Forum Asean IIDC, Gus Yahya : Semua Bertanggungjawab Ciptakan Hidup Harmonis

Palembang -detakkoos.com-Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa harmoni adalah tujuan hidup semua umat manusia. Tindakan yang menyebabkan konflik, katanya, akan dikutuk oleh semua karena menggangu harmoni. Maka, karena menciptakan harmoni adalah cita-cita suci dan ajaran agung semua agama, maka ia wajib diperjuangkan oleh semua.

 

Penegsan Gus Yahya–sapaan Ketua Umum PBNU 2022-2027 ini, disampaikan saat menjadi pembicara kunci, Senin (10/7) di forum sosialisasi _Asean Intercultural and Interreligious Dialogue Conference_ (Asean IIDC). Agenda ini digelar dari 9 s/d 11 Juli di Palembang. Pidato Gus Yahya sekaligus menjadi sambutan pembuka agenda yang akan menjadi side event KTT Asean di awal September 2023 mendatang.

 

Lebih lanjut Gus Yahya memaparkan panjang lebar mengenai kondisi masyarakat dunia yang dari masa ke masa selalu terjadi konflik. Terlebih, kata eks Jubir Presiden KH Abdurrahman Wahid ini, di era globalisasi seperti sekarang ini yang sudah tidak ada lagi sekat, sehingga semua orang dari latar belakang apa pun bercampur menjadi satu.

 

Menurut Gus Yahya, semua orang memiliki tanggung jawab untuk mengupayakan kehidupan yang harmonis di masa depan untuk menghindari konflik berkepanjangan. Jika tidak, konflik. antarperbedaan di dunia ini akan terus terjadi dan menghancurkan kemanusiaan.

 

“Menjadi tanggung jawab setiap manusia untuk memikirkan cara supaya masyarakat manusia di atas bumi yang kecil ini, di masa depan sungguh-sungguh mampu untuk mengembangkan kehidupan yang harmonis di antara perbedaan-perbedaan yang mereka miliki itu. Karena apabila tidak, maka tidak ada arah lain dari konflik antarperbedaan itu yang kemungkinan terus terjadi di antara manusia selain kehancuran bersama,” tutur Gus Yahya.

 

Lebih lanjut, Gus Yahya mengungkapkan sebuah ajaran dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang hingga kini menjadi dasar untuk bergerak membangun peradaban dunia yang lebih baik di masa depan. Gus Yahya mengutip kalimat nasihat Gus Dur yakni tidak ada cara yang lebih baik untuk membantu Islam selain dengan menolong kemanusiaan seluruhnya.

 

“Karena kalau hanya berpikir tentang Islam saja, dengan mengabaikan yang lain, apalagi dengan menganggap yang lain sebagai rintangan, maka Islam bukannya akan mencapai kemaslahatan tetapi justru akan terbentur kepada konflik-konflik yang tidak berujung dan tidak akan memenangkan apa-apa, selain hancur bersama-sama yang lain,” tegas Gus Yahya.

 

*Kampung Raksasa*

 

Gus Yahya menyebut globalisasi sebagai era yang menjadikan dunia mengarah pada satu wujud kampung raksasa. Di dalamnya, tidak ada satu pun orang atau kelompok yang bisa mengasingkan diri dari orang lain.

 

Semua orang, lanjutnya, terpaksa harus bersinggungan dengan siapa pun yang tinggal bersama-sama di atas bumi ini. Tidak lagi mungkin satu peradaban tumbuh sendiri dan terpisah dari peradaban yang lain.

 

“Dunia masyarakat global ini akan terus mengarah pada terwujudnya satu peradaban tunggal yang saling bercampur satu sama lain,” tutur Gus Yahya.

 

Di dalam keadaan seperti itu, ia menegaskan bahwa isu tentang perbedaan menjadi semakin krusial. Zaman dulu, orang bisa mudah memelihara cirinya sendiri walaupun berbeda dari yang lain, tanpa saling mengganggu. Karena ada ruang-ruang yang memungkinkan setiap kelompok hidup dan tumbuh sendiri terpisah dari yang lain.

 

Gus Yahya mencontohkan bahwa pada masa lalu “wong kito” di Palembang tak perlu harus berurusan dengan “reng medureh” atau orang Madura. Tetapi di masa sekarang hal itu dimungkinkan karena Ketua PWNU Sumatra Selatan KH Amiruddin Nahrawi adalah orang asli Madura.

 

Contoh lain, ada Rishi Sunak sebagai seorang berdarah India yang menjadi Perdana Menteri di Inggris. Ada juga Sadiq Aman Khan, Wali Kota London beragama Islam yang orang tuanya berasal dari Pakistan.

 

Menurut Gus Yahya, fenomena tersebut tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tetapi saat ini, di era globalisasi yang menghendaki semua orang bercampur satu sama lain, semua hal yang tak terbayangkan sebelumnya, bisa terjadi.

 

“Karena dunia ini cenderung mengarah kepada satu kampung yang besar dalam satu peradaban tunggal yang saling bercampur. Dalam keadaan demikian, sekali lagi, isu-isu tentang perbedaan ini krusial sekali,” ujar Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

 

Semula, orang bisa merasa nyaman memelihara cirinya sendiri-sendiri tanpa terganggu oleh orang lain karena bisa memisahkan diri dari yang lain. Tetapi sekarang, orang yang berlatar belakang saling berbeda terpaksa harus bertemu dan harus terlibat dalam urusan bersama atau dalam keadaan saling berbeda.

 

“Nah, maka jelas bahwa peradaban yang kita hidupi bersama ini membutuhkan unsur-unsur yang dapat memelihara harmoni di antara kita semua, di tengah-tengah perbedaan yang kita miliki ini,” tegas Gus Yahya. (Ltnpbnu)

Editor: AAdib

 

*

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *