Jakarta -Detakpos- Nelayan Pulau Pari dan Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) kecewa terhadap Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Sebab hingga saat ini tidak ada perkembangan penyelesaian atas permasalahan yang diadukan warga nelayan kepada kedua lembaga negara tersebut.
Ketua Forum Peduli Pulau Pari, Sahrul, mengatakan, Nelayan Pulau Pari mengadukan perampasan tanah oleh pengembang yang ingin melakukan privatisasi pulau. Bahkan mengklaim memiliki 90% wilayah Pulau Pari dari total 42 hektare lahan di pulau tersebut.
” Kami telah bertemu dengan pihak KSP menyampaikan masalah yang terjadi, memberikan seluruh data-data, dan mengadukan telah terjadi pelanggaran administrasi atas terbitnya sertifikat. Namun hingga saat ini tidak ada perkembangan dari KSP. Kami juga sudah mengajukan permohonan pembatalan sertifikat hak atas tanah ke Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, namun tidak ada juga perkembangan.” Ujar Sahrul, Jumat (19/5).
Sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat sudah seharusnya KSP dan Kementerian ATR menindaklanjuti permasalahan masyarakat, tidak membiarkan begitu saja permasalahan masyarakat.
Harapan warga saat ini, lanjut Sshrul, berada di Ombusdman RI, pada tanggal 03 Mei 2017 Ombudsman mengirimkan surat ke Warga Pulau Pari. Surat tersebut merespons pengaduan yang disampaikan warga, isinya menjelaskan perusahaan hanya menguasai lima bidang tanah di Pulau Pari. Ombusman juga meminta agar nelayan Pulau Pari dapat memberikan data-data penguasan lahan untuk dilakukan verifikasi dengan sertifikat.
“Kami menilai ada berbagai pelanggaran yang dilakukan dalam menerbitkan sertifikat, sehingga berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 9 Tahun 1999 dan Permen ATR / BPN Nomor 11 Tahun 2016 dapat dilakukan pembatalan sertifikat.”
Oleh karena itu nelayan Pulau Pari menuntut agar KSP ataupun ATR bersama-sama dengan ombudsman serius menyelesaikan masalah nelayan dengan menjamin hak-hak kepemilikan dan penguasaan warga yang telah turun-temurun dimiliki.(d2/detakpos)