KPAI: Bantuan Rp 7,2 Triliun Tidak Dinikmati Anak Anak Miskin

JakartaDetakpos-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) membantu pengajaran jarak jauh (PJJ) secara daring dengan mengalokasikan anggaran Rp 7,2 triliun untuk subsidi pulsa dan kuota internet bagi guru, dosen, siswa dan mahasiswa selama 4 bulan ke depan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, mengatakan paling tidak, bantuan tersebut dapat mengatasi salah satu masalah atau kendala PJJ, meskipun beberapa permasalahan PJJ sejak awal pandemic, bukan hanya masalah mahalnya tarif paket data, tetapi juga ada masalah lain yang harus diselesaikan , yaitu ketiadaan gawai atau laptop dan akses internet yang terkendala di sejumlah daerah.

Namun anggaran Rp 7,2 hanya untuk pemberian kuota internet seperti yang dilakukan Kemdikbud mengundang pertanyaan bagi banyak pihak. Karena hanya menyelesaikan satu kendala dan jadi bias kelas. Bantuan kuota hanya untuk anak-anak yang memiliki gawai dan akses sinyal tidak terkendala di wilayahnya.

Menurut dia, anak-anak miskin dan anak-anak di pelosok, yang tidak punya gawai dan susah sinyal, maka bantuan ini tidak bisa mereka nikmati. Kelompok ini hanya bisa dilayani secara luring, namun tak ada bantuan pemerintah untuk luring. Kelompok anak-anak ini tetap tak terlayani PJJ-nya.

“Semestinya masalah di petakan dulu, berapa Giga yang diperlukan, berapa persen siswa/guru yang butuh kuota dan berapa persen siswa/guru yang butuh bantuan lain. Padahal jika data-data itu diminta ke semua sekolah, hanya dalam 3 hari saja bisa tersedia. Mengapa data tersebut tidak ada di Kemdikbud dan Dinas-dinas Pendidikan Daerah. Padahal sangat mudah mendapatkannya, hanya butuh rapat koordinasi daring dengan stakeholder terkait secara berjenjang”, ujar Retno Listyarti, komisioner KPAI bidang Pendidikan.

Retno menambahkan,”Layanan Pembelajaran luring juga membutuhkan dukungan anggaran pemerintah, jadi kalau ada pemetaan masalah dan kebutuhan yang jelas, maka anggaran, tujuh ratus ribu miliar tersebut, bisa dialokasikan untuk membantu membeli gadget bagi siswa/guru yang tidak memiliki, pasang alat penguat sinyal di daerah-daerah yang susah sinyal, dukungan transportasi untuk para guru kunjung dan dukungan penyiapan infrastruktur sekolah dalam menghadapi pembelajaran tatap muka.”

Bukan Hanya Masalah Kuota Internet, Masalah Minimnya Infrastruktur Sekolah Mengancam Nyawa Anak-Anak dan Guru Saat Buka Sekolah

KPAI kembali mengingatkan kepada Kemdikbud dan Kementerian Agama bahwa masalah di sector Pendidikan di masa pandemic saat ini yang sangat darurat, mulai dari memperbaiki PJJ fase dua, sampai pada penyiapan pembelajaran tatap muka dengan pemenuhan infrastruktur dan protocol/SOP adaptasi kebiasaan baru di sekolah.

“Penyiapan ini sangat krusial karena menyangkut keselamatan jutaan siswa, guru dan warga sekolah lainnya,” tambah Retno Listyarti di Jakarta, Sabtu(29/8).

Selain itu, data yang disampaikan Direktur SMP Kemdikbud dalam Rapat Koordinasi Nasional secara daring yang diselenggarakan KPAI pada Kamis (27/8) lalu, menunjukkan bahwa sudah 3.347 sekolah yang saat ini sudah menggelar tatap muka dan ada ribuan sekolah lainnya yang memaksa ingin buka sekolah tanpa pernah dipastikan kesiapan infrastruktur dan protocol kesehatan/SOP-nya, baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dan Gugus Tugas Covid 19 pusat dan daerah.

Butuh dana yang tidak sedikit dalam melakukan penyiapan infrastruktur adaptasi budaya baru di satuan pendidikan. Penyiapan tidak bisa mengadalkan dana BOS , karena pastinya sangat tidak mencukupi.

“Pengalaman SMKN 11 Kota Bandung yang sudah menyiapkan infrastruktur adapatasi budaya baru di sekolah dalam pembelajaran tatap muka, ternyata anggaran penyiapan sangat besar, tak bisa hanya mengandalkan dana BOS, tetapi juga BOSDA dan dukungan angaran Komite Sekolah,” tegas Retno.

Data dari survey KPAI yang melibatkan 6.729 sekolah, menunjukkan bahwa inftastruktur pendukung budaya bersih dan sehat di satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah masih minim, bahkan sebelum Pandemi covid 19. Misalnya sarana dan prasrana toilet, wastafel, sabun cuci tangan, tisu, dan lain-lain. (d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *