Menebak Arah Restu Jokowi

Oleh : A Adib Hambali (*

MUSYAWARAH Nasional (Munas) Partai Golkar menjadi isu politik hangat usai gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Dua nama kuat menjadi magnet perebutan kursi orang nomor satu di Partai berlambang Beringin tersebut.

Hasil survei ETOS Institute menyebutkan, Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Airlangga Hartarto sebagai kandidat kuat dalam perebutan kursi ketua umum Golkar periode 2019-2024.

Sejumlah nama lain muncul, namun tidak akan mampu menggusur dua nama tersebut.Survei yang dilakukan 1.000 responden terdiri dari simpatisan, anggota dan fungsionaris Partai Golkar pada 1-14 Juli 2019, menyebutkan, sebanya 42 persen suara memilih Bamsoet, sedangkan Airlangga didukung 37 persen.(okezone, 16/7/2019).

Pada sisi lain, pertemuan Bamsoet, Ketua DPR, dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyisakan perbincangan hangat.

Manuver dukung-mendukung terhadap dua kandidat, Bamsoet dan Airlangga dipandang tidak cukup mampu menjelaskan tentang siapa sesungguhnya calon paling kuat yang akan memegang tampuk kekuasaan partai beringin lima tahun ke depan

Perhelatan Munas Partai Golkar kali ini bukan sekadar kontestasi biasa. Sebagai partai besar, Golkar memiliki andil tersendiri dalam percaturan politik nasional.

Tidak hanya itu, dukungan Partai Golkar terhadap calon petahana Jokowi dalam Pilpres 2019 sedikit banyak memberi credit point untuk menentukan masa depan pemerintahan Indonesia Kerja Jilid II.

Presiden Joko Widodo tentu berharap pada partai koalisi yang tergabung dalam Indonesia Kerja (KIK). Stabilitas pemerintahan itu tercermin dari minimnya gesekan dan intrik politik adalah prasyarat penting untuk mewujudkan stabilitas tersebut.

Slogan kerja yang identik dengan cara Jokowi dalam menjalankan kekuasaan mengandalkan dukungan maksimal dari segenap partai koalisi, termasuk Partai Golkar.

Setelah sebelumnya, Airlangga beserta para ketua DPD I Partai Golkar mengunjungi Istana Negara dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo, kali ini kunjungan Bamsoet secara personal selama kurang lebih satu setengah jam juga disinyalir sebagai bentuk restu.

Yorrys Raweyai, kader senior Partai Golkar menyatakan
sulit menafikan isyarat dukungan tersebut, apalagi kedua rangkaian pertemuan menitipkan catatan penting untuk menjaga solidaritas dan soliditas partai dan menghindari kegaduhan yang bersifat kontraproduktif.

Lalu kemana restu Jokowi dilabuhkan? “Berebut restu inilah yang tidak dimaknai sama oleh dua kandidat kuat itu,”ungkap Yorrys Raweyai.

Dengan segala perangkat struktural kepartaian yang dimiliki Airlangga, justru Yorrys memaknai kontestasi ini dengan cara terkesan kasar.

Di saat ia mengakumulasi sejumlah dukungan dari para pemilik suara sah (ketua-ketua DPD I dan II), pada saat yang sama, ia memberangus sejumlah pemilik suara sah yang hingga saat ini masih merahasiakan dukungan, atau pun mereka yang terang-terangan mendukung lawan kontestannya.

10 ketua DPD di Maluku dipecat atau di-Plt-kan. Dengan dalih
konsolidasi dan penguatan kepartaian, mereka dipinggirkan sejak awal dari arena kontestasi Munas yang akan datang. Para pimpinan DPD I yang saat ini masih berstatus sebagai pelaksana tugas (Plt), juga belum menuai legitimasi dengan harapan agar mereka tetap berada dalam barisan yang sama.

Ketua Majelis Etik Golkar Muhammad Hatta memyebutnya, Airlangga hanya melakukan tindakan sesuai wewenangnya.
(Detakpos, 16/7/2019).

Sementara di sisi lain, Bamsoet justru sibuk menepis berbagai anggapan dan tuduhan yang tidak beralasan dari elite yang berdiri di sekitar Airlangga. Mulai dari isu remeh “ijazah palsu”.

Untung saja Menristek Dikti cepat tanggap dengan mengklarifikasi ijazah S2 Bamsoet sah dan legal.(Detakpos, 7 Juli 2019).

Selain itu, Bamsoet justru disibukkan dengan kerja-kerja parlemen yang sebentar lagi menyelesaikan sisa masa kerjanya. Meski dalam kondisi terengah-engah mewariskan kinerja DPR masa sebelumnya, ia justru tidak tampak berlebihan meluapkan keinginan untuk merengkuh kursi Golkar I.

Dalam berbagai kesempatan, Bamsoet turut terlibat menenangkan para ketua DPD yang menjadi objek manuver pemecatan dan ancaman. Bamsoet mempersilakan kepada para pimpinan DPD tersebut untuk mengikuti konstalasi internal yang sedang berlangsung, tidak memaksakan kehendak untuk menyuarakan dukungan jika pada gilirannya menuai sanksi pemecatan.

Tentu saja, sambil berjanji untuk mengembalikan posisi dan jabatan mereka tatkala ia menduduki jabatan sebagai ketua umum DPP Partai Golkar.

Presiden Jokowi tentu tidak menutup mata terhadap hasil perolehan suara Partai Golkar dalam Pemilu 2019 lalu. Penurunan suara signifikan di saat partai-partai koalisi justru meraih penambahan kursi di parlemen, menjadi catatan tersendiri, betapa kinerja partai ini perlu dievaluasi.

Di sisi lain, sejumlah petinggi Partai Golkar yang berdiri di barisan Airlangga justru menganggap perolehan tersebut merupakan sebuah kesuksesan.

Menurut Yorrys, keinginan untuk kembali menduduki ketua umum pun telah menyalahi tradisi yang sesungguhnya dibangun secara konvensional. Sebab jabatan dua periode justru hanya mematikan regenarasi dan kaderisasi di tingkat internal partai.

Terlepas dari suasana internal tersebut, Presiden Jokowi, tentu menginginkan kesamaan visi dan misi demi membangun pemerintahan yang mumpuni dan menjamin periode kepemimpinan ke depan mendarat dengan elegan.

Tentu saja, ia tidak ingin tersandera oleh berbagai persoalan yang akan menyentil dan mengusik kekuasaannya di masa yang akan datang.

Karena itulah, seluruh partai koalisi membaca dengan baik arah dan kehendak Presiden Jokowi dengan menyelenggarakan munas atau muktamar sebelum pembentukan kabinet.

Sementara itu, Yorrys menyebut,  Airlangga yang memaksakan Munas pada Bulan Desember 2019 justru, terkesan membangun arah yang berbeda demi untuk memuaskan kepentingan diri dan kelompoknya.

Kiranya, sudah cukup Airlangga menahkodai kepemimpinan Partai Golkar selama ini. “Ia telah memperoleh keistimewaan oleh Presiden Joko Widodo dengan “membiarkan”-merangkap jabatan di dua tipikal kekuasaan yang berbeda, sebagai ketua umum Partai Golkar dan sebagai Menteri Perindustrian.

Mungkin pembiaran ini diamini sebagai perhatian Jokowi demi keberlangsung Partai Golkar setelah diperhadapkan oleh momen-momen turbulensi yang akut.

Setelahnya, menurut Yorrys, tentu Presiden Joko Widodo tidak ingin kembali dipertontonkan oleh suasana turbulensi yang sama, meski dengan penyebab yang berbeda.

Kebijakan Airlangga yang salah satunya menutup mata atas berbagai peristiwa hukum yang melibatkan pengurus DPP Partai Golkar yang belum juga menuai sanksi pemecatan, bisa menjadi “bola liar” dan batu sandungan pemerintahan Jokowi di masa yang akan datang.

Sebaliknya, menurut Yorrys, pemecatan  yang diterapkan para kader justru berpotensi kembali melahirkan “kegaduhan” yang tak berujung bagi Partai Golkar, seperti yang tampak dalam kepemimpinan periode sebelumnya.

*)Redaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *