Oleh: AAdib Hambali *
HARI Kesehatan Nasional (HKN) diperingati pada tanggal 12 November setiap tahun. Pada tahun 2022 ini, HKN memasuki peringatan yang ke-58.
Peringatan HKN bisa menjadi momentum untuk membangun kesadaran dan komitmen masyarakat ihwal pentingnya kesehatan. Apalagi pascapandemi Covid-19 beberapa tahun terakhir.
Peringatan HKN dengan tema “Bangkit lndonesiaku, Sehat Negeriku” menunjukkan bahwa kesehatan akan menjadi prioritas utama yang perlu terus dibangun untuk mewujudkan misi optimistis masyarakat sehat.
Isu kesehatan sangat penting mengingat dengan kesehatan kita semua dapat beraktivitas dan kembali produktif. Kesehatan adalah salah satu modal utama untuk mewujudkan kita bangkit lebih kuat dan hebat.
Pada era tahun 50-an, penyakit malaria mewabah, penyakit itu banyak diderita masyarakat Indonesia. Ratusan ribu jiwa meninggal akibat penyakit tersebut. Karena itulah pemerintah berusaha melakukan pemberantasan malaria (Malaria eradication) di seluruh wilayah Indonesia melalui Dinas Pembasmian Malaria untuk menjalankan program tersebut.
Lima tahun program pemberantasan malaria itu pada akhirnya berhasil. Sebanyak 63 juta penduduk Indonesia telah terlindung dari penyakit malaria. Keberhasilan pemberantasan malaria pada tanggal 12 November 1964 tersebut kemudian diperingati sebagai HKN.
Kalau dulu kita berhasil mengeradikasi malaria, semoga kali ini kita juga berhasil menghadapi penyakit di era modern seperti pandemi covid-19, gagal ginjal akut pada anak maupun penyakit degeneratif lain akibat perubahan gaya hidup seperti penyakit jantung, kanker dan stroke.
Dunia kesehatan Indonesia sedang mengalami perubahan dan dinamika yang berlangsung sedemikian cepat. Salah satu faktor pemicunya adalah hadirnya pandemi covid-19, yang seakan akan menyadarkan betapa rentannya ketahanan medis Indonesia dan betapa peliknya menghadapi tantangan dunia medis yang datang secara tiba-tiba dan serta merta.
Di samping berdampak pada sektor ekonomi dan kehidupan sosial, pandemi covid-19 secara nyata menggerus sektor kesehatan masyarakat, dan mendorong terjadinya perubahan pada berbagai aspek dan dimensi dalam bidang kedokteran. Perubahan ini menuntut adanya penyikapan dari berbagai pemangku kepentingan, mengingat cakupan pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum mencapai target yang diharapkan.
Sebagai gambaran, misalnya, angka kematian Ibu dari tahun 2018 memiliki tren meningkat. Bahkan pada tahun 2021, jumlah angka kematian Ibu mencapai 7.389 orang, mayoritas disebabkan oleh covid-19. Angka kematian Ibu tersebut menunjukkan peningkatan lebih dari 59 persen, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang jumlahnya mencapai 4.627 orang.
“Angka ini juga mengindikasikan bahwa target pemerintah untuk menurunkan angka kematian Ibu ke 217 per seratus ribu kelahiran hidup, belum dapat terealisasi,”kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Sabtu (12/11/2022).
Terkini yang menjadi sorotan adalah merebaknya penyakit gagal ginjal akut pada anak. Selain mestirius penyakit ini, juga menonjol polemik hingga masuk ke ranah hukum.
Adalah Komunitas Konsumen Indonesia yang melakukan gugatan terhadap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan tersebut dilayangkan setelah menilai BPOM lalai dalam menjalankan tugas hingga mengakibatkan merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak.
Gugatan itu pun teregister dengan nomor 400/G/TF/2022/PTUN.JKT tanggal 11 November 2022.
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing mengatakan ini adalah Lembaga Pelindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sehingga memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Dalam hal ini kami mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum penguasa yang dilakukan oleh BPOM RI,” kata David dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 11 November 2022.(Bergelora.com).
Gugatan ini diajukan karena beberapa tindakan BPOM diduga membohongi publik sehingga cukup beralasan sesuai pasal perbuatan melawan hukum penguasa. Di antaranya adalah karena tidak menguji sirup obat yang telah diedarkan.
Pertama karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022 BPOM sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), namun pada 21 Oktober 2022 malah merevisi dua obat dinyatakan tidak tercemar.
Kedua, pada 22 Oktober 2022, BPOM RI mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar, kemudian pada 27 Oktober 2022 menambah 65 obat sehingga 198 obat diumumkan BPOM RI tidak tercemar EG/DEG. Namun pada 6 November 2022 malah dari 198 sirup obat, 14 sirup obat dinyatakan tercemar EG/DEG.
David menilai pihaknya dan masyarakat Indonesia seperti dipermainkan oleh BPOM.
“Konsumen dan Masyarakat Indonesia seperti dipermainkan, pada 6 November 2022 BPOM malah mencabut pernyataan tanggal 28 Oktober soal 198 sirup obat yang dinyatakan tidak tercemar, tidak berlaku lagi karena dari 198 terdapat 14 sirup obat tercemar EG/DEG. Tindakan tersebut jelas membahayakan, karena BPOM tidak melakukan kewajiban hukum untuk mengawasi peredaran sirup obat dengan baik.
Ketiga, tindakan BPOM dalam mengawasi sirup obat ini terkesan tergesa-gesa dan melimpahkan kewajiban hukum. Oleh karena itu dalam melakukan pengujian sirup obat kepada industri farmasi merupakan tindakan yang melanggar asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas profesionalitas. Badan Publik seperti BPOM itu seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri bukan diaserahkan ke industri farmasi.
Selain asas profesionalitas, BPOM RI juga dinilai telah melanggar asas kecermatan karena berubah-rubah pengumuman Daftar Sirup Obat yang tercemar dan tidak tercemar EG/DEG serta melanggar asas keterbukaan karena pengumuman daftar sirup obat tersebut membahayakan dan merugikan hajat hidup orang banyak.
“BPOM RI jelas melakukan perbuatan melawan hukum penguasa karena dari awal tidak inisiatif, dan dalam perkembangannya, malah melimpahkan kesalahan ke Kemenkes dan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian,” ujar David.(*)
*)-Redaktur senior detakpos com