Berniat Baik, Ketrampilan Vital di Era 4.0 Industri

Oleh: Suyoto *)

Sayang belum banyak metode yang mengajarkannya

Sejak kecil kita sering mendengarkan sebuah kalimat yang menyatakan : “segala sesuatu itu tergantung niatnya”.

Sesuatu itu bisa berupa sebuah keputusan, aktivitas,  program namun bisa juga  misi hidup. Keputusan berkuliah atau bekerja, kuliah jurusan apa di mana, memilih pasangan hidup, bekerja apa dan di mana, memilih calon wakil rakyat atau pemimpin eksekutif dan masih banyak kemungkinan hal hal lain yang memerlukan keputusan, semua ini termasuk wilayah niat atau berniat.

Sebab, saat hendak membuat keputusan itulah aktifitas berniat terjadi. Rasulullah Muhammad saat berhijrah ke Madinah mengingatkan kepada para mengikutnya tentang betapa pentingnya berniat, niatlah yang akan menentukan hasil sebuah proses.

Otto Scharmer, penulis Theory U, dosen senior MIT di Boston USA menempatkan niat atau intention pada posisi sentral proses transformasi diri dalam usaha menghadirkan masa depan yang lebih baik. Every thing depent on your intention, segala sesuatu itu tergantung niatmu.

Keputusan tentang misi hidup akan menentukan seluruh perjalanan hidup seseorang. Perjalanan ini dapat membedakan seorang anak dengan orang tuanya, sekelompok masyarakat dengan kelompok lainnya, satu generasi dengan generasi lainnya.  Misi hidup memberi raison de entre atau alasan kenapa dan untuk apa kita hidup.

Keputusan menentukan misi hidup ini sesungguhnya adalah bentuk aktif dari berbagai keyakinan yang ada dalam diri. Kepercayaan terhadap rukun iman, rukun Islam, berbagai ajaran agama, ditambah pandangan dan wawasan kebangsaan, seperti:  NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan cita cita kemerdekaan hanya akan membuahkan gerakan, program dan  aktivitas atau amal  setelah misi hidup ditetapkan atau tepatnya diniatkan seseorang atau sekumpulan orang.

Tanpa diniatkan dan terintegrasi dengan misi hidup, cita cita dan keyakinan akan terus berada dalam angan . “Saya akan menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama, saya ingin menjadi hamba Allah yang baik, bahagia dunia akhirat,  saya akan menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan bernegara, saya ingin bahagia dan membahagiakan kedua orang tua saya” pernyataan ini sebagian dari pernyataan misi hidup yang kerap dinyatakan seseorang.

Misi hidup yang diniatkan ini akan berperan sebagai induk dari niat lainnya. Keputusan dalam aspek keluarga, pendidikan, sosial, politik, spiritual dan segala aktifitas yang mengikutinya, termasuk tujuan jangka pendeknya dibuat dengan niat yang mengacu pada niat induk  misi hidup seseorang.

Kenapa saya menikah dengan si A, mengambil bidang keahlian B, berusaha bekerja dalam bidang C dan memilih aktif di dunia sosial D, lalu memiliki pilihan politik F. Normalnya, semua pilihan ini dapat dijelaskan dengan keterkaitannya dengan misi hidup seseorang.

Fungsi Niat!

Seseorang akan disebut konsisten atau istiqomah jika seluruh keputusan, program hidup, aktivitas dan tujuan jangka pendek kehidupannya segaris dengan misi hidupnya.

Selanjutnya  misi hidup ini akan menjelma menjadi energi spiritual yang akan berfungsi minimal dalam tiga hal: pertama kesanggupan untuk mengevaluasi apa yang berlalu (dalam bahasa spirtual Islam disebut dengan muhasabah, melepaskan yang negatif (let it go) dan mengambil yang positif.

Kedua sebagai pengarah bagi semua keputusan, program, aktifitas dan tujuan jangka pendek. Ketiga, sebagai penguat atau energi ekstra yang menggerakkan diri seseorang dan pengelolaan semua sumber yang dimiliki dalam menggapai tujuan jangka pendek yang telah diputuskan.

Hidup ini adalah perjalanan dan berbagai tantangan akan selalu dihadapi sepanjang perjalanan. Setiap manusia memerlukan kemampuan untuk beradaptasi dengan krisis, energy berlimpah untuk terus mendaki dan tidak mudah terlena saat suasana  hidup menyenangkan.

Kemampuan ini akan lahir dan berkembang pesat jika seseorang memiliki kemampuan atau ketrampilan berniat baik berupa niat induk atau misi hidup dan niat ikutan yang secara terus menerus harus dilakukan seiring perjalanan hidup seseorang.

Mengapa Millenial?

Anak anak generasi millenial 2000an, sebutan untuk mereka yang lahir setelah tahun 2000, memerlukan ketrampilan berniat yang jauh lebih baik dibanding dengan generasi orang tua atau kakeknya. Situasi kehidupan sudah jauh berkembang, cita cita formal seperti menjadi guru, pegawai negeri, Polisi atau TNI tidak lagi relevan. Perubahan sosial dan peluang ekonomi baru cepat sekali datang dan pergi. Anak anak perlu melihat dan memahami kehidupan, menetapkan misi dan membuat berbagai keputusan serta program, aktiftas dan tujuan jangka pendeknya. Survey deloid akhir tahun 2017 mengingatkan bahwa 67 persen anak anak millenial merasa belum dipersiapkan menghadapi hidupnya.

“Apa misi hidup, apa misi berkeluarga, apa tujuan belajar, tujuan kerja, dan tujuan tujuan lainnya” generasi millenial 2000 harus terampil merumuskannya dan menggunakannya dalam tiga fungsi niat dalam segala situasi ke depan.

Saat ini generasi ini telah mulai merumuskan niat induk dan niat niat lainnya, namun masih bersifat sementara. Mereka masih sangat membuka diri untuk semua kemungkinan niat baik (open will), namun memerlukan sesegera mungkin rumusan misi hidup yang akan menjadi niat induk hidupnya. Sementara untuk hal lain yang menjadi ikutannya dan memerlukan niat, prosesnya masih akan terbuka sampai menemukan semua kemungkinan yang lebih baik.

Seiring dengan ini maka diperlukan suasana dan pendampingan yang merangsang lahirnya situasi open will dan semua niat baik.

Bermiat  itu seni membuat keputusan dan tekad untuk sesuatu yang akan digapai. Niat baik adalah produk dari keputusan dan tekad yang diyakini akan menjadikan hidup lebih bersemangat, lebih kuat dan lebih bermakna. Niat baiklah yang menjadi penghubung antara masa lalu, kini dan masa depan seseorang dengan semua kemungkinan  lingkungan kehidupan seseorang. Rumus kehidupan mengatakan kebaikan akan terbalas dengan kebaikan.

Seseorang akan hidup dari buah yang diperbuat. Perbuatan hanya akan lahir dari niat. Karena itu  sungguh betapa pentingnya kemampuan berniat baik itu sepanjang kehidupan berlangsung.

Namun, siapa yang bertanggung jawab mendidik atau melatih generasi millenial ini? Tentu saja semua pihak, namun kalau diurutkan: Pertama tama: keluarga, Kedua, lembaga pendidikan: guru, pimpinan, mereka yang terlibat dalam ekstra dan intra kurikuler. Ketiga:  lembaga keagamaan dan Keempat: kolega dan para tokoh publik yang memungkinkan menjadi refrensi generasi millenial 2000.

Sebagai lembaga pendidikan tinggi Univesitas Muhammadiyah Gresik sangat konsen terhadap upaya peningkatan ketrampilan berniat baik dalam hidup.

Mata kuliah agama, kemuhammadiyahan, dan kewarganegaraan menjadi pintu utama agar para mahasiswa memiliki pandangan dunia akherat dan kesadaran kesejarahan dunia dan keIndonesiaan dan mengambil peran yang tepat.

Mata kuliah ini dirancang agar mahasiswa mampu menurunkan sistem keimanan dan kebangsaan menjadi niat induk atau misi hidup dan mata rantai niat lainnya yang mengikuti.

Metode refleksi diri baik secara personal dan kolektif diajarkan dan dipraktekkan agar mahasiswa secara langsung dapat melatih tiga fungsi niat dalam kehidupan nyata. Metode reflektif juga digunakan oleh semua tenaga pendidik untuk menghubungkan ketrampilan sesuai bidang ilmu dengan misi hidup para mahasiswa. Suasana  kehidupan kampus, pola komunikasi diluar kelas, aktifitas kemahasiswaan dan intra kurikuler dirancang  dalam atmosphere yang merangsang peningkatan ketrampilan niat baik.

Kita semua berharap generasi millenial 2000 akan menjadi generasi yang kuat lahir batin sehingga sukses mengarungi kehidupan. Hanya dengan ketrampilan berniat baik yang tinggi maka kelak mereka tidak mudah goyah, kehilangan kekuatan, gagal fokus,  dan tidak menjadi manusia hipokrit atau munafik. Lihatlah betapa banyak manusia politik dimana antara apa yang dinyatakan dengan apa yang dikerjakan berjarak sangat jauh. Betapa banyak orang yang saat memulai sesuatu tampak berniat mulia tapi belok, menjauh dari cita cita kemanfaatan publik.

Kemampuan berniat positif sungguh sudah lama disadari pentingnya, namun sayang belum banyak usaha dalam praktek didaktif metodik yang sistematis.

*) Dr. Suyoto, M.si, dosen Univesitas Muhammadiyah Gresik, Bupati Bojonegoro (2008-2018)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *