ANAS Sang Pahlawan Itu telah pergi, Tapi Suaranya Akan Terus Nyaring

Oleh Kang Yoto

Kepergian mas Anas (pimred Radar Bojonegoro) meninggalkan rasa kehilangan yang dalam. Hari ini, 28 oktober, hari yang yang dikenang sebagai sumpah pemuda, engkau pergi dalam usia yang muda.

Mas Anas satu diantara orang yang sangat peduli dengan sejarah “Kesejahteraan Bojonegoro”. Hanya dengan memahami sejarah: masalah dan usaha solutifnya maka kesejahteraan bersama dapat diwujudkan.

Apa yang menyebabkan kemiskinan endemik warga Bojonegoro di awal abad 20 dan usaha apa saja yang pernah dilakukan Pemerintah dan warganya adalah pelajaran sejarah yang sangat berharga hari ini.

Mas Anas tidak sekedar berteriak, lewat kewartawanannya seluruh idealisme dan kemampuannya dicurahkan. Dibalek seluruh daya kritis, logika dan kebenaran yang dibangun hanya ada satu semangat orang Bojonegoro harus cerdas dan terus memperbaiki cara membangun: mengatasi kelemahan dan meningkatkan kompetensi solutif personal maupun kolektif.

Kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan inilah sejatinya musuh utama rakyat Bojonegoro. Baginya kemajuan bukan pada apa yang terlihat secara fisik, tapi kompetensi lunak budaya berkemajuan, pikiran solutif, sinergitas dan ketrampilan vocasional.

Jalan atau gedung dan hal hal yang fisik hanyalah buah dari soft competency tersebut.
Politisi dan pendidik seperti saya sangat merasakan pesannya dari semua tulisannya di Radar, Blog pribadi atau Bukunya.

Bagi saya Mas Anas itu pahlawan pembangunan Bojonegoro. Terakhir bertemu di Bakung saat Ngaji Urip sebulan setengah yang lalu. Saya memberinya Buku Homo Deus, buku kedua Noah Hariri, ahli sejarah kehidupan.

Saya sengaja beli double buku tersebut agar saya bisa berdiskusi mendapatkan berbagai ide baru. Menurut Noah, sejak lama umat manusia melawan kelaparan, wabah sakit dan konflik.

Usaha ini cukup berhasil, kini manusia (homo sapiens) sedang mengerjakan proyek sejarah: wujudkan hidup lebih bahagia, melawan kematian (memperpanjang usia hingga rata rata 150 tahun) dan menjadi homo deus atau menjadi dewa kebajikan bagi sekitarnya.

Beberapa hari terakhir saya meneleponnya tapi tidak sambung. Saya sudah membayangkan pertemuan indah produktif dengan Mas Anas.

Bagaimana kita berdua saling setuju atau melawan tesis Noah Hariri. Saya ingin mendapatkan sudut pandangnya bukan hanya untuk Bojonegoro tapi juga untuk Indonesia dan umat manusia.

Kami ingin terus menjadi bagian dari sejarah pembangunan Bojonegoro dan Indonesia dengan cara kami masing masing. Saya harus menelan kembali semua keinginan itu saat subuh tadi mendengar berita kepergiannya. Allahumma yarhamhu wa’fuanhu.

Semangatmu akan terus menyala, dan menjadi lentera buat kita semua. Aku yakin engkau khusnul khotimah. Semoga keluarga dan kami ridho melepasmu. (*)

Gresik, 28 Oktober 2018.

Kang Yoto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *