Perairan Sumut Tanpa Alat Tangkap Merusak

MedanDetakpos-Tahun baru 2019, pantai timur Provinsi Sumatera Utara bebas dari trawl dan seluruh alat tangkap yang merusak lingkungan.

Hal ini merupakan resolusi yang dinyatakan oleh KNTI DPD Kota Medan saat melakukan konsolidasi besar nelayan tradisional Kota Medan. Sekitar ratusan nelayan perwakilan dari Kecamatan Medan Belawan dan Medan Labuhan menghadiri konsolidasi Kota Medan tersebut.

Menurut Ketua Umum DPD KNTI Kota Medan,
Isa Albasir menyatakan bahwa “Agenda konsolidasi ini bertujuan untuk mengingatkan kembali kesepakatan pada bulan September 2019 antara KNTI dengan pemerintah dan pelaku illegal fishing pengguna alat tangkap yang dilarang. Kesepakatan tersebut berisikan batas tenggat waktu diperbolehkannya kapal perikanan yang menggunakan alat tangkap yang merusak untuk melaut dan batas akhir berhenti menggunakan alat tangkap yang merusak dengan beralih ke alat tangkap yang ramah terhadap lingkungan.

Selain itu, Basir juga menambahkan bahwa konsolidasi tersebut juga meminta kepada pemerintah dan aparat pengaman laut untuk memastikan tegaknya Undang-undang Perikanan yang tegas melarang alat tangkap yang merusak seperti trawl dan Peraturan Menteri No. 2/2015 yang melarang alat tangkap yang merusak.

Sebelumnya, KNTI se-Sumatera Utara telah mengusulkan enam langkah penyelesaikan konflik alat tangkap di perairan Sumatera Utara yang dapat dilakukan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Utara. Pertama, memastikan data dan identifikasi kapal-kapal pengguna alat tangkap serta pemilik kapal trawl dengan verifikasi yang jelas dan terukur termasuk kemampuan skala permodalan.

Kedua mendorong dan memfasilitasi bantuan alih alat tangkap secara khusus kepada nelayan tradisional skala kecil dengan ukuran dibawah 10 GT.

Ketiga, memperkuat pengawasan laut dengan model partisipasi nelayan dan kerjasama antar badan pemerintah yang bertanggung jawab di laut; keempat, proses alih alat tangkap harus memastikan proses yang partisipasi yang terbuka kepada semua pihak dari pengguna alat tangkap yang dilarang hingga organisasi nelayan yang terdampak akibat alat tangkap yang dilarang; kelima penguatan kelembagaan ekonomi nelayan dengan memastikan akses informasi, harga pasar, serta permodalan. Keenam, menghentikan kriminalisasi dan mengutamakan proses penggantian alat tangkap sebelum mengenakan pidana penjara hal ini untuk tidak memperuncing konflik di lapangan namun tanpa memperbolehkan adanya kegiatan menangkap dengan alat tangkap yang merusak.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *