Jakarta–Detakpos-Secara umum, pemahaman para wakil rakyat tentang kebijakan pajak rokok daerah serta Permenkes masih rendah.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Pasal 2 menyebutkan pajak rokok sebagai salah satu jenis pajak provinsi.
Lebih lanjut, Pasal 31 menyebutkan, minimal 50% dari dana pajak rokok yang diterima provinsi maupun kabupaten/kota digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat berwenang.
Tahun 2018, YPI (Yayasan Pusaka Indonesia) melakukan penelitian dengan judul “Pemetaan Potensi dan Kendala Optimalisasi Penggunaan Pajak Rokok Daerah di Indonesia (Studi kasus 5 wilayah : Medan, Jakarta, Bogor, Kulon Progo dan Denpasar.
Pembahasan penelitian mengacu pada penggunaan pajak rokok daerah yang telah diatur Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penggunaan pajak rokok daerah sudah diterapkan semestinya dan dari pemetaan permasalahan, hasilnya juga tetap relevan di pascaterbitnya Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Penelitian ini membantu mengindentifikasi persoalan, memberi rekomendasi sehingga Pajak Rokok Daerah yang saat ini hanya tinggal 25% agar tetap dapat dimaksimalkan demi memenuhi hak sehat publik. “
“Jelas terlihat diperlukan perbaikan di sistem perencanaan dan pengelolaan dari tingkatan daerah sampai ke pusat terlebih untuk perlindungan kesehatan masyarakat dari bahaya konsumsi rokok,” jelas OK. Syahputra Harianda, Manager Program Yayasan Pusaka Indonesia di Jakarta, Selasa (30/10).
Dari penelitian yang dilakukan melalui in-depth interview di lima daerah, tingkat pemahaman akan keberadaan dan penggunaan Pajak Rokok Daerah pun beragam dari satu kota ke kota lainnya, yang menandakan sosialisasi belum merata.
Ditemukan empat dari lima daerah yang diobservasi, yaitu; Medan, Jakarta, Bogor dan Denpasar selama ini telah berhasil memanfaatkan Pajak Rokok untuk mendukung program-program kesehatan dan yang lainnya belum maksimum.
Pada penelitian ini juga dilakukan wawancara mendalam kepada para anggota parlemen, yaitu di komisi terkait kesehatan dan komisi yang terkait dengan keuangan di lima kota tersebut.
Secara umum, pemahaman para wakil rakyat tentang kebijakan pajak rokok daerah serta Permenkes
masih rendah.
Hal ini akan berpengaruh pada lemahnya pengawasan penggunaan pajak rokok daerah khususnya untuk kepentingan kesehatan (minimal 50% untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum).
Wawancara juga dilakukan pada kelompok masyarakat sipil yang mempunyai peran penting di dalam melihat bagaimana dan sejauh apa implementasi pajak rokok daerah bagi kesehatan. Semua pihak mendukung pelaksanaan Permenkes No. 40/2016 dan menunjukkan keprihatinan atas konsumsi rokok di Indonesia yang masih tinggi.
Beberapa organisasi, seperti IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat), Muhammadiyah, IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dan tentunya akademisi mendukung penuh upaya pemerintah untuk menekan konsumsi rokok dan penggunaan dana pajak rokok bagi kesehatan.
“Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perlu sosialisasi Permenkes No. 40/2016 pada instansi terkait Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menyusun program dan kegiatan yang memanfaatkan dana pajak rokok daerah, begitu pula pada DPRD.
“Penggunaan dana pajak rokok daerah juga perlu melihat karakteristik daerah masing-masing,” ujar Peneliti Utama, DR. Abdillah Ahsan.
Berdasarkan penelitian Yayasan Pusaka Indonesia terkait Permenkes No. 40/2016 terlihat, hampir seluruh instansi pemerintah memiliki pesan dan kesan yang serupa yaitu menginginkan implementasi peraturan ke arah yang lebih baik lagi ke depan.
Pesan dan kesan tersebut di antaranya; dibutuhkan sosialisasi kembali mengenai Permenkes Nomor 40 tahun 2016 dari Pemerintah pusat agar menjadi lurus dan tidak tumpang tindih dengan peraturan-peraturan sebelumnya, baik peraturan daerah maupun pusat, serta keseragaman pemahaman mengenai perencanaan dan pembagian dana.
Terkait dengan pajak rokok daerah, banyak pihak menginginkan untuk penggunaan dana bersifat fleksibel, sehingga jika kebutuhan sektor kesehatan telah terpenuhi, dan di bidang sektor lain di dalam daerah tersebut membutuhkan dana, dana pajak rokok dapat digunakan untuk membiayainya.(dib)