun daerah lambat untuk melakukan proses pemecatan.

Langkah tersebut patut disayangkan, mengingat tiga institusi pada tanggal 13 September 2018 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai keharusan untuk melakukan pemecatan terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan.

SKB diteken oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Selain itu lalainya PPK dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai peraturan yang berlaku berdampak terhadap ada potensi kerugian negara.

Menurut Wana Alamsyah, jika menilik pada peraturan yang berlaku, sedikitnya terdapat tiga pelanggaran yang dilakukan oleh PPK mengenai pemecatan PNS koruptor, yaitu:

Pertama, PPK tidak menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU Nomor 5 Tahun 2014) Pasal 87 ayat (4) huruf b.

Kedua, PPK melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PP Nomor 11 Tahun 2017) Pasal 250 huruf b.

Ketiga, Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 182/6597/SJ; Nomor 15 Tahun 2018; Nomor 153/Kep/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap Karena melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan butir Kedua huruf a dan butir.

“BPK mestinya dapat memberi peran dalam mendorong langkah pemecatan terhadap PNS koruptor. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dijelaskan bahwa dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.

Dalam aturan a quo Pasal 8 terdapat penjelasan tambahan bahwa BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.

Selain itu Pasal 10 ayat (1) UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan juga menyebutkan bahwa BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

Oleh sebab itu, ICW mendesak BPK untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap instansi yang tercatat belum memecat PNS berstatus terpidana korupsi.

BPK harus melakukan langkah penghitungan kerugian negara akibat gaji yang telah dibayarkan kepada ASN berstatus terpidana korupsi.

Langkah tersebut harus segera dilakukan karena pembayaran gaji kepada ASN berstatus terpidana tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Selain itu dalam jangka panjang, kerugian negara yang timbul akan merugikan khalayak banyak.(dib)

Editor A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *