Happy Ending !

Oleh : A Adib Hambali*

TIDAK ada teman dan lawan kekal dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi”.

Adagium itu bisa untuk menggambarkan reshuffle Kabinet Indonesua Maju yang dilantik Presiden Joko Widodo, Rabu, (23/12/2020).

Jokowi melantik enam orang masuk ke dalam Kabinet. M.Tri Rismaharini, Budi Gunadi Sadikin, Yaqut Cholil Quoumas, Wahyu Sakti Trenggono, Muhammad Luthfi, dan Sandiaga Uno.

Dibandingkan lima orang, nama Sandiaga Uno bisa dikatakan paling mengagetkan masyarakat. Masuknya Sandiaga setelah pengumuman reshuffle pun akhirnya mempertemukan kembali rival pada Pilpres 2019, yaitu Prabowo-Sandi.

Wow! Hanya di Indonesia peristiwa ini dapat terjadi. Aneh tapi Nyata!”ungkap peneliti politik senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA di salah satu WAG, Rabu ,(23/12/2020).

Peristiwa ini bisa masuk yang pertama dalam World Guiness Book of Record. Untuk dunia demokrasi yang menganut pemilihan presiden langsung, ini bisa menjadi satu dari tujuh keajaiban dunia.

Tentu, masih terbayang suasana dan kebatinan Pilpres 2019. Pertarungan politik tingkat nasional itu seakan akan paling membelah dalam sejarah, seolah olah Indonesia mau kiamat.

Persahabatan, dunia kerja, bahkan hubungan keluarga bisa renggang karena beda pilihan politik dalam pilpres. Politisasi agama dan politik identitas membuat keterbelahan itu menjadi emosional.

Pilpres 2019 itu seolah olah pertarungan hidup dan mati masa depan Indonesia. Jika yang satu menang, Negara ini mungkin akan bubar karena salah arah. Jika yang lain menang, Indonesia mungkin akan menjadi negara agama.

Lihatlah perbedaan visi dan misi dua pasangan capres dan cawapres ini dalam tiga kali debat. “Terkesan mereka bertarungan karena menawarkan masa depan Indonesia yang berbeda,”jelas Denny.

Polarisasi dalam masyarakat sipil yang mendukung, seolah perjuangan suci menyelamatkan agama menjadi pertaruhan dalam pilpres. Bahkan ketika KPU secara resmi mengumumkan pemenang, polarisasi tak kunjung berhenti. Isu people power terdengar.

Ternyata hingar blingar tahun 2019 ini berlangsung setahun saja. Lihatlah kini di tahun 2020, betapa harmoni dan mesranya dua pasangan capres yang bertarung itu. Mereka bersanding dan menjalankan satu pemerintahan.

Jokowi- Ma’ruf dan Prabowo-Sandi menyadari persatuan dan Indonesia yang kuat itu kepentingan utama. Maka, kooperasi setelah kompetisi menjadi pilihan.

“Terpilihnya nama- nama baru dalam kabinet, dan aneka kebijakan Jokowi termasuk dalam UU Cipta Kerja, sudah menunjukkan pesan yang kuat,”papar Denny.

Jokowi ingin mencapai sebuah legacy besar, yaitu pemerintahan yang kuat, dengan investasi dan ekonomi sebagai panglima. Dan Islam yang moderat yang berani, dan mengakar, di Kementrian Agama.

Perpaduan politik yang stabil, plus investasi yang masif, ditambah  pemihakan kepada kultur agama yang melindungi keberagaman adalah pilihan.

Bersatunya dua pasangan capres dan cawapres harus dilihat dari kaca mata yang lebih besar.

“Kesediaan mereka bersatu itu justru gambar kualitas negarawan,”ungkap Denny. Tentu ada pandangan yang nyinyir terhadap kebijakan yang happy ending ini.(*)

*Redaktur Senior Detakposcom

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *