Asa Jaga Golkar dari Oligarki

Oleh : A Adib Hambali

DALAM sistem demokrasi seperti di Indonesia, partai politik merupakan elemen penting, karena
memiliki peran strategis sekaligus vital, yakni menjadi pihak yang diberikan kepercayaan politik oleh rakyat melalui mekanisme keterwakilan di parlemen maupun eksekutif.

Dalam alur linier, partai politik tepat berada di tengah antara warga negara sebagai konstituen dengan negara sebagai pelaksana tertinggi pemerintahan.

Namun dalam kenyataan, praktik ideal partai politik tersebut lebih sering tidak terlaksana. Secara internal, partai politik bahkan kerap kali gagal mempraktikkan mekanisme demokrasi dan terjebak dalam budaya oligarki.

Dalam sebuah negara demokrasi, termasuk Indonesia, miniatur pengelolaan lalu lintas kehidupan politik bisa dilihat dari tata kelola partai politik. Jika dikelola sangat baik, maka pengelolaan kehidupan politik di negara juga baik. Begitu juga sebaliknya. Karena itu, untuk membenahi dan memajukan Indonesia, terlebih dahulu harus dibenahi dan dimajukan partai politik.

Menjaga dan merawat demokrasi adalah menjaga dan merawat partai politik. Demokrasi telah dipilih menjadi cara hidup (way of life) dalam berbangsa dan bernegara, dan partai politik adalah batang tubuhnya.

Negara demokrasi kuat jika partai politik kuat. Negara demokrasi rapuh jika partai politik keropos.

Semua instrumen yang bekerja pada negara terlebih dahului melalui assessment partai politik.

Bisa dibayangkan jika partai politik terkelola dengan buruk, taruhannya tentu masa depan rakyat, masa depan bangsa dan negara.

Perlu disadari, partai politik lahir untuk mengemban tugas-tugas besar, kerja-kerja luhur dan penuh kemuliaan. Karena itu, seluruh visi dan misi partai politik tidak pernah membicarakan tentang hal hal kecil, remeh temeh atau pribadi-pribadi orang per perorang. Tetapi, partai politik membicarakan hal-hal besar, membicarakan bangsa, umat, negara serta khalayak seluruhnya.

Partai Golkar sebagai partai politik tertua di Indonesia yang pada bulan Desember 2019 nanti akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional untuk memilih ketua umum, mempunyai sejumlah catatan.

Terlebih, setelah melihat perolehan suara Pemilu 2019, kehilangan 1,2 juta suara dan 6 kursi DPR RI, Partai Golkar harus melakukan konsolidasi membangun kembali kekuatan dengan merangkul semua golongan dan komunitas.

Selain untuk kepentingan masa depan Partai Golkar, akumulasi semua sumber kekuatan nasional itu diperlukan untuk membentengi Pancasila dan merawat serta memperkokoh persatuan-kesatuan bangsa. Di masa lalu, Sekber Golkar berhasil mengakumulasi kekuatan yang bersumber dari ratusan organisasi, yang kemudian dikelompokan dalam tujuh Kelompok Induk Organisasi (KINO), antara lain Kosgoro, Soksi dan MKGR, serta sejumlah organisasi kepemudaan dan keagamaan.

Catatan singkat tentang peran strategis Partai Golkar di masa lalu tersebut, perlu dikedepankan lagi agar semua unsur di dalam keluarga besar Partai Golkar paham betapa bangsa dan negara sangat membutuhkan Partai Golkar.

Sebagai partai yang terbukti menjadi penjaga dan pengamal Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, Partai Golkar di masa lalu juga mampu menjalankan peran sebagai perekat keberagaman bangsa, sehingga turut menjadi kekuatan politik yang tak terpisahkan dari eksistensi Indonesia.

Maka, karena panggilan sejarah pula, takdir itu harus diaktualisasikan lagi karena kehendak zaman. Termasuk menyatukan kembali berbagai kekuatan yang lama terserak menjadi satu kekuatan penuh, termasuk para purnawirawan dan keluarga TNI/Polri serta Satkar Ulama, MDI dan Al Hidaiyah yang selama ini jalan sendiri-sendiri.

Sudah saatnya Partai Golkar melakukan re-branding untuk menyesuaikan diri terhadap tantangan zaman. Agar dapat terus menerus melakukan akselelari dan modernisasi agar Partai Golkar melepaskan diri dari stigma ‘Partai Jadul’, menjadi Partai masa depan yang memberikan kebanggaan dan harapan bagi generasi milenial.

Golkar harus mau melakukan perubahan dari dalam agar mampu berbaur dengan generasi milenial yang demokratis dan anti-ketergantungan. Golkar bisa membentuk gugus tugas khusus yang pro aktif untuk lebih dekat dengan generasi milenial.

Pola lama dalam upaya merangkul konstituen atau simpatisan partai harus diubah, disesuaikan dengan perilaku dan budaya milenial.

Kontestasi

Kontestasi masih menjadi ciri khas Golkar, mengindikasikan bahwa Golkar merupakan partai jauh dari sikap oligarki. Adanya kontestasi, yang masih menjadi ciri khas Golkar, mengindikasikan bahwa Golkar merupakan partai politik yang masih jauh dari nilai-nilai oligarki.

Dalam iklim demokrasi dan keterbukaan saat ini, pengaruh kekuatan oligarki sangat dominan di partai lain selain Golkar. Ini adalah tantangan yang harus dipertahankan oleh Golkar.

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Jenggala Center, Rabu (13/11/2019), pengamat politik sekaligus pemilik lembaga survei, Saiful Mujani menjabarkan paparan lanskap perpolitikan dalam tubuh Partai Golkar.

Dicontohkan seperti kekuatan kapital memang sering dijadikan alat utama dalam dinamika perpolitikan partai partai saat ini. Banyak kita lihat kekuasaan dipegang oleh beberapa orang kuat dalam partai. Nah, di Golkar karena ada rivalitas dan kontestasi sesama kader. Ini mengindikasikan bahwa Partai Golkar jauh dari oligarki.

Alasan lain Golkar jauh dari kepentingan oligarki adalah, partai ini memiliki kekuatan dan kecakapan dalam mengolah organisasi maupun perpolitikan di antara para kader. Bisa dilihat dalam kontestasi yang sedang ramai saat ini. Jadi situasi seperti ini jelas demokratis dan dinamis.

Memang jelas, Golkar milik para kader-kadernya. Bukan partai boneka yang bisa dimainkan oleh segelintir kelompok kepentingan saja.

Itulah sebab musabab, mengapa partai Golkar bukan partai boneka. Karena di sini para kader menjaga dinamika dan iklim demokrasi para kader untuk memberikan suasana kontestasi, sehingga keriuhan seperti ini wajar dan menunjukan kekuatan internal.

*)Redaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *