Oleh : A Adib Hambali(“
ADALAH Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan ihwal kompleksitas tekanan ekonomi akibat virus Corona (Covid-19), lebih tinggi dari krisis ekonomi tahun 1998.
Penyebaran Covid-19 sama sekali sulit diprediksi. Virus ini, jauh berbeda dengan SARS maupun Ebola yang berlangsung sekitar tiga hingga empat bulan. Wajarkah jika Mekeu Sri Mulyani memprediksi seperti itu.
Wakil Ketua DPP Partai Gerindra Arief Poyuono menilai, awalnya Indonesia terlalu genit dengan China. Akibatnya, fasilitas General System Preference atau kemudahan tarif ekspor ke Amerika Serikat dicabut oleh Pemerintah Presiden Trump
Sementara Amerika Serikat sekarang lebih mengunakan Thailand, Philipina, Malaysia Vietnam dan India untuk mengimpor barang barang kebutuhan rakyat Amerika Serikat
Sedangkan China saat ini sedang berjuang mati matian mengatasi Covid-19. Selain itu negara menutup lalulintas warga China masuk ke negara negara mereka akibat virus Corona
Belum lagi RRC harus membereskan krisis hutang di perbankan yang belum selesai. Sudah terasa sekarang negeri Tirai Bambu itu mengurangi barang barang dan komoditas impor dari Indonesia seperti Batubara, Nikel, CPO dll.
Arief mengingatkan, siap siap saja mata uang USDA ditarik besar besaran dari Indonesia oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Buktinya harga saham rontok hingga Bursa saham di-suspend. Diprediksi, rupiah anjlok hingga tembus 15 ribu /USD
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), (Derakpos, 19/3/20), mengingatkan perlu antisipasi terhadap anjloknya nilai tukar rupiah terhadap USD yang menuju Rp16.000,
Kalau sudah begini, lanjut Arief, sangat mungkin krisis ekonomi akan terjadi. Nah tinggal bagaimana Presiden Joko Widodo akan mampu keluar dari zaman “kalabendu“, masa darurat Covid-19 pun diperpanjang hingga lebaran Idul Fitri 2020.
Takut dan Cemas
Bamsoet mendorong pemerintah untuk terus mengkreasi langkah-langkah atau kebijakan stimulus ekonomi guna merespons kerusakan akibat kecemasan akibat wabah Covid-19). Stimulus ekonomi sangat diperlukan agar kerusakan yang terjadi saat ini tidak semakin parah.
Takut dan cemas karena meluasnya penyebaran wabah Covid-19 jangan sampai menyebabkan lumpuhnya perekonomian nasional. Rasa cemas dan kehati-hatian jangan sampai menghentikan atau mengurangi keseluruhan aktivitas masyarakat dalam skala ekstrim.
Kehidupan harus tetap berjalan sebagaimana mestinya agar kerusakan akibat penyebaran wabah Covid-19 tidak semakin parah.
Setiap orang harus berani tetap bekerja, kegiatan produksi dan perdagangan tidak boleh berhenti, aktivitas belajar anak dan remaja harus tetap berjalan.
Pemerintah pun hendaknya tetap mengupayakan kebijakan dan langkah-langkah stimulus guna mereduksi kerusakan di sektor ekonomi dan bisnis.
Terpenting untuk diwaspadai dan disikapi oleh semua pihak adalah fakta bahwa wabah Covid-19 sudah menimbulkan kerusakan cukup serius bagi perekonomian, termasuk ekonomi nasional.
Gambaran tentang kerusakan itu sudah menjadi pemberitaan dalam beberapa pekan terakhir. Lalu lintas ekspor-impor menurun karena melemahnya permintaan.
Itu berarti kegiatan produksi di sejumlah negara, termasuk Indonesia, juga menurun. Asumsinya, banyak perusahaan tidak akan mampu mewujudkan perkiraan laba.
Wakil Ketua Ikadin Bamsoet menengarai dampaknya tentu saja ke pasar modal. Banyak investor sudah menarik dana dari pasar modal untuk ditempatkan pada instrumen investasi yang aman. Sektor penerbangan dan pariwisata bahkan sudah menghitung rugi.
Kalau proses kerusakan ini tidak direduksi, perekonomian global bisa terseret ke dalam resesi. Apalagi, durasi cemas dan kehatian-hatian akibat wabah vovid-19 ini belum bisa dihitung.
Menunggu sambil membiarkan terjadinya eskalasi kerusakan adalah salah. Semua orang tentu tidak mengharapkan terjadi resesi ekonomi akibat wabah Covid-19.
Dalam posisinya sebagai regulator, pemerintahan di semua negara tentu akan berbuat maksimal untuk mencegah potensi resesi. Harus ada keberanian menawarkan dan menerapkan kebijakan serta langkah-langkah stimulus untuk memperkecil skala kerusakan di sektor ekonomi dan bisnis.
Karena itu, kata Bamsoet, inisiatif pemerintah Indonesia menerapkan sejumlah kebijakan stimulus ekonomi sudah tepat, sebagai Countercyclical atas kerusakan akibat Vovid-19. Stimulus fiskal dan kemudahan prosedural ekspor impor, termasuk dukungan kepada UMKM, sangat relevan.
Stimulus dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mestinya memberi keleluasaan bagi perbankan menurunkan suku bunga kredit, karena likuiditas bank menjadi cukup besar. Likuiditas yang besar itu idealnya memudahkan bank menyalurkan kredit murah untuk memaksimalkan produktivitas sektor riil.
Semua Kementerian dan lembaga (K/L), serta semua pemerintah daerah diharapkan memaksimalkan pemanfaatan anggaran belanja untuk mendongkrak produksi dan permintaan di dalam negeri. Jangan lagi ada kasus dana pembangunan yang tidak dimanfaatkan dan hanya diendapkan di bank.*)
Penulis: Redaktur Senior Detakpos