Ketika Marwah Kemenag Terusik

oleh:A Adib Hambali (*)

OPERASI tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pembetantasan Korupsi (KPK) di Surabaya, Jumat, 15 Maret 2019. Ada enam orang tertangkap, dua di antaranya adalah pejabat Kemenag. Ini menjadi keprihatinan tersendiri.

Kementerian yang bermotto “Ikhlas Beramal” ini menjadi sorotan publik. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta agar peristiwa tersebut dijadikan sebagai pelajaran dan peringatan keras bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak terulang.

Peristiwa tersebut juga dijadikan sebagai dasar dari upaya melakukan langkah korektif yang akan ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem organisasi dan manajemen kepegawaian.

“Selaku Menteri Agama, saya memerintahkan kepada seluruh jajaran ASN di lingkungan Kemenag agar bekerja sama dengan aparat KPK untuk mengungkap dan menuntaskan kasus ini,” tegas Menag saat memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Sabtu (16/03/2019).

Jajarannya pun diminta segera mengevaluasi terhadap sistem dan tata kelola kepemerintahan di lingkungan Kemenag agar benar-benar dapat mencegah dan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Setiap ASN juga diminta menjaga integritas pribadi dan institusi dengan menolak setiap pengaruh yang dapat menjerumuskan diri dan institusi ke dalam praktik KKN.

Peristiwa ini sangat memprihatinkan di tengah upayanya dan jajaran lain untuk mencanangkan, menjalankan, dan mengawal tata kelola kepemerintahan yang mencerminkan misi menolak korupsi, kolusi, nepotisme, suap, ataupun gratifikasi.

Kemenag bahkan menjadikan integritas sebagai salah satu nilai budaya kerja utama yang harus dipegang teguh dan dioperasionalkan dalam tata kelola kepemerintahan di lingkungan Kemenag.

Peristiwa OTT oleh KPK merupakan fakta yang menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem dan tata kelola kepemerintahan di lingkungan Kemenag.

Kelemahan itu perlu segera diidentifikasi dan dilakukan perbaikan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di masa yang akan datang.

Langkah langkah konkrit yang akan dilakukan Menag dan jajarannya untuk memulihkan marwah institisi ini, menyerahkan sepenuhnya persoalan kasus pidana kepada KPK, dan memberikan dukungan  dan akses seluas-luasnya dengan menyampaikan berbagai data, informasi, dan bukti yang relevan dan diperlukan untuk kepentingan penyelidikan oleh KPK.

Sepenuhnya kooperatif dengan penanganan hukum oleh KPK agar kasus ini dapat segera diselesaikan secara tuntas dan cepat. Hal ini merupakan bagian dari komitmen Kemenag untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, baik dalam pencegahan maupun penindakan tindak pidana korupsi.

Selain itu berkomitmen membangun kolaborasi yang lebih kuat dengan KPK, khususnya dalam aspek mutasi, rotasi, dan promosi jabatan di lingkungan Kemenag.

Untuk itu, Kemenag berkomitmen membangun kolaborasi bersama KPK sebagai langkah preventif agar kejadian yang sama tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Tentu saja segera memberhentikan pegawai yang terlibat dalam peristiwa OTT oleh KPK, dan tidak akan memberikan bantuan hukum dalam bentuk apapun.

Kerja Keras

Ibarat “gunung es,” itulah yang terlihat di puncak dan muncul di permukaan.
Di bawah, Menag harus bekerja lebih keras untuk meningkatkan pembenahan ASN.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, pihaknya banyak mengantongi laporan terkait keterlibatan Ketum PPP Romahurmuziy (Romi) dalam dugaan jual-beli jabatan di Kemenag.

Romi diduga terima suap bukan hanya dari dua pejabat Kemenag Jawa Timur tersebut.
“Ya itu sedang didalami oleh KPK, dan laporannya sebenarnya banyak. Iya banyak yang lain. Jadi, yang kami terima bukan hanya satu laporan, banyak jumlahnya. Bukan cuma di Jatim, tapi di tempat lain juga,” kata Syarief.
(Okezone, 18/3/2019).

Di bidang pelayanan haji misalnya, Menteri dan KPK memiliki “PR” yang mesti dicermati. “Bau anyir” sering menyeruak kabar jual beli kuota bagi jamaah yang ingin cepat berangkat menunaikan ibadah haji karena antrean yang masih panjang.

Atau penyuluh agama yang masih saja mengeluh karena ada “sunatan massal”.

Mereka hanya bisa mengeluh dan bicara dari warung kopi ke angkringan yang lain, sehingga kasus kasus seperti itu hanya menjadi “rahasia umum” yang sulit dibuktikan secara hukum.

Apalagi institusi Kemenag ini dihuni oleh ASN yang kebanyakan tamatan sekolah agama mulai dari madrasah, perguruan tinggi agama, bahkan mereka yang bergelar dari Timur Tengah.

Sulit dipahami jika ada ASN di lembaga ini mau KKN. Hanya Gus Dur yang bisa menjawab melalui kelakarnya: “Dapartemen Agama (Depag/Kemenag), semua ada di dalamya, kecuali agama.” Begitulah kata satir mantan ketua umum PBNU saat itu dalam mengilustrasikan maraknya KKN di Depag.

Penulis: Redaktur Senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *