Kesulitan Air Bersih Masih Terjadi di Hilir Bojonegoro

BojonegoroDetakpos – Kesulitan air bersih di sepanjang daerah aliran (DAS) Bengawan Solo di hilir Jawa Timur, Bojonegoro, selalu terjadi di musim kemarau.

Apalagi pada puncak kemarau, maka warga di sepanjang tepian DAS Bengawan Solo, antara lain, di sejumlah desa di Kecamatan Kota, Trucuk, juga desa lainnya, sumur warga mengering.

Warga beranggapan bahwa mengeringnya sumur yang dimiliki tidak lepas dari debit air sungai terpanjang di Jawa di daerah setempat mengecil.

Kalau debit Bengawan Solo yang melewati desa di tepian maka debit air yang bisa disedot sumur pompa warga menjadi mengering. Wargapun harus memperdalam sumur pompanya untuk bisa menyedot air, dengan risiko bisa berhasil atau gagal.

“Warga harus mengeluarkan uang hampir Rp2 juta untuk memperdalam pompa airnya,” kata seorang warga Kelurahan Ledokkulon, Kecamatan Kota, Bojonegoro Muntoro.

Sumur resapan warga di sepanjang daerah hilir Bojonegoro, mengandalkan debit air yang dikeluarkan melalui Bendung Gerak Bengawan Solo di Kecamatan Kalitidu. Apabila debit yang dikeluarkan kecil, dampaknya mempengaruhi sumur warga di bawahnya.

Padahal pengeluaran debit air Bendung Gerak juga sangat bergantung perolehan debit air yang dikeluarkan Waduk Gajah Mungkur, di Wonogiri, Jawa Tengah. Pengeluaran air dengan jarak yang cukup jauh itu tidak bisa maksimal, karena adanya warga yang mengambil air untuk irigasi areal pertanian.

Mengenai berkurangnya debit air sumur tanah pada musim kemarau sebenarnya juga terjadi di daerah yang lebih jauh dari Bengawan Solo, seperti di Desa Sukorejo, Kecamatan Kota.

Sebagian warga di desa setempat sudah beralih memanfaatkan air PDAM, yang semula memanfaatkan sumur pompa air tanah. Meskipun sumur poma sudah diturunkan menjadi 3 meter dari permukaan tanah pada puncak kemarau sudah tidak mampu lagi memperoleh air.

Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro yang melakukan survei pencarian air di sejumlah desa dengan memanfaatkan teknologi “geolistrik” juga tidak selalu memperoleh potensi sumber air di desa yang menjadi lokasi survei.

Kesulitan air bersih memang belum reda di kawasan penghasil migas di daerah setempat, Pada musim kemarau tahun ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat melaporkan bahwa kesulitan air bersih melanda warga di 67 desa yang tersebar di 19 kecamatan, per 8 Oktober.

Wilayah yang warganya dilanda kesulitan air bersih, antara lain, Kecamatan Kedungadem, Kepohbaru, Sugihwaras, Temayang dan kecamatan lainnya dengan jumlah sebanyak 4.860 kepala keluarga (KK). (*)

Penawarta: Agus S
Editor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *