Poros Versus Koalisi

Oleh :  A Adib Hambali *)

KONGRES V PDI Perjuangan di Sanur, Bali digelar 8-10 Agustus 2019, telah usai. Forum tertinggi partai itu berlangsung “adem ayam” , jauh dari hiruk pikuk kebiasaan rivalitas kandidat partai.

Pasalnya aspirasi mayoritas warga partai pemenang Pemilu 2019 tersebut tinggal telah bulat dan tinggal mengetuk palu Megawati memimpin  lagi partai berlambang kepala banteng periode 2019-2024.

Yang mengemuka pada Kongres V justru sinyal Partai Gerindra bergabung ke koalisi Jokowi yang dianggap menguat setelah momentum pembukaan kongres

Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto seakan menjadi bintang di acara tersebut dengan berkali-kali disapa oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Dalam pudatonya Megawati bahkan menyapa secara khusus mantan calon wakil presidennya di pemilihan umum 2009 itu. Sedangkan ketua umum partai koalisi Joko Widodo yang lain tidak disebut namanya oleh Megawati.

Prabowo Subianto pun sebelumnya menyatakan akan menyusun gagasan di bidang ketahanan pangan dan energi untuk diajukan kepada pemerintahan Jokowi. Sejumlah sumber juga menyebut Gerindra mengincar kursi Kementerian Pertanian. Namun, anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade mengklaim partainya belum bicara ihwal menteri

Prabowo hanya menyampaikan gagasan soal kedaulatan pangan, kedaulatan energi, lalu bagaimana soal pengelolaan BUMN yang baik, itu saja.

Tarik menarik soal siapa mendapat apa dan siapa mendapat berapa kursi kabinet masih terus berlangsung.

Di satu sisi, wajar saja jika partai-partai koalisi pengusung pasangan Jokowi-Amin yang telah bekerja keras bersama-sama memenangkan presiden incumbent tersebut menuntut agar kursi kabinet adalah milik pemenang.

Suhu politik menjelang pelantikan Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pembentukan Kabinet Kerja jilid II semakin memanas,
menyusul kabar terbentuknya poros Kartanegara dan Teuku Umar pasca-Pilpres 2019.

Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri telah bertemu dua kali yang mengisyaratkan terbentuknya poros tersebut.

Spekulasi penolakan dari partai koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin pun muncul. Partai Golkar, PKB, Nasdem dan PPP menyatakan sebaiknya Gerindra mengambil  sikap oposisi demi tegaknya demokrasi.

Bahkan Ketua Umum Nasdem bermanuver politik bertemu dengan Gubernur DKI Anies Baswedan, dan pimpinan parpol koalisi menggelar pertemuan minus PDI Perjuangan.

“Bisa menyebabkan terbentuknya poros baru yang kurang begitu happy dengan pertemuan poros Kertanegara dan Teuku Umar,”kata Waketum Gerindra Arief Poyuono. (Detakpos Minggu, 11/8).

Jika poros baru terbentuk dari tujuh parpol di luar PDI Perjuangan dan Gerindra, menurut Arief, maka mereka berharap bisa melakukan posisi tawar yang lebih besar dan kuat  kepada Joko Widodo nantinya, dan poros Teuku Umar- Kertanegara bisa bisa kerepotan.

Jika tujuh parpol menekan Joko Widodo dengan mengancam akan di luar
pemerintahan, ini yang perlu diantisipasi.

Hal ini bisa terjadi karena tujuh parpol tersebut mempunyai chemistry hubungan yang kuat juga.

Misal, kata Arief, Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyno (SBY),  dengan Surya Paloh juga dekat, SBY dengan Ketum PKB Muhaimin juga dekat, SBY dengan Golkar juga memiliki kedekatan begitu Juga dengan yang Lain.

Belum lagi SBY dengan elite di luar kekuatan parpol, dia juga mempunyai kedekatan, misalnya, SBY-Luhut Binsar Panjaitan, Hendropriyono yang bisa disebut three musketer general  pengatur kekuasaan di republik ini . Koalisi Kartanegara-Teuku Umar jangan menganggap enteng SBY.

Apalagi Joko Widodo sangat membutuhkan dukungan politik penuh untuk menuntaskan program programnya agar sukses di periode kedua ini.

Direktur Rumah Demokrasi Indonesia Fernando Emas menilai penolakan dari partai koalisi PDIP yang ada di DPR terhadap Gerindra merupakan hal yang serius.

Empat partai koalisi pastinya takut berkurang jatah menteri yang akan mereka terima. Selain itu akan kehilangan menteri strategis yang mereka dapatkan karena diinginkan oleh Gerindra.

“Saya tidak yakin kalau Golkar, PKB, Nasdem dan PPP mau kehilangan kursi menteri pada kabinet Jokowi-Amin karena keluar dari koalisi.”

Bagaimana pun empat partai tersebut tidak mau kehilangan karena pos menteri dijadikan oleh partai sebagai sumber dana partai dan program-program yang bisa dimanfaatkan oleh partai untuk kepentingan 2024.

Kehadiran sahabat koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin pada Kongres V PDI Perjuangan di Bali bisa jadi dimanfaatkan oleh Mega untuk menunjukkan bahwa PDIP sudah punya sahabat dalam menghadapi kompetisi 2024.

Menjadi peringatan dini bagi Nasdem, PKB, PPP dan Golkar agar tidak terlalu “genit” kalau ingin bermanuver.

Namun, di sisi lain ada kepentingan bangsa lebih besar lagi yang harus di dahulukan, yakni, terjaganya situasi politik yang kondusif agar rencana pembangunan pemerintahan Jokowi jilid II dapat dituntaskan dengan baik.

Pilihan rekonsilasi atau tidak, harus diletakkan pada kepentingan bangsa. Caranya dengan memberikan kesempatan penuh kepada Presiden untuk menggunakan hak prerogatif  dalam menentukan kabinet.

Termasuk juga soal keputusan rekonsilasi terbatas atau tidak. Dan sebaiknya partai-partai politik termasuk Gerindra dan lain-lainnya siap mengawal dan bekerja dalam Kabinet Jokowi hingga 2024.

*) Redaktur Senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *