Skenario Terberat, Tunda Tahun Ajaran Baru Ke Januari 2021

JakartaDetakpos-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bekerja sama dengan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) telah melakukan survei kepada guru untuk melihat persepsi dan melakukan evaluasi pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Dari hasil survei tersebut, FSG dan KPAI mendorong pemerintah membuat skenario sebagai langkah antisipatif jika krisis Covid-19 berlangsung lama.

Tahun ajaran baru 2020/2021 tetap dimulai pada Juli 2020, tetapi pembelajaran masih dilakukan secara PJJ baik daring maupun luring.  Dengan catatan strategi tersebut sudah meminimlisir kekurangan PJJ selama dua bulan ini.

Retno Listyarti Komisioner KPAI Bidang Pendidikan dan Fahriza Marta Tanjung, Wasekjen FSGI, menyampaikan  rekomendasi skenario terberatnya adalah Tahun Ajaran baru diundur menjadi Januari 2021.

Artinya ada pergeseran yang fundamental terhadap sistem pendidikan nasional. Waktu “kekosongan” pembelajaran 6 bulan ke depan bisa diisi dengan kegiatan-kegiatan edukatif.

Oleh karena keberadaan  “Kurikulum Darurat” khususnya untuk Pendidikan Dasar dan Menengah adalah menjadi kebutuhan dan keniscayaan sekarang ini.

Kurikulum ini berfungsi untuk mengantisipasi semua situasi darurat yang akan datang (jangka pendek dan panjang).

Dalam kurikulum normal, ada delapan standar nasional yang harus dipenuhi. Maka dalam Kurikulum Darurat, Kemdikbud bisa fokus pada empat standar nasional pendidikan. Standar Isi, berarti terkait dengan materi pembelajaran yang harus dirancang beda dengan situasi normal. Baik konten maupun strukturnya. Tidak mungkin dan tak bijak kurikulum (dibuat dan untuk kondisi) normal diberlakukan di masa krisis seperti ini.

Standar Kompetensi Lulusan; Standar Proses; dan Standar Penilaian, yang lebih longgar dalam pelaksanaanya. “Agar semua stakeholders punya acuan dan pedoman dalam pembelajaran.”

FSGI dan KPAI mendorong Pemerintah Daerah  memberikan perhatian dan tindakan afirmatif kepada sekolah-sekolah swasta dan guru, di tengah masa krisis ini.

Memperimbangkan  pemberlakuan PSBB, WFH, dan PJJ, maka otomatis akan berimplikasi terhadap kemampuan ekonomi keluarga karena menjadi “korban” PHK dari tempat kerja sebagai dampak covid-19.

Di antara para keluarga ada orang tua siswa yang anaknya di sekolah swasta. Menurunnya, pendapatan keluarga, bahkan mungkin kehilangan penghasilan, maka sulit membayar SPP sekolah swasta. Yayasan pun karena bergantung pada dana orang tua (SPP), akhirnya sulit mengelola sekolah dan memberikan upah bagi guru. Sehingga gurunya terancam di-PHK atau minimal dipotong 50% upahnya.

Di sinilah, kata Retno, Jumat (8/5), pemerintahan semestinya mampu mengantispisasi lonjakan sekolah swasta yang seperti ini.

Di sisi lain, pencairan Dana BOS ada kendala-kendala teknis. Maka selayaknya Pemerintah memberikan perhatian lebih/insentif” kepada sekolah swasta yang seperti ini. Tindakan afirmatif yang di luar dana BOS tentunya.

FSGI dan KPAI mendorong para guru, kepala sekolah, pengawas, dan Dinas Pendidikan daerah agar mengutamakan kualitas proses pembelajaran, ketimbang mengejar ketercapaian kurikulum.

Guru dan Kepala Sekolah jangan berorientasi untuk mengejar ketuntasan Materi Pelajaran/Kompetensi Dasar di Semester II (genap) ini.

Fleksibilitas dan kelonggaran dalam standar proses dan standar peniliaian mutlak diberikan kepada siswa. Tidak hanya meringankan beban siswa dan orang tua, tetapi juga membantu guru dalam pengurangan beban administrasi pembelajaran.

Tapi guru lebih berorientasi pada kualitas kebermaknaan dalam pembelajaran (meaningfull learning) yang dirasakan siswa.
(d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *