Bung Karno Pun Butuh Fatwa KH Hasyim Asy’ari

Oleh : AAdib Hambali (*

BEREDAR Video Sukmawati Soekarnoputri yang membandingkan Bung Karno dan Nabi Muhammad SAW di media sosial.

Dalam video itu, Sukmawati Soekarnoputri tampak mengucapkan kalimat dalam sebuah forum. Ia berdiri di atas mimbar dan berbicara menggunakan pengeras suara. Berikut cuplikan ucapanya:

“Mana lebih bagus Pancasila sama Al Quran? Gitu kan. Sekarang saya mau tanya ini semua, yang berjuang di abad 20 itu nabi yang mulia Muhammad, apa Insinyur Sukarno? Untuk kemerdekaan. Saya minta jawaban, silakan siapa yang mau menjawab berdiri, jawab pertanyaan Ibu ini,”ujar Sukmawati Soekarnoputri, yang belum terkonfirmasi dan kasusnya ini masuk ke ranah hukum.

Jawabannya, Sukmawati perlu membaca sejarah perjuangan hingga pembentukan Negara Republik Indonesia kalangan pesantren. Para ulama dan santri sangat berperan dalam memberikan perlawanan terhadap penjajah, seperti halnya ketika pertempuran 10 November 1945 yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Agus Sunyoto, penulis buku Fatwa dan Resolusi Jihad menceritakan fakta-fakta yang diketahuinya terkait penyebab pertempuran 10 November tersebut. Dia menjelaskan, pertempuran 10 November terjadi setelah sebelumnya KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad kepada semua umat Muslim.

Inggris untuk apa menyerang Surabaya?Tanggal 15 Agustus 1945, perang dunia itu sudah selesai, bagaimana tiba-tiba muncul perang.

Sekitar awal Oktober 1945, Belanda memprovokasi melalui siaran radio bahwa pada tanggal 25 Oktober Inggris akan datang untuk menangkap kolaborator dan tentara didikan Jepang. Di antaranya, Ir Soekarno, Bung Hatta yang diklaim sebagai kolaborator Jepang dan para santri yang tergabung dalam Pembela Tanah Air (PETA), Heiho, dan Hizbullah sebagai tentara didikan Jepang.

Akibat provokasi Belanda saat itu tepat pada tanggal 15 Oktober 1945, utusan Bung Karno datang menemui KH Hasyim Asy’ari untuk mengeluarkan fatwa tentang bela negara. Lalu, tak lama berselang, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad kepada semua Muslim.

Setelah fatwa itu dikeluarkan, lalu PBNU pun tanggal 22 Oktober mendeklarasikan resolusi jihad.

Lalu pada 25 Oktober, Inggris mendarat di Surabaya. Dan tanggal 26 Oktober, pasukan Inggris diserang oleh massa dari masyarakat Muslim sebab dari fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari hingga menewaskan Jenderal Mallaby.

Fakta-fakta sejarah tersebut adalah semangat dan darah perjuangan ulama dan santri dalam membela negara.

Sampai akhirnya pada tanggal 10 November, semua umat muslim bahkan yang berasal dari Cirebon turun dalam pertempuran. Semangat juang itu muncul, berawal dari fatwa jihad, resolusi jihad bela negara Indonesia.

Ulama dan santri sangat berperan dalam memberikan perlawanan terhadap penjajah, seperti halnya ketika pertempuran 10 November 1945 yang kini diperingati sebagaimaba Hari Pahlawan.

Fakta-fakta sejarah tersebut adalah semangat dan darah perjuangan ulama dan santri dalam membela negara. Mereka adalah pewaris Nabi Muhammad SAW.

***

Terkait pernyataan yang membandingkan Pancasila dan Alquran, nampaknya putri proklamator ini juga belum membaca hasil Muktamar NU di Situbondo pada 1984.

Ketua PBNU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk meyimpulkan dan memutuskan bahwa Pancasila itu Islami.

Gus Dur ketika itu yang memimpin rapat substansi Pancasila sebagai dasar negara dan organisasi di Indonesia dalam Muktamar NU.

Ada beberapa alasan mendasar NU membahas Pancasila di mukktamar. Pancasila akan mampu mempersatukan seluruh bangsa,  tidaklah cukup bagi sejumlah ormas Islam di Indonesia saat itu.

Meskipun NU sendiri tidak pernah mempersoalkan keberadaan Pancasila, karena putera pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim ikut merancang Pancasila secara teologis maupun filosofis.

Gus Dur memimpin subkomisi yang merumuskan deklarasi hubungan Islam dan Pancasila.

Gus Dur kemudian menunjuk lima orang kiai sebagai anggota, yaitu KH Ahmad Mustofa Bisri dari Rembang, Dr KH Hasan dari Medan, KH Zahrowi, KH Mukafi Makki, dan dr Muhammad dari Surabaya.

Gus Dur membuka rapat saat itu dengan bertanya kepada anggota satu per satu soal pendapatnya tentang hubungan Islam dan Pancasila. Mereka menyampaikan pandangannya terhadap satu per satu sila dalam Pancasila disertai sejumlah argumen keagaman.

Mantan ketua umum PBNU  itu mendengarkan dan menyimak dengan penuh perhatian. Pada dasarnya, Pancasila menurut para kiai dalam subkomisi ini tidak bertentangan dengan Islam, justru sebaliknya sejalan dengan nilai-nilai Islam.

“Pancasila itu Islami,” simpul mereka. Usai mereka menjawab, Gus Dur berkata, “Bagaimana jika ini (Pancasila itu Islami, red) saja yang nanti disampaikan, dideklarasikan di hadapan sidang pleno Muktamar?” tanya Gus Dur.

Tanpa pikir panjang, mereka setuju, sepakat bulat, lalu rapat ditutup oleh Gus Dur,  seperti ditulis dalam buku “Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus” karya KH Husein Muhammad (Noura Books, 2015).

Di Muktamar Situbondo itu NU menerima asas tunggal Pancasila, yang berikutnya diikuti ormas lain dan menjadi tonggak bagi orde baru dalam memantapkan Ideologi bangsa dan negara.
*) Penulis: Redaktur Senior Derakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *