Pancasila dalam Himpitan Transnasional dan Korupsi

Oleh : A Adib Hambali (*

DI MUKTAMAR Situbondo 1984, NU menerima asas tunggal Pancasila, berikutnya diikuti ormas lain. Itu menjadi tonggak bagi orde baru memantapkan ideologi bangsa dan negara.

Negara pun memiliki aturan baku yang menjelaskan butir-butir Pancasila diatur dalam Tap MPR Nomor 2 Tahun 1978.

Dalam Tap MPR tersebut dijelaskan lima sila Pancasila yang meliputi 36 butir. Namun sedikit demi sedikit nilai-nilai Pancasila digerogoti oleh perilaku yang menodai Pancasila itu sendiri yaitu  korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sehingga rezim orde baru yang berkuasa selama 30 tahun lebih pun runtuh oleh gerakan reformasi pada 1998, ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dari jabatannya.

Lahirnya era reformasi membuka lebar peluang beragam ideologi masuk sehingga nilai-nilai Pancasila mulai berbenturan dengan ideologi transnasional dan berbagai macam kepentingan kelompok kanan, kekiri-kirian dan bahkan liberal.

Tap II/ MPR /tahun 1978 pun oleh MPR periode 1997-1998, dicabut dengan Tap MPR /18 /tahun 1998. Akibatnya tidak ada lagi dokumen resmi tentang Pancasila yang butir-butirnya disepakati sebelumnya. Termasuk Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tentang pembangunan lima tahunan.

Benturan ini semakin terasa oleh pemerintah Presiden Joko Widodo karena ancaman disintegrasi akibat masuknya ideologi transnasional, ditambah kesenjangan ekonomi, ancaman itu semakin terasa.

Pemodal Asing

Adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo membeberkan demokrasi partai politik di negeri ini, yaitu ihwal masuknya pemodal besar.

Fenomena masuknya pemodal besar ke dalam partai politik bukanlah hal baru. Mereka kerap masuk dengan cara membantu kandidat calon ketua umum yang berlaga dalam munas, nuktamar atau kongres parpol yang terbuka.

“Ini hal yang biasa. Sah-sah saja,” kata Bambang Soesatyo (Detakpos Kamis, 20/2/2020)

Kita semua juga harus mewaspadai jika ternyata ada agenda tersembunyi di balik bantuan yang diberikan oleh para para pemodal yang kadang membawa kepentingan asing tersebut.

Untuk itu, setiap partai politik dan para elite harus memiliki pemahaman ideologi Pancasila yang jelas agar partai politik tidak terkontaminasi oleh kepentingan asing maupun kepentingan para pemilik modal.

Tanpa terus menerus  menanamkan kecintaan pada Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD NRI 1945 pada setiap elite parpol dan generasi penerusnya, maka dengan sistem demokrasi yang sangat liberal (terbuka) pada saat ini, Indonesia akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga keutuhan bangsa.

Dikhawatirkan masukan para pemodal atau kepentingan asing bisa saja berdampak pada penentuan kebijakan ekonomi dan politik Indonesia.

Ini sebenarnya warning dari Bamsoet dalam melihat sistem demokrasi kita yang sangat berbiaya tinggi. Di mana hanya orang-orang berkantung tebal yang memiliki peluang menjadi pejabat publik, sebagai ekses merebaknya politik uang mulai dari pemilihan kepala desa, bupati/walikota, gubernur, Pileg hingga Pilpres.

Kalau hal ini terus dibiarkan terjadi, bukan tidak mungkin dalam kurun waktu 20 atau 30 tahun mendatang, para pemodal besar dan kepentingan asing melalui para tokoh dan elite parpol dapat sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang akan lahir, naik di legislatif maupun di eksekutif untuk kepentingannya.

Mungkin saat ini masih belum terlihat parpol yang terkontaminasi oleh kepentingan pemodal asing. “Saya juga yakin para pemimpin parpol, para elit parpol dan politisi di Indonesia saat ini masih mampu berpikir jernih dengan landasan Pancasila dan UUD 1945 untuk tidak menggadaikan kedaulatan NKRI hanya demi syahwat politik sesaat.

Namun, kalau kita tidak secara terus menerus menanamkan kesadaran dan kecintaan kita Pada Pancasila dan NKRI, khususnya pada generasi muda, maka bangsa kita akan menghadapi tantangan berat dalam menjaga Keutuhan NKRI dalam 20-30 tahun mendatang.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam mempersiapkan pembentukan Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila (GBHIP) sebagai rumusan pedoman Pancasila bagi seluruh masyarakat Indonesia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila;

Akan dihidupkan kembali penataran mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Belajar dari masa lalu, perilaku korupsi memiliki peran besar menggerogoti nilai nilai  Pancasila. Tentu saja selain hadirnya ideologi transnasional yang merengsek masuk dengan membawa kepentingan politik masing masing.

Selain melakukan inovasi atau pembaruan dalam penyampaian konten-konten atau materi yang akan ditatarkan, sehingga penataran P4 tersebut dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat, juga membersihkan perilaku elite dari korupsi akibat politik biaya tinggi.*)

Penulis : Redaktur senior Detakpos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *