Pindah Ibu Kota, Tidak Penting Kalau Alasan Macet

JakartaDetakpos–Partai “oposisi” Gerindra” menanggapi berbeda terhadap wacana pemindahan Ibu Kota RI dari Jakarta yang digulirkan oleh Pemerintah.

“Tidak Ada urgensinya pindah Ibu Kota, kalau alasannya cuma macet dan tidak efisien. Dan hanya untuk Pusat pemerintahan,”ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono di Jakarta, Rabu (1/5).

Jika alasan macet dan tidak efisien, Arief menyarankan untuk
memindahkan pelabuhan Tanjung Priuk agar mendekati wilayah pusat industri dan memindahkan pabrik pabrik ke daerah luar Jakarta.

“Nih contoh ya, misalnya pabrik tekstil semua ada di Bandung, Tegal, Cirebon,”katanya.

Nah, menurut dia, kalau mau ekspor produk tidak perlu ke pelabuhan di Jakarta, seharusnya dibangun pelabuhan ekspor di Kerawang, sehingga mobil mobil besar pengankutan barang ekspor tidak masuk ke Jakarta.

Ketua Umum FSP BUMN Bersatu mengatakan hal tersebut menanggapi digulirkan wacana pemindahan
Ibu Kota Indonesia direncaakan akan dipindah dari Jakarta.

Tujuannya adalah untuk mengurangi beban Jakarta yang menjadi pusat bisnis dan pemerintahan.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, ada dua skenario yang akan dilakukan untuk memindahkan Ibu Kota. Skenario pertama adalah pemindahan dengan waktu lima tahun.

Sedangkan konsep yang kedua adalah pemindahan Ibu Kota ini akan dilakukan dalam tempo waktu sepuluh tahun. Masing-masing konsep ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.

“Kalau mengenai target kita menyiapkan dua opsi proses penyiapannya karena ini mulai dari perencanaan kotanya masuk detil desain lalu implementasi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (30/4)

Menurut Bambang, salah satu kelebihan dari konsep yang pertama adalah pemindahan Ibu Kota bisa lebih cepat. Namun konsep pertama memiliki kelemahan karena membutuhkan dana yang lebih besar dibandingkan konsep yang kedua.

Adapun estimasi biaya yang dibutuhkan sendiri ada dua opsi. Pertama adalah Rp 466 triliun dan yang kedua adalah sebesar Rp 323 triliun.

Total pembiayaan sekitar Rp 466 triliun skenario satu. Rp 332 triliun skenario dua.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *