Mang Obek, Taklukan Jakarta Dengan Bubur Ayam

KAWASAN Jalan Mentawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tidak terlalu ramai Sabtu (17/7) pagi itu.

Hanya beberapa orang yang terlihat berlalu lalang. Sejumlah gerobak penjual makanan berjejer dengan menjaga jarak di pinggiran jalan.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo seperti yang terlihat di dalam tayangan YouTube Bamsoet Channel, tampak mendatangi gerobak penjual bubur usai olahraga jalan santai.

Duduk di kursi plastik, Bamsoet memesan semangkuk bubur ayam. “Pesan buburnya ya. Tidak pedas,” ujar Bamsoet kepada penjual bubur ayam, Mang Obek.

Sembari menyantap bubur ayam, Bamsoet mendengarkan kisah Mang Obek yang sudah lebih 20 tahun merantau ke Jakarta dari Cirebon. Mang Obek bangga bisa menaklukan Jakarta dengan Bubur Ayamnya. Awalnya Ia bekerja pada pedagang bunga yang mangkal di kios bunga di kawasan Mahakam Kebayoran Baru sejak sebelum reformasi. Sampai akhirnya kios tempatnya bekerja digusur dan dijadikan Taman Kota oleh Pemkot DKI Jakarta.

Sejak itulah Ia mulai banting stir berjualan Bubur Ayam sendiri dengan modal ratusan ribu rupiah dan gerobak dorong yang Ia beli secara angsur.

Bersama Mpok Iin yang juga berasal dari Cirebon dan baru saja Ia nikahi, akhirnya perjalanan hidup dengan berjualan Bubur Ayam dan Empal Gentong itupun dimulai.

Jika hari-hari biasa Mang Obek mangkal di seberang kantor Kejaksaan Agung. Hanya hari Sabtu dan minggu pagi Ia mangkal di kawasan jalan Mentawai, Mahakam Kebayoran Baru.

Sejak Pandemi Covid-19 atau Corona, Mang Obek mengakui penghasilan dagangannya merosot sangat tajam. Bermodalkan sekali dagang Rp 300-500 ribu, Mang Obek dan istri hari-hari ini jika rezeki bagus bisa meraih keuntungan sebesar Rp 100.000 hingga Rp 200.000 perhari.

Sebelum Corona Mang Obek bisa berjualan setiap hari. Setelah Corona melanda dan diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh Pemprov DKI Jakarta, Mang Obek hanya berjualan di hari Sabtu dan Minggu saja.

“Sejak Corona kalau berjualan setiap hari, dagangan sering tidak laku. Makanya kita hanya berjualan di hari libur, Sabtu dan Minggu. Alhamdulillah di hari Sabtu dan Minggu bubur ayam kita habis terus,” cerita Mang Obek.

“Uang hasil dagang saya kirimkan ke kampung untuk biaya anak sekolah. Dua anak saya mondok pesantren di Sidoarjo, Jawa Tengah. Dari hasil dagang Bubur dan menaklukan Jakarta sedikit-sedikit saya bisa bangun rumah dan sawah di kampung,” kata bapak tiga anak ini.

Namun sejak pandemi Covid-19, Mang Obek mengakui kesulitan mengirim uang ke kampung halaman. Pendapatannya menurun dratis. Hal serupa juga dialami anak pertama yang memilih profesi sama dengan dirinya.

“Anak saya yang pertama juga berjualan bubur di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Padahal dia lulusan STM jurusan otomotif. Susah sekarang kalau mau kirim uang ke kampung,” akunya memiliki empat orang cucu.

Bamsoet mengakui pandemi Covid-19 memang memberikan pukulan telak bagi perekonomian Indonesia. Tak hanya orang kecil yang menderita. Pengusaha kelas atas pun merasakan dampak merosotnya income yang masuk.

“Memang sekarang lagi susah pak. Tetapi, kita harus tetap bersyukur masih ada rezeki dari berdagang untuk membeli keperluan sehari-hari,” ujar Bamsoet.(d/2).

Editor: AAdib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *