Kemandirian Bojonegoro Relatif masih Rendah

Oleh: A Adib Hambali (*)

MASYARAKAT Bojonegoro, Jawa Timur, boleh bangga dan berbesar hati karena memiliki pendapatan Rp 4,6 triliun di Rancangan APBD 2019.

Mungkin saja, APBD Bojonegoro ini tergolong sangat besar di antara sejumlah daerah di provonsi Jawa Timur.

Namun besarnya pendapatan itu ternyata belum mengangkat Bojonegoro menjadi daerah mandiri, setidalnya tidak terlalu tergantung.

Bahkan tingkat ketergantungan Kabupaten Bojonegoro, terhadap dana perimbangan masih cukup tinggi, sehingga  ketergantungan pada Pemerintah Pusat masih tinggi pula dan tingkat kemandirian relatif rendah.

Hal itu yang menjadi sorotan Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam evaluasi RAPBD yang diajukan Bupati Bojonegoro dan DPRD.

Pendapatan daerah RAPBD 2019 sebesar Rp 4.630.852.530.880,16.
Dana tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daetah (PAD) sebesar Rp 482.546.379.211,37 atau 10,42 persen. Sementata dana perimbangan dari pusat masih 71,56 persen dan dari lain lain 18,5 persen.

Dari PAD itu jika dirinci,  dari pajak daerah 2,14 persen,  retribusi daerah 0,79 persen,  pengelolaan kekayaan daerah 0,40 persen dan lain lain pendapatan daerah yang sah sebesar 7,09 persen.

Menurut Gubernur Jawa Timur Soekarwo, salah satu tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kemandirian daerah dengan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pusat, sehingga Pemkab Bojonegpro perlu mempunyai strategi kebijakan pengelolaan keuangan daerah.

Gubernur Jatim dalam evaluasi menyontohkan RAPBD Bojpnegoro 2019 pendapatan dari pajak daerah Rp 99.164.291.686 atau 20,55 persen dari total pendapatan asli daerah (PAD.).

Menurut Gubernur,  jika dibandongkan realisasi pendapatan APBD 2017 sebesar Rp 87.889.266.165,20 maka perencaan pajak daerah anggaran 2019 turun sebesar Rp 11.275.025.520,80 atau 12,83 persen.

Gubernur Jatim dalam evaluasi RAPBD Bojonegoro 2019, pun meminta Pemkab perlu meningkatkan dengan menghitung penerimaan pajak yang valid dan riil didasarkan pendapatan tahun sebelumnya.

Pendapatan dari parkir umum, misalnya, dialokasikan Rp 7.800.000.000,00. Sementara realisasi di sektor ini pada 2017 mencapai Rp  7.511.091.000,00.
“Hal ini perlu ditingkatkan lagi. Yang perlu adalah akurasi data pengguna jasa parlkir dan mengurangi kebocoran.”

Juga menigkatkan pajak hotel,  pariwisata,  parkir umum, restoran, hiburan, dan retrebusi daerah yang bisa digenjot karena pengalaman anggaran tahun sebelumnya selalu melampaui target. (*)

Penulis: Redaktur senior Detakpos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *