Jakarta–Detakpos.com-Di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit karena dihantam oleh pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum juga sirna, pemerintah menerbitkan kebijakan memberikan pembebasan pajak bagi sektor penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dari pajak pendapatan nilai (PPn) melalui instrument Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2020. Sebelumnya sektor ini bisa dikenakan pajak sebesar sepuluh persen.
Ketua Komnas Haji dan Umrah
Mustolih Siradj mengatakan, terbitnya PMK beleid pembebasan PPn tersebut tentu patut mendapatkan apresiasi baik oleh kalangan pelaku bisnis Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji Khusus (PIHK) maupun Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) termasuk oleh jemaah, karena aturan tersebut cukup signifikan meringankan beban biaya.
“Terlebih sektor usaha haji dan umrah ini selama hampir dua tahun mengalami tekanan luar biasa karena sampai dengan saat ini pintu haji dan umrah belum kunjung dibuka oleh pemerintah Arab Saudi yang masih membatasi ruang gerak bagi jemaah dari Indonesia,”tutur Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Rabu, (17/11/2021).
Kebijakan pembebasan pajak bagi sektor keagamaan khususnya haji sesungguhnya bukan kali ini saja dilakukan pemerintah. Melalui revisi Pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008 terkait objek pajak pada Undang -Undang Cipta Kerja (UUCK) bab ketujuh Pasal 111 menegaskan, dana setoran Biaya Penyelenggara Ibadah Haji Reguler dan/atau BPIH khusus maupun penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu yang diterima BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh). Ketentuan teknis hal tersebut lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Dikatakan, BPKH sebagai penghimpun dan pengelola dana setoran awal jemaah haji regular maupun haji khusus dikenakan PPh atas penempatan deposito sebesar 20% dan surat berharga negara sebesar 15%. Pada 2018, total pajak yang dibayarkan untuk penempatan investasi mencapai Rp 1,2 triliun.
“Dengan adanya pembebasan pajak tersebut tentu saja sangat bermanfaat dalam pengelolaan dan pengembangan dana haji yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan jemaah haji sehingga mendapatkan layanan yang makin baik,”tambah Mustholih.
Terobosan semacam ini sesungguhnya harus dimaknai bukan saja dalam rangka mengurangi beban dari pelaku usaha maupun jemaah. Akan tetapi lebih dari itu menunjukkan pemerintah memberikan dukungan dan stimulan secara nyata terhadap perkembangan sistem dari mata rantai ekosistem ekonomi syariah yang sangat penting yaitu haji dan umrah yang merupakan ritual umat Islam di berbagai penjuru belahan nusantara yang telah berjalan sejak ratusan tahun silam.
“Iklim usaha maupun tata niaga bisnis haji dan umrah diharapkan makin baik dan memberikan manfaat yang besar bagi ummat Islam,” pungkas Mustolih.(d/2).
Editor: A Adib
*