Diplomasi Bergerak, Papua Bergolak

Oleh: A Adib Hambali (*

ANGGOTA Kongres Amerika Serikat (AS) Eni Valomavaega di hadapan sidang kongres pada 18 Oktober 2000 mengawali pidatonya dengan narasi provokatif.
“Ketua yang terhormat, malam ini saya berdiri di hadapan para kolega dan kedigdayaan negara kita untuk mendeskusikan persoalan yang pernah saya kemukakan, yaitu pergolakan berdarah untuk kemerdekaan dan demokrasi oleh para pejuang Papua, sebuah provinsi yang “dianeksasi” oleh Indonesia.

Anggota kongres itu juga mengingatkan Presiden Bill Clinton tentang surat yang ditandatangani tujuh anggota kongres sebelumnya.

Sebelumnya, muncul Petisi 30 Juni 2000. Botanical Garden Adelilaide Australia berlangsung Festival Womadelaide. Dalam konser yang menghadirkan grup musik terkemuka Blue King Brown itu, kampanye “Papua Merdeka” tampak sengaja diberi panggung. Bendera bintang kejora juga dibentangkan di atas panggung. Yel yel “Papua Merdeka” dipekikkan dengan meriah hampir sepanjang konser berlangsung

Festival tersebut dihadiri ribuan orang. Selain pertunjukkan musik dan tari daerah juga digelar pameran Free West Papua di stand khusus.

Belum lama ini, Dewan Kota Oxford, Inggris kepada Benny Wenda, pegiat separatisme yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua, pun mengundang kecaman Pemerintah RI. (Detakpos Kamis,18/7/2019).

Sementara di Tanah Air, sebelumnya sejumlah personel TNI Satgas Penegakan Hukum (Satgas Gakkum), diserang ketika hendak melakukan pengamanan pergeseran pasukan yang akan melaksanakan pengamanan pembangunan infrastruktur Trans Papua Wamena-Mumugu, Nduga, Papua.

Akibatnya, terjadi aksi baku tembak dengan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) pimpinan Egianus Kogoya.

Meski personel TNI berhasil menguasai keadaan dan memukul mundur kelompok KKSB hingga ke dalam hutan usai melakukan perlawanan, namun tiga personel TNI dinyatakan gugur dalam baku tembak tersebut. Tiga personel TNI, yakni Serda Mirpwariyadin, Serda Yusdin, dan Serda Siswanto Bayu Aji (Detakpos 7/03/2019).

Ketegangan muncul lagi di Bumi Cedrawasih. Pemantiknya kali ini peristiwa pengepungan organisasi massa, satuan polisi pamong praja Kota Surabaya, polisi dan personel TNI terhadap asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan No 10, Surabaya, Jawa Timur, 16 Agustus 2019.

Adalah kabar viral di medsos tentang ada pengrusakan bendera Merah Putih. Infromasi itu pun dibantah mahasiswa Papua. Selama pengepungan itulah terlontar umpatan bernada rasis, menggunakan nama binatang kepada mahasiswa Papua. Peristiwa itu disusul sejumlah insiden lain di kota Malang dan Semarang.

Balasannya, Senin, 19 Agustus 2019, ratusan orang di Papua dan Papua Barat memblokade sejumlah jalan dengan merobohkan pohon. Salah satunya terjadi di Jalan Yos Sudarso, Manokwari, Papua Barat, 19 Agustus 2019. Massa juga membakar Gedung DPRD di Kota Manokwari, 19 Agustus 2019.

Protes serupa juga terjadi di Jayapura. Massa turun ke jalan dan memblokir jalan utama menuju Bandara Sentani dan aksi aksi lanjutan yang meluas.

Terungkap adanya indikasi keterlibatan pihak asing dalam aksi-aksi di Papua serta adanya pembatasan akses bagi turis mancanegara ke Papua dan Papua Barat, sehingga dipulangkan sejumlah Warga Negara Asing (WNA) asal Australia.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan pemerintah mengakui memanrau aktivitas Benny Wenda di luar negeri.
Aktivitas Benny Wenda sejak awal sangat tinggi. Di luar negeri dia melakukan propaganda, menghasut dan memberikan informasi palsu kepada negara lain tentang kondisi di Papua dan Papua Barat.

Benny Wenda dan anak buahnya di luar negeri melakukan provokasi agar negara lain menilai Indonesia sebagai negara yang gagal mengurus Papua dan Papua Barat.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendorong Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berdiplomasi dalam memberikan pemberitahuan kepada negara lain atas pembatasan sementara WNA masuk ke wilayah Papua dan Papua Barat.

*) Redaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *