#YoungHealthProgramaAjak Remaja Hidup Sehat dan Peduli Gizi

JakartaDetakpos-Indonesia Emas 2045 adalah impian tentang Indonesia yang unggul dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Tentunya untuk mewujudkan impian Indonesia Emas tahun 2045 tersebut kualitas sumber daya manusia menjadi syarat mutlak. Karena itu menjadi PR besar bagi pemerintah dan masyarakat untuk mempersiapkan generasi muda berkualitas, yang akan menjadi calon pemimpin Indonesia di masa depan.

Sejatinya, di tahun 2045 Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi. Dimana angkatan usia produktif (15-64 tahun) diperkirakan berjumlah 68 persen dari total penduduk. Karena itu anak-anak Indonesia yang saat ini berusia kurang dari 1 tahun hingga 10 tahun dipersiapkan menjadi generasi emas yang akan menikmati bonus demografi tersebut, melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas kesehatan.

Tetapi apa yang terjadi bila anak-anak Indonesia yang berusia  belia saat ini ternyata menyimpan potensi  penyakit yang berbahaya di usia produktifnya? Apa jadinya jika generasi muda yang disiapkan menjadi generasi emas justru menjadi generasi yang sakit-sakitan di tahun 2045? Alih-alih mendapatkan bonus demografi, justru sebaliknya Indonesia berpotensi mengalami musibah demografi karena generasi mudanya sakit-sakitan dan tidak berkualitas.

Potensi akan banyaknya generasi muda yang sakit-sakitan pada 20 hingga 25 tahun mendatang mungkin saja terjadi. Sebab, data menunjukkan bahwa angka kematian karena Penyakit Tidak Menular (PTM) atau Non Communicable Disease (NCD), terus meningkat setiap tahun.

Menurut data yang dirilis oleh Double Burden of Diseases & WHO NCD Country Profile pada 2014, menunjukkan bahwa angka kematian karena PTM meningkat drastis. Jika pada tahun 1990 angka kematian akibat PTM baru mencapai 58%, pada 2014 angka tersebut naik menjadi 71%.

Data Riset Kesehatan Dasar atau  Riskesdas tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular dibandingkan Riskesdas 2013. Prevalensi kanker misalnya, naik dari 1,4 persen (2013) menjadi 1,8 persen (2018). Prevalensi stroke naik dari 7 persen menjadi 10,9 persen.

Berdasarkan pemeriksaan gula darah, prevalensi diabetes melitus naik dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen; dan dari hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ancaman signifikan NCD dikaitkan dengan perilaku berisiko seperti penggunaan alkohol, penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat dan aktivitas fisik yang tidak baik. Dan yang mengkhawatirkan, keempat perilaku berisiko ini begitu lekat dengan kaum muda di Indonesia.

Penelitian dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa sementara 24,7% dari orang muda berusia 15-19 tahun merokok pada tahun 2001, ini meningkat menjadi 54,8% pada tahun 2016, sementara untuk konsumsi minuman berakohol Data dari Survei Kesehatan Reproduksi Dewasa Muda Indonesia (IYARHS) 2013-14 menunjukkan bahwa pria berusia 15-24 lebih cenderung  mengonsumsi   alkohol daripada wanita dari kelompok usia yang sama. Sebanyak 34% pria mengonsumsi alkohol pada suatu waktu, sementara persentase yang sangat kecil (2%) minum setiap hari. Seperti merokok, usia merupakan factor penting dalam penggunaan alkohol awal. Di antara pria yang pernah mengonsumsi alkohol, 13% mulai minum pada usia 14 dan 43% pada usia 16 tahun.

Prihatin dengan tingginya perilaku berisiko di kalangan remaja, Lentera Anak bersama Puskesmas Kecamatan Jagakarta Jakarta Selatan, menggelar rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Gizi Nasional 2020.

Rangkaian kegiatannya berupa lomba Abang None Gizi, lomba Jingle Gizi Milenial, lomba Stand up comedy, Vlog Gizi Milenial, Pidato antar-Pesantren tema Gizi Milenial dan Talkshow. Acara ini digelar di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan, Jakarta Selatan, hari ini (27/01/2020).

Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, menyatakan kegiatan yang melibatkan para tenaga kesehatan dan puluhan pelajar SMP-SMA di wilayah Jakarta Selatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan generasi milenial tentang gizi yang baik dan seimbang serta pentingnya aktivitas fisik bagi kesehatan.

“Kami mendorong kaum milenial lebih sadar gizi karena gizi yang baik akan membuat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan remaja menjadi optimal. Indonesia membutuhkan remaja Indonesia yang sehat, produktif, kreatif, dan kritis untuk menjadi generasi emas di tahun 2045,” kata Lisda.

“Acara hari ini merupakan rangkaian dari acara menyambut Hari Gizi Nasional 2020 yang sudah berlangsung di kelurahan Pabuaran, Cibinong, pada 19 Januari lalu. Acara itu diikuti puluhan warga kelurahan Pabuaran, penggerak PKK, remaja Karang Taruna, yang mengadakan acara jalan sehat serta   mendapatkan penyuluhan tentang gizi seimbang. Komponen gizi seimbang tidak hanya meliputi makanan bergizi, tetapi juga mencakup komponen pendukung seperti mencuci tangan dengan sabun, minum air putih yang cukup dan melakukan aktivitas fisik. Selain itu, LurahPabuaran juga meresmikan posyandu remaja yang dapat menjadi pusat edukasi tentang kesehatan di wilayah Pabuaran,” lanjut Lisda menjelaskan.

Lisda menambahkan, Lentera Anak dan Yayasan GAGAS bekerjasama dengan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) dan AstraZeneca sudah hampir dua tahun ini memfasilitasi Program Kesehatan Remaja (Young Health Programme) untuk mengatasi faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) di kalangan remaja yang berfokus pada penggunaan tembakau dan kampanye anti rokok, konsumsi alkohol yang berbahaya, diet tidak sehat, dan kurangnya aktifitas fisik atau olahraga yang dapat menyebabkan PTM di kemudian hari.(d2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *