Jenewa–Detakpos– Sidang pleno kedua Conference of the Parties (COP) Konvensi Minamata di Jenewa, Swiss, Senin (25/11/2019) malam waktu setempat, Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah untuk COP 4 Konvensi Minamata tahun 2021.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar yang memimpin delegasi Indonesia mengatakan, bagi Indonesia penting menjadi tuan rumah di mana kompleksitas persoalan merkuri cukup tinggi.
Indonesia dan banyak negara peserta COP 4 Konvensi Minamata ini mempunyai atensi khusus terutama sejak 2015 saat Presiden ke Maluku.
Kasus merkuri bersumber dari penambangan emas skala kecil dan kebanyakan illegal.
“Kita ketahui banyak masalahnya dan banyak juga korbannya dan untuk itulah Presiden pada saat rataskab tahun 2017 menegaskan untuk diatasi dan dicegah danpak merkuri dan merebaknya penyakit Minamata,” kata Menteri Siti .
Selain itu, kata Mentri LHK, perhatian masyarakat juga cukup tinggi. Secara keseluruhan ini sangat penting dalam rangka tekad pemerintahan Presiden Jokowi untuk lakukan pemulihan lingkungan.
“Indonesia akan memetik manfaat dari berbagai event internasional yg dilangsungkan di Indonesia,” tandas Siti Nurbaya.
Langkah Indonesia
Sebelumnya saat sesi pembukaan COP Konvensi Minamata di Jenewa, Swiss, Senin (25/11), Menteri Siti Nurbaya menjelaskan, Pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai langkah nyata dalam upayanya menghapus penggunaan merkuri. Ditargetkan pada tahun 2025 mendatang, tidak ada lagi penggunaan merkuri di sektor-sektor tertentu.
Di hadapan lebih dari 100 delegasi negara yang hadir, Menteri Siti Nurbaya memaparkan empat langkah utama yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam upayanya menghapus penggunaan merkuri.
Pertama, pada alat kesehatan seperti termometer, alat pengukur tekanan darah, dan tambal gigi amalgama, serta alat medis lainnya yang mengandung merkuri akan dilarang mulai tahun 2020 secara bertahap untuk fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit dan klinik.
Kedua, Pemerintah Indonesia tengah melakukan program transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan bagi komunitas Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) untuk beralih dari pekerjaan yang lama.
”Pemerintah menyediakan alternatif pekerjaan baru beserta konfigurasi bisnisnya,” kata Menteri LHK.
Sebagai contoh, di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, penambang telah dialihkan ke praktek pertanian agroforestri dan agrosilvopasture, yang didukung oleh KLHK dan Universitas Lambung Mangkurat. Hal serupa juga dilakukan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Ketiga, lanjut Siti Nurbaya, Pemerintah Indonesia terus mensosialisasikan penerapan teknologi proses alternatif dalam kegiatan PESK untuk menghilangkan penggunaan merkuri. Saat ini sebanyak sembilan proyek percontohan telah dilaksanakan di 9 provinsi dengan dukungan dari Kanada.
Terakhir, kata Menteri Siti, pemerintah terus melakukan penegakan hukum pada praktik penggunaan merkuri illegal. Penegakan hukum dilakukan Ditjen Gakkum KLHK bekerjasama dengan Kepolisian, Kejaksaan, dan Pemerintah Daerah.
Salah satu contohnya dengan menutup penambangan batu Sinabar di Maluku. Saat itu sekitar 1.000 penambang ilegal telah dipindahkan dari daerah penambangan.
Ditegaskan Siti Nurbaya, Komitmen Pemerintah Indonesia menghapus merkuri dibuktikan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM).
Perpres tersebut merupakan implementasi Konvensi Minamata yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri serta senyawa merkuri antropogenik.
”Dengan RAN-PPM ini pula, Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang mengumumkan rencana nasional untuk menghapus merkuri,” kata Menteri Siti Nurbaya.
Lebih lanjut dikatakan, Pemerintah Indonesia melalui KLHK juga terus meningkatkan kesadaran publik melalui kampanye #STOPMerkuri dengan edukasi tentang bahaya merkuri dan bahayanya terhadap kesehatan masyarakat.
Ditegaskan Menteri Siti Nurbaya, Presiden Joko Widodo telah memberikan perhatian serius terhadap bahaya merkuri. Berbagai langkah cepat dilakukan, hingga puncaknya pada 20 September 2017, Pemerintah Indonesia resmi meratifikasi Konvensi Minamata melalui Undang-Undang nomor 11 Tahun 2017.
Pada tahun 2018, Pemerintah mulai merumuskan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM). Pada tahun 2019, resmi diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang RAN-PPM.(d/2).