Marhaenisme, Relevan Jadi Azas Perjuangan Lawan Kemiskinan

 

BantulDetakpos– Tingkat kemiskinan di Indonesia relatif masih tinggi, menjadi persoalan bangsa yang hingga saat ini menjadi perhatian bersama berbagai elemen bangsa.

Perjuangan untuk mengentaskan kemiskinan sejatinya sudah menjadi fokus Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno (Bung Karno), yang kemudian memunculkan ajaran Marhaenisme.

Ketua Dewan Ideologi Dewan Pimpinan Nasional Keluarga Besar Marhaenisme (DPN KBM), Prof. Dr. Wuryadi mengungkapkan, dalam ajaran Bung Karno tersebut menitikberatkan perjuangan pada kaum miskin Indonesia yang disebut kaum Marhaen,

“Dalam si Marhaen (Marhaenisme) ini, terjadi karena proses-proses penindasan dan penghisapan dalam interaksi sosial dan ekonomi, maupun politik dalam satu tatanan,” ujarnya dalam Diskusi Kebangsaan yang digelar Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) KBM Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), belum lama ini di Sekretariat DPP KMB DIY, Jl.Nitipuran No.89, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.

Dalam diskusi dengan tema ‘Mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan SDM unggul untuk Indonesia maju’ tersebut Wuryadi juga menjelaskan tentang Marhaenisme dari masa sebelum kemerdekaan, masa perjuangan kemerdekaan NKRI, dan masa sesudah kemerdekaan NKRI.

Menurutnya, ajaran Marhaenisme masih relevan untuk diterapkan di masa sekarang,

“Fenomena munculnya kaum marhaen atau kaum miskin masih relevan untuk menggunakan Marhaenisme sebagai alat perjuangan di masa kini,” tuturnya.

Sementara itu, Yos Soetiyoso dalam makalahnya yang berjudul ‘menegakkan tiang pancang’ menjelaskan tentang melakukan introspeksi atau mawas diri serta melakukan refleksi bangsa,

“Memang tidak mudah untuk mengakui secara jujur kesalahan dan kekurangan pada diri sendiri. Begitu pun bagi suatu bangsa. Kemajuan demi kemajuan akan diperoleh ketika bangsa itu mampu melakukan introspeksi  dan refleksi,” ungkap Alumni GMNI ini.

Dalam kaitannya dengan pengertian bangsa yang cerdas, menurut Yos, bahwa bangsa yang caerdas adalah bangsa yang mampu mengelola pemerintahannya secara efisien serta mampu membangun kesadaran untuk menjadi produktif,

“Apapun sistem politik dan ekonomi yang digunakan suatu bangsa akan menjadi kuat dan Berjaya adalah jika negara atau pemerintahannya efisien serta rakyatnya produktif,” tandasnya.

Dr Tarto Sentono, Waketum DPN Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) yang juga menjadi panelis dalam kesempatan yang sama mengupas tentang refleksi sistem Pendidikan nasional. Ia  menilai carut marutnya sistem pendidikan karena semakin menjauh dari terwujudnya manusia Indonesia yang ber-Pancasila.

Menurutnya, pendidikan yang diselenggarakan pemerintah selama ini belum mampu mewujudkan dan memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan keadilan sosial,

“Bahkan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan alasan kekhasannya akhirnya tidak memasukkan Pancasila sebagai ajaran guna mendukung output anak didik menjauh dari budi pekerti ke-Indonesiaan,” tukasnya.

Sedangkan Ketua DPP KBM DIY, Agus Subagyo mengatakan diskusi diselenggarakan sebagai refleksi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74, sekaligus dialog antar generasi KBM.(d/5)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *