Izin Baru Lokasi Reklamasi Teluk Benoa Cederai Warga Bali

JakartaDetakpos. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dikabarkan telah menandatangan izin baru terkait reklamasi Teluk Benoa pada 29 November lalu dengan dalih izin tersebut adalah izin lokasi.

Menteri Susi menegaska, tidak menerbitkan izin reklamasi Teluk Benoa, Bali. Dia mengatakan, baru menerbitkan izin lokasi reklamasi. Izin itu untuk membuat amdal (analisis dampak lingkungan).(detik/21/12).

Merujuk kepada ketentuan reklamasi, Ketua Harian DPP KNTI
Marthin Hadiwinata,
izin Lokasi menjadi dasar dapat kembali mengulang analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL untuk mendapatkan Izin Lingkungan.

“Tindakan menerbitkan Izin Lokasi oleh Menteri Susi Pudjiastuti jelas menciderai aspirasi besar dan perjuangan panjang masyarakat Bali dalam menolak rencana reklamasi di Teluk Benoa.”

“Serta yang tidak kalah penting membangkitkan kembali ancaman pertambangan pasir di perairan Selat Alas di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).” tutur Marthin dalam rilisnya,
Sabtu, (22/12).

Izin Lokasi teluk Benoa diperkirakan mencapai luasan 700 hektare dengan prakiraan kasar, jumlah material pasir urugan akan mencapai 443 juta m3 pasir urukan.

Dikatakan,  jumlah pasir urukan ini akan berdampak langsung kepada kegiatan perikanan nelayan tradisional di provinsi NTB di mana Perda nomor 12 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi NTB tahun 2017-2037 telah menetapkan adanya wilayah pertambangan pasir laut.

“Diduga keras, wilayah tambang pasir laut tersebut akan menjadi sumber material bagi reklamasi Teluk Benoa, sehingga terbitnya izin lokasi baru tidak hanya mengancam juga penambangan pasir di perairan Lombok Timur.”

Padahal jika mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28/PERMEN-KP/2014 Tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 13 ayat 3 menyebutkan kewenangan Menteri untuk menolak dan tidak menerbitkan persetujuan terbitnya Izin Lokasi Reklamasi. Menteri Susi Pudjiastuti dapat menggunakan dasar penolakan berupa tiadanya dasar lokasi kesesuaian reklamasi dengan RZWP3K karena hingga hari ini RZWP3K masih belum terbit (Pasal 11 ayat (3) Permen KP 28/2014) hingga hak masyarakat Bali dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Pasal 60 ayat (1) UU No. 1/2014).

Ditambah lagi, dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Bali Tentang  Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), mayoritas masyarakat bali secara tegas menolak reklamasi dan mengusulkan wilayah Teluk Benoa ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan.

Jika Teluk Benoa ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan di dalam Ranperda RZWP-3-K Provinsi Bali, maka, reklamasi secara mutlak tidak dapat dilakukan di wilayah tersebut.

Aktivitas yang boleh dilakukan dalam wilayah konservasi hanya terbatas pada kegiatan penelitian, pemanfaatan untuk pelestarian laut dan perikanan berkelanjutan.

Kecuali, dalam forum konsultasi RZWP-3-K antara Pemprov Bali dan KKP terjadi manuver politik yang bertujuan untuk merubah status alokasi ruang di Teluk Benoa menjadi Zona Pemanfaatan Umum. Maka, alasan penerbitan izin lokasi yang dikeluarkan oleh Menteri Susi menjadi sangat terang.

Bisa dipastikan, masukan dari masyarakat bali tentang penetapan Kawasan Konservasi Laut Teluk Benoa telah diabaikan dalam proses penyusunan RZWP-3-K tersebut.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *