Pada Media, Prabowo Tiru Sikap Trump

Oleh A Adib Hambali (*)

AKSI Reuni 212 sukses karena diikuti jumlah massa yang banyak, tentu sesuai klaim masing-masing pihak yang berkepentingan.

Selain itu, pesan dan misinya pun sampai, yaitu aksi massa dihadiri sejumlah pimpinan parpol pendukung capres nomor 02. Prabowo Subianto pun hadir dan menyampaikan orasi.

Justru pascagelaran reuni di Monas ini lebih ramai ketimbang saat pelaksanaan karena menyisakan polemik.

Pertama soal sepinya pemberitaan media massa. Tuduhan pun muncul ada yang menuding pers, wartawan sudah tidak bisa disebut jurnalis karena tidak memberitakan aksi dengan jumlah massa besar.

Pengamat intelijen Surya Fermana mengungkapkan, langkah capres Prabowo Subianto memarahi media massa lantaran tidak memuat berita Reuni 212 Minggu (2/12) lalu, dan klaim massa jutaan yang hadir dalam aksi di Monumen Nasional (Monas) itu persis apa yang dilakukan Presiden AS Donald Trump terhadap media massa di Amerika Serikat.

“Ini kan firehose of falsehood atau semburan pemadam kebakaran hoax. Ini langkah yang dilakukan Trump pada media Amerika,” kata Surya Fermana.

Namun dia menilai strategi yang dilakukan Prabowo salah langkah, kurang pas diterapkan di Indonesia. Alasannya, pola pikir masyarakat Indonesia sudah berubah dan lebih realistis.

Bisa jadi, menurut Surya Fermana, media massa memang sengaja tidak mau menulis berita Reuni 212 karena peristiwa itu dianggap memang bukan sebuah bahan berita yang layak untuk diberitakan.

Atau bisa jadi, media mengetahui adanya pergeseran dalam aksi itu, sehingga mereka memilih tidak masuk dalam lingkaran yang dibuat dalam aksi tersebut.

Sebetulnya reuni sendiri terjadi pergeseran. Jika semula menyebut forum silaturahmi umat Islam, termyata bergeser menjadi politik praktis karena muncul dukung mendukung yang masih dikaji oleh Bawaslu apakah masuk kampanye atau bukan.

Sejumlah pakar dan pengamat menyatakan tidak bisa mengelak bahwa unjuk kekuatan massa itu sangat politis.

Prabowo dan pendukungnya mengatakan bahwa yang hadir dalam Reuni 212 itu mencapai lebih dari tujuh juta orang. Bahkan ada yang mengatakan yang datang 10 dan 11 juta orang. Ini realistiskah? Jumlah warga Jakarta saja 12 juta orang, kalau yang datang di Reuni 212 itu 10 juta, dianggap tidak mungkin.

Polemik kedua muncul dari tweet Duta Besar Arab Saudi Osamah Muhammad Al Shuaibi.
Lewat cuitan Twitter-nya
Dubes Saudi untuk Indonesia itu memberi pujian atas kegiatan Reuni 212 yang disebutnya gerakan membela kalimat tauhid.

Namun Dubes Osamah melakukan kesalahan karena menyebut pihak pembakar bendera dinaungi ormas sesat.

Osamah telah dengan sengaja menyebarkan fitnah dengan menuduh bahwa aksi pembakaran bendera dilakukan oleh organisasi yang dimaksud dengan mengatakan jamaah ‘almunharifah’ yaitu organisasi sesat atau menyimpang.

Bahkan, Ketum PBNU mengecam dan meminta agar Dubes dipulangkan ke Tanah Airnya sebagai bagian sanksi atas tindakannya yang gegabah.(*)

Penulis: Redaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *