“Badai Al-Aqsa”

Oleh: AAdib Hambali *

SERANGAN roket milik pejuang Harakat Al-Muqawamah Al-Islamiyah (Hamas) ke tanah Israel Sabtu, 7 Oktober 2023 lalu berhasil mengagetkan  Israel. Operasi militer yang dinamakan Al-Aqsa Storm atau Badai Al-Aqsa ini  menghancurkan banyak instalasi militer, menawan puluhan prajurit, sekaligus menciptakan kepanikan di tengah-tengah masyarakat Israel.

Israel kaget dan panik dengan serangan Hamas kali ini. Pasalnya, setelah sekian lama konflik Hamas-Israel terjadi, bisa dikatakan Badai Al-Aqsa merupakan operasi militer Hamas paling sukses dalam satu dekade terakhir.

Dikatakan sukses karena serangan ini berhasil tembus sampai Tel Aviv dan berdampak signifikan terhadap Israel. Badai Al-Aqsa menjadi bukti bahwa perlawanan atas pendudukan Israel masih ada dan masih bisa memberi ancaman signifikan terhadap Israel.(arina.id, (10/10/2023).

Perang antara Israel – Hamas (Palestina) masuk hari kelima, (Rabu, 11/10/2023), LSI Denny JA mencatat  sudah 2.000 orang tewas. Sebanyak 200.000 rakyat Palestina mengungsi. Sekitar 800 rumah rata dengan tanah. Sebanyak 5.400 rumah rusak parah. Dan  dua juta manusia terkena dampak berat hidup di wilayah perang.

Pasokan  listrik diputus. Jalur air diganggu. Supply makanan diblokir.  Di  jalur Gaza, penyakit, kelaparan, rasa takut, rasa terancam, cemas, kini meraja  rela.

Lihatlah  puluhan ribu anak-anak di sana. Mereka tak mengerti apa yang terjadi, tapi ikut menderita jiwa dan raga karenany

Data yang dipublikasi European Council on Foreign Relations (ECFR) berjudul Mapping Palestinian Politics, secara umum, peta politik Palestina bisa dibedakan ke dalam tiga faksi politik: sayap kiri, kanan, dan tengah.

Di kubu sayap kiri, ada Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP), Democratic Front for the Liberation of Palestine (DFLP), Palestinian People’s Party (PPP), dan Palestine Liberation Front (PLF). Semuanya merupakan organisasi yang perspektif politiknya kiri dalam artian menggunakan marxisme/komunisme/sosialisme sebagai basis ideologi.

Mereka tidak menggunakan agama sebagai basis perjuangan, karena itulah mereka disebut kelompok sekuler. Mereka mengambil jalan perjuangan perlementer sebagai upaya pembebasan Palestina. Hanya saja, mereka tidak anti sepenuhnya terhadap strategi perang bersenjata apabila diperlukan.

Sedangkan di faksi tengah atau moderat ada Fatah, Palestine Democratic Union (FIDA),  Palestine Popular Struggle Front (PPSF) dan Palestinian National Initiative (Al-Mubadara).

Kelompok ini juga tidak memakai agama sebagai basis ideologi. Ideologi mereka cenderung liberal dengan menjunjung nasionalisme bangsa Arab. Strategi perjuangan mereka lebih moderat daripada kelompok kiri.

Mereka masih percaya ada solusi damai dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina. Kelompok sayap kiri dan tengah cenderung melihat konflik Israel-Palestina sebagai persoalan politik, bukan permasalahan agama.

Mereka lebih menyoroti bagaimana pencaplokan wilayah Palestina oleh Israel selama puluhan tahun ini. Kubu sayap kiri maupun tengah, kecuali Al-Mubadara merupakan anggota Palestine Liberation Organization (PLO) atau pemerintahan politik Palestina. PLO inilah yang menjadi lembaga resmi apabila terjadi perundingan antara Palestina dengan Israel.

Di kelompok sayap kanan, ada Hamas, Islamic Jihad (PIJ), dan Popular Resistance Committees. Mereka disebut kelompok Islamis karena menjadikan Islam sebagai ideologi perjuangan. Mereka melihat konflik Israel-Palestina bukan hanya soal konflik politik tentang tanah, tapi juga soal agama.

Mereka menganggap konflik Israel-Palestina sebagai lanjutan perang panjang antara umat Islam dan pemeluk Yahudi di masa lalu. Karena itulah kubu sayap kanan sangat anti Israel.

Mereka menolak berunding dan lebih memilih jalur perang bersenjata sebagai jalan mewujudkan pembebasan Palestina. Kubu sayap kanan juga bukan anggota PLO. Mereka menolak bergabung dengan PLO karena dianggap tidak efektif dalam proses perjuangan melawan Israel.

Perbedaan fundamental antara ketiga spektrum politik ini terlihat pada bagaimana mereka melihat Israel. Kubu sayap kiri dan tengah cenderung mengakui eksistensi Israel sebagai negara. Makanya kedua kubu ini bisa menerima perundingan sebagai jalan mengatasi konflik

Sedangkan kubu sayap kanan sama sekali tidak mengakui keberadaan Israel sebagai negara berdaulat. Bagi mereka, Israel adalah penjajah yang menduduki tanah mereka. Karena itu mereka menolak berunding dan memilih berperang dengan Israel sampai mati. Perbedaan semacam ini acapkali menimbulkan perseteruan di internal pejuang Palestina

Tiap kelompok yang terlibat dalam konflik Israel-Palestina punya dasar argumentasi masing-masing. Umumnya ada dua kacamata untuk melihat konflik Israel-Palestina. Ada yang melihat menggunakan kacamata agama, ada pula yang menggunakan kacamata politik. Kedua pendapat ini sahih karena digunakan oleh tiap pihak yang berkonflik sebagai legitimasi atas tindakan mereka.

Mereka yang memakai kacamata politik melihat konflik Israel-Palestina sebagai persoalan pendudukan tanah Palestina oleh orang Israel secara sepihak. Pendudukan ini berhasil karena didukung oleh kekuatan barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan sekutunya. Sedangkan yang melihat menggunakan pendekatan agama berpendapat bahwa konflik Israel-Palestina merupakan lanjutan dari perang panjang antara umat Islam dan  pemeluk Yahudi.

Melihat situasi yang kompleks di internal Palestina ini  ketika bertemu dengan Presiden Palestina, Yasser Arafat, dalam kunjungan kenegaraan ke Indonesia, Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selaku Kepala Negara menegaskan, Indonesia terikat kepada keputusan yang dulu, yaitu hak untuk mencapai perdamaian di Palestina, terserah pada orang-orang Palestina sendiri.(Kompas 17 Agustus 2000).

Di manakah ujung dari   perang antara Israel dan Hamas sekarang ini terkait kondisi riil saat ini? Denny JA memprediksi bakal ada tiga skenario.

Pertama, gencatan senjata akan terjadi secepatnya. Itu hasil inisiatif dari Israel dan Hamas sendiri, ataupun ini dipaksakan oleh dunia internasional. Misalnya ini intervensi oleh PBB, Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Semua menyadari. Perang ini tak akan dimenangkan oleh siapapun. Menambah waktu perang, hanya menambah jumlah korban dan derita, semakin lama semakin banyak.

Skenario kedua: perang ini akan terus berlanjut berbulan-bulan, mungkin juga melampaui setahun.  Ia mengulangi durasi perang yang terjadi di Rusia melawan Ukrania sekarang in

Mengapa  perang ini berarut-larut?  Israel merasa bisa menumpas Hamas. Tapi ternyata Hamas tak bisa ditumpas secepat itu. Hamas merasa bisa mengalahkan Israel. Apalagi Israel, ia pun tak bisa dikalahkan secepat itu.

Yang tersisa akhirnya perang yang berlarut-larut dan korban manusia yang juga bertambah.

Skenario ketiga, terjadi satu solusi yang lebih permanen yaitu berdirinya dua  negara yang merdeka, berdaulat dan berdamai. Israel yang merdeka. Di sisinya, Palestina yang juga merdeka.

Tapi mengapa solusi dua negara ini tak kunjung bisa selesai? Itu karena mereka selalu buntu untuk batas teritori. Dimanakah batas negara Israel itu harus diterapkan?

Apakah batas Israel adalah batas yang sekarang ini? Ataukau batasnya adalah batas sebelum perang dengan Arab di tahun 1973? Itu dua batas yang sangat berbeda.

Kedua, bagaimana  posisi Yerusalem? Apakah seluruhnya akan menjadi Ibu Kota Israel? Atau  Jerusalem akan dibagi dua,  sebagian untuk Israel, sebagian lagi untuk Palestina?

Ini solulsi “land for peace.” Berikan  kami tanah ini, maka kami akan beri damai yang kalian minta. Baik Israel dan Palestina meminta tanah yang menjadi sengketa. Baik Israel dan Palestina tak mau memberi tanah itu.

“Negosasi perebutan tanah  ini tak kunjung selesai, dari dulu hingga sekarang. Inilah pangkal muara, yang menjadi ibu kandung konflik yang hingga kini  beranak pinak kekerasan, ” tutur Denny JA.

“:Redaktur senior detakpos.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *