Ketika Kecemasan Ekonomi Meningkat

Oleh : A Adib Hambali (*

AMERIKA SERIKAT (AS) di era pandemik Covid-19 meletup kerusuhan sosial di 52 wilayah. Sudah berkali kali terjadi aksi protes serupa. Pemantiknya adalah perlakuan buruk terhadap ras kulit hitam.

Di Indonesia, masalah ras dalam bentuk lain pun pernah terjadi. Berkali kali dalam sejarah Indonesia, salah satu etnis menjadi sasaran amuk massa.

Ketika orde baru tumbang terjadi huru hura. Pertokoan dan salah satu komunitas menjadi sasaran amuk massa di tahun 1998. Pemicunya krisis ekonomi pada saat itu yang berkembang ke krisis politik hingga lengsernya Presiden Soeharto.

Kini publik pun mulai cemas oleh kesulitan ekonomi. Bahkan kecemasan ancaman kesulitan ekonomi sudah melampaui kecemasan terpapar virus Covid-19.

Demikian kesimpulab riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, pada minggu kedua bulan Juni 2020, dengan menganalisa data sekunder dari berbagai sumber dari dalam dan luar negeri. (Detakpos, 12/6/2020).

Perubahan tingkat kecemasan ini penting untuk diurai secara bertahap dengan mematuhi protokol kesehatan, warga harus diberikan kebebasan untuk bekerja. Ancaman kelaparan dan kesulitan ekonomi itu riel dirasakan.

Mereka yang lapar, yang dihalangi bekerja, dan tidak pula menerima bantuan sosial memadai, mudah sekali berubah menjadi mereka yang marah.

Denny mengibaratkan segmen yang lapar ini adalah ibarat rumput kering. Mereka mudah sekali disulut untuk memulai kerusuhan sosial. Indonesia yang perlu dijaga agar krisis kesehatan tidak berubah menjadi krisis sosial, lalu menjadi krisis politik.

Di sisi lain, jangan sampai pula Indonesia mengalami serangan pandemik corona gelombang kedua. Pembatasan sosial tetap perlu dilakukan namun diturunkan di level yang lebih kecil saja: kelurahan, desa, RW, bahkan RT atau cluster tertentu. Jangan pula sungkan pemerintah untuk buka tutup, membuka dan menutup kembali sebuah area (sekolah, pabrik, mall).

“Kampanye perlunya protokol kesehatan justru harus semakin gencar dilakukan ketika warga dibolehkan bekerja kembali. Libatkan tokoh masyarakat: ulama, artis dan para influencer.” Demikian saran Denny.

Dalam kampanye mematuhi protokol kesehatan, jangan hanya dipesankan mereka akan terpapar virus corona. Dipesankan pula, mereka tak akan bisa bekerja lagi jika area itu kembali terpapar.

Kampanye protokol kesehatan yang berisi ancaman ekonomi kini lebih efektif karena kecemasan atas kesulitan ekonomi kini sudah melampaui kecemasan atas kesehatan.

Pada sisi lain, tabungan ekonomi umumnya publik luas semakin menipis. Semakin lama berlakunya lockdown, pembatasan sosial, ditutupnya aneka dunia usaha, semakin berkurang kemampuan ekonomi rumah tangga.

Lapis Bawah

Di saat kecemasan atas terpapar virus corona menurun, kecemasan atas kesulitan ekonomi meninggi. Terutama dirasakan di lapisan menengah bawah, apalagi sektor informal, bayangan akan kesulitan ekonomi, bahkan kelaparan terasa lebih mengancam dan kongkret.

Diketahui, jumlah warga yang terkena kesulitan ekonomi jauh melampaui jumlah warga yang terpapar virus corona.

Menaker melaporkan jumlah PHK ditambah yang dirumahkan hingga bulan Juni 2020 sekitar 1,9 juta orang. Sementara APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia), melaporkan jumlah yang lebih banyak lagi karena juga menghitung sektor informal. Total yang di-PHK sudah 7 juta warga.

Hingga 11 Juni 2020, dari data Worldometer, yang terpapar virus corona di Indonesia kurang dari 35 ribu warga. Yang meninggal karena virus corona kurang dari 2 ribu warga.

Jika kita bandingkan yang terpapar virus ekonomi (PHK, dirumahkan, juga di sektor informal) vs terpapar virus Covid-10: 7 juta vs 35 ribu. Dengan kata lain, yang terpapar virus ekonomi 200 kali lebih banyak dibandingkan yang terpapar virus corona.

Wajar saja jika kecemasan atas kesulitan ekonomi memang lebih massif, lebih dirasakan banyak orang.

Hingga Juni 2020, semakin hari grafik yang terpapar, apalagi yang wafat karena virus corona semakin landai dan menurun. Sebaliknya, grafik kesulitan ekonomi, diukur dari yang di PHK, yang mengambil pesangon Jamsostek bertambah dari bulan ke bulan.

*): Redaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *