Selamatkan Sawit, Cabut Pajak Ekspor CPO

JakakartaDetakpos-Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta menyelamatkan usaha perkebunan sawit dengan mencabut pajak ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono mengatakan, harga minyak sawit mentah (CPO) kontrak Januari 2019 di Bursa Derivatif Malaysia amblas 1,15 persen ke level MYR 2.061/ton pada perdagangan hari Jumat (9/11/2018). Bahkan mendekati level psikologis MYR 2.000/ton.
Dalam sepekan terakhir, harga komoditas agrikultur yang menjadi unngulan Indonesia dan Malaysia menuju pelemahan 4 persen lebih. Apabila ditelusuri secara historis, harga CPO kini belum beranjak dari level terendahnya lebih dari 3 tahun terakhir, atau sejak awal September 2015.
Pelemahan harga CPO, menurut dia,  masih didorong oleh proyeksi peningkatan stok minyak kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia, serta koreksi harga minyak mentah dan minyak kedelai.
Mengutip survei, kata Arief,  stok minyak kelapa sawit di Malaysia per akhir Oktober diproyeksikan meningkat 14,1 persen secara bulanan (month-to-month/MtM) ke level 2,9 juta ton.

Jika terealisasikan, level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Peningkatan stok tersebut tidak lepas dari produksi yang diekspektasikan meningkat 5,7 persen MtM ke 1,96 juta ton pada bulan lalu, sementara ekspor justru diestimasikan menurun 13 persen MtM ke 1,41 juta ton di periode yang sama.

Sama halnya dengan produksi minyak kelapa sawit di Indonesia juga diproyeksikan meningkat hampir sebesar 9 persen pada bulan September.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan bahwa stok minyak kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0,2 persen  MtM ke angka 4,6 juta ton di periode tersebut.

Peningkatan produksi dan stok dari dua negara tersebut jelas akan membebani harga.  Ditambah lagi pengaruh harga minyak mentah dunia. Kemarin, harga minyak  mentah jenis light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) terkoreksi 1,62 persen, sementara harga brent yang menjadi acuan di Eropa amblas 1,97 persen .

Penurunan harga minyak dunia memang cenderung menekan harga CPO. Biofuel merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia anjlok, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen menurunnya permintaan CPO sebagai bahan baku biofuel.

Selain itu, harga CPO juga dipengaruhi koreksi harga kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBoT) yang turun 0,64 persen pada perdagangan overnight. Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga kedelai turun, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut melemah.
Jatuhnya harga CPO dunia  dalam tiga tahun terakhir merupakan ancaman bagi sektor usaha perkebunan Sawit. Dampaknya tentu saja akan makin menurunkan devisa negara dari Ekspor CPO ,dimana CPO merupakan komoditas  andalan ekspor nasional.  Hal ini tentu tidak lepas dari kebijakan Pemerintah terkait pungutan Ekspor CPO sebesar 50 US dollar  sehingga menambah penambahan biaya bagi sektor usaha perkebunan Sawit.

Karena itu harus ada langkah langkah yang Progresif dari Pemerintahan Joko Widodo agar tidak terjadi terus penurunan harga CPO yang bisa berdampak pada krisis ekonomi Indonesia.

“Kami mengusulkan segera koreksi atau hentikan pungutan Ekspor CPO sebesar 50 dollar  AS yang selama 3 tahun justru menghancurkan harga CPO Indonesia. Karena beban pungutan Ekspor CPO mempengaruhi harga tandan buah segar petani dan beban biaya bagi perusahaan perkebunan Sawit,” tegas Arief di Jakarta, Sabtu (10/11).

Apalagi selama ini dana penghimpunan pungutan ekspor CPO lebih dari 98 persen digunakan untuk subsidi Industri biodiesel B20 kepada Konglomerat Sawit yang sebetulnya menyalahi UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

“Seharusnya dana hasil pungutan usaha perkebunan tidak digunakan untuk subsidi Biodiesel tapi lebih untuk program replanting ,kampanye lingkungan terkait usaha Sawit dan pengembangan SDM serta pelatihan.
“Kami mengapresiasi Presiden Joko Widodo sudah mengambil langkah pendekatan kepada eropah untuk mau menerima CPO Indonesia,”ujar Arief yang juga mantan aktivis buruh ini.

Dia juga meminta agar pemerintah konsen pada upaya menurunkan Bea masuk Ekspor CPO ke Eropah dan ke India. Selain itu hendaknya  CPO Indonesia bisa terserap lebih banyak di dalam negeri.

Pemerintah harus memberikan kemudahan birokrasi dan  kebijakan bebas pajak untuk Industri turunan CPO selain minyak Goreng dan biodiesel ,agar meningkatkan harga jual  CPO yang terus turun selama tiga tahun.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *