Freeport Bikin Smelter, Bojonegoro Juga Perlu..!

MIGAS untuk kesejahteraan rakyat.'” Demikian tagline Kementerian ESDM yang sering didengar oleh masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur.

Maklum, dalam lifting yang ditetapkan dalam beberapa tahun lalu sebesar 815 ribu barel per hari, itu di antaranya 26 persen dipenuhi dari daerah penghasil minyak Bojonegoro. Target prognosis sendiri 76,4 juta barel atau setara 212 ribu barel per hari.

Target ini telah menempatkan Bojonegoro sebagai penyumbang lifting tertinggi di antara 88 daerah penghasil minyak di Tnaha Air, karena Lapangan Banyu Urip (Blok Cepu) akan  mencapai puncak produksi (peak production).

Warga yang lama menyaksikan hiruk pikuk pembangunan fasilitas dan produksi minyak, tentu memiliki harapan yang tinggi bahwa keberadaan produksi minyak di daera ini bisa meningkatkan kesejahteraan secara lebih baik.

Rakyat Bojonegoro melihat fakta, tidak ada beda antara daerah yang kaya minyak dan daerah yang sama sekali tidak memiliki minyak (dilihat dari postur besaran APBD masing-masing daerah seputar Jawa Timur).

Padahal pengorbanan rakyat Bojonegoro selama ini cukup berat untuk mendukung keberadaan pengembangan lapangan minyak. Mereka telah merelakan lahannya untuk fasilitas produksi dan penunjangnya.

Selain itu juga sikap toleran mereka menghadapi setiap konflik sosial dengan pekerja luar daerah, kepasrahan menghadapi risiko pencemaran lingkungan, gagal panen karena pengaruh panas gas suar.

Bahkan ancaman kesehatan karena kebocoran sesaat semburan liar gas H2S, pada akhirnya tidak berbuah terwujudnya harapan mereka akan kemajuan daerah seperti Kabupaten Siak, Bengkalis, Kutai Kartanegara dan beberapa kota lain di Provinsi Riau dan Kaltim yang telah merasakan masa keemasan industri minyak dan gas bumi pada awal era otonomi daerah.

Realita lain, Bojonegoro juga belum bisa menikmati hasil PI tahun depan, tetapi tahun 2020. Kemudian menurut kontrak kerja sama antara BUMD dan PT SER Bojonegoro hanya akan menerima keuntungan dari PI Blok Cepu 25 persen.

Adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengingatkan ihwal undang-undang yang mengamanatkan daerah harus mendapatkan alokasi Participating Interest (PI) 10%.

Namun, karena sebelumnya tidak ada peraturan yang mengatur tentang tata cara penawaran dan pengalihan PI 10%. Ini menyebabkan Pemda menerima hasil yang lebih sedikit dari PI 10%.

Jonan pun mengilustrasikan yang terjadi di Lapangan Banyuurip, Cepu (EMCL-red). Meskipun Pemda memiliki PI 10%, tetapi hasil yang diterima oleh masih relatif kecil.

Ini fakta, PI -nya 10%, tapi mungkin Pemda menikmatinya hanya kecil sekali, karena pembiayaannya oleh pihak swasta.

Menjawab permasalahan tersebut, maka dikeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% Pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.

Dengan Permen tersebut Pemda tidak perlu mencari modal awal PI, karena pembayaran PI dapat dicicil setelah mendapat bagi hasil produksi dari PI 10%. Atau dengan kata lain, kontraktor yang akan menanggung modal awal PI 10%.

Jonan meyakini, jika tidak ada peraturan yang mengatur tentang tata cara penawaran dan pengalihan PI 10% tersebut, maka Pemda akan sangat sulit untuk membayar PI 10% karena anggaran sangat terbatas.

PI 10% merupakan keberpihakan pemerintah bertujuan agar pembangunan di daerah bisa merata. Pemda harus menikmati PI 10% sehingga perekonomian daerah menjadi menggeliat.

Dengan Permen ESDM, perlu mencari celah untuk negosiasi dan berembuk ulang pihak pemerintah pusat, Pemda maupun pihak ketiga agar warga Bojonegoro ikut merasakan PI secara adil sesuai tujuan Permen dan instruksi Presiden.

Pengolahan Minyak

Bupati Bojonegoro Anna Mua’wanah yang baru dilantik beberapa waktu lalu mencoba membuat terobosan melalui Komisi XII DPR.

Bupati Perempuan pertama di Bojonegoro ini menguusulkan setidaknya perlu ada in shore dan sebagian pengolaha minyak diharapkan ada di Bojonegoro

Ketua tim rombongan Komisi VII DPR RI Rudwan Hisjam pun siap memperjuangkan aspirasi terkait pembangunan pengolahan minyak di daerah penghasil ini. Hampir
30 persen produksi nasional berasal dari Bojonegoro. Di mana produksi minyak nasional ada diangka 725 ribu barel per hari. Bojonegoro saat ini mampu memproduksi minyak 225 ribu barel per hari.

Melihat pengalaman, perjuangan itu masih panjang, tapi perlu tetap optimistis. Terbukti Presiden Joko Widodo mampu mendesak PT Freeport Indonesia menjalankan sejumlah kesepakatan.

Kesepakatan itu di antaranya soal divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia.

PT Freeport Indonesia juga diharuskan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama lima tahun, atau selambat-lambatnya harus selesai pada Oktober 2022.

Artinya pemerintah pusat bisa dan perlu merespons aspirasi warga Bojonegoro untuk membangun pengolahan minyak dengan harapan perekonomian di daerah itu bisa menggelat karena multi efek sebagai dampak positif yang ditimbulkan.

*Redaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *