.Permen ESDM, dan Asa “Wong Jonegoro”

Oleh: AAdib Hambali (*

MIMPI warga Bojonegoro, Jawa Timur, kemungkinan bakal menjadi harapan dan kenyataan. Pasalnya, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, akan memperoleh berkah dana hasil minyak dan gas (migas) luar biasa. Tahun 2020 ini cost recovery sudah berakhir.

Tidak berlebihan jika dalam pembahahasan, postur RAPBD 2021, penerimaan pendapatan dipasang angka Rp 3,8 triliun, sedangkan proyeksi SILPA 2020 diestimasikan Rp 1,3 triliun, sehingga total penerimaan APBD Kabupaten Bojonegoro tahun 2021 diproyeksikan Rp 5,2 triliun.(Detakpos, 28/7/2020).

Kalau uang dari migas itu dibagikan menjadi bantuan tunai langsung kepada masyarakat, maka bak kejatuhan ”durian runtuh”. Uang ini langsung bisa digunakan seluruh wong jonegoro berpestaria.

Namun muncul pertanyaan ihwal pembagian keuntungan dari participating interst (PI) 10 % daru Lapangan minyak Banyu Urip Blok Cepu yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dinilai terlalu sedikit dibandingkan bagian yang diterima oleh pihak ketiga.

Pembagian keuntungan itu sendiri mulai dilaksankan pada tahun 2020, setelah seluruh modal yang dikeluarkan oleh PT SER lunas dikembalikan.

Menurut kontrak kerja sama antara BUMD dan PT SER, Bojonegoro hanya akan menerima keuntungan dari PI Blok Cepu 25 persen. Sementara PT SER menerima bagian 75 persen dari hasil PI di Lapangan Banyu Urip.

Pembagian keuntungan dari PI untuk Bojonegoro tidak maksimal dibandingkan keuntungan yang didapat oleh pihak ketiga. Hal tersebut bisa dilihat dari perbandingan prosentase antara BUMD dan PT SER.

Lebih Sedikit

Adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan (saat itu), mengingatkan ihwal undang-undang yang mengamanatkan bahwa daerah harus mendapatkan alokasi PI 10%.

Namun, karena sebelumnya tidak ada peraturan yang mengatur tentang tata cara penawaran dan pengalihan PI 10%, inilah yang menyebabkan Pemda menerima hasil lebih sedikit dari PI 10%.

Jonan pun sempat mengilustrasikan yang terjadi di Lapangan Banyuurip, Cepu (EMCL-red). Meski Pemda memiliki PI 10%, tetapi hasil yang diterima oleh Pemkab Bojonegoro masih relatif kecil.

“Saya tidak mengoreksi, tapi saya bicara fakta, itu PI-nya 10%, tapi mungkin Pemda menikmatinya hanya kecil sekali, karena pembiayaannya oleh pihak swasta,” ungkap Jonan dilansir laman Kemen ESDM.(Detakpos, 18/8/2018).

Menjawab permasalahan tersebut, Jonan pun mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% Pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.

Dengan Permen tersebut, Pemda tidak perlu bingung mencari modal awal PI, karena pembayaranya dapat dicicil setelah mendapat bagi hasil produksi dari PI 10% tersebut. Atau dengan kata lain, kontraktor yang akan menanggung modal awal PI 10%.

Jika tidak ada peraturan yang mengatur tentang tata cara penawaran dan pengalihan PI 10% tersebut, maka Pemda akan sangat sulit untuk membayar PI 10% karena anggaran sangat terbatas.

Pemda tidak perlu ikut membayar signature bonus yang diajukan oleh kontraktor ke pemerintah. Signature bonus tidak ikut bayar. Gratis, free. Yang lainnya bayar, komitmen pasti eksplorasi dan sebagainya ini bayar, proporsional, tapi tidak mengeluarkan uang (di awal).

Tujuan pemerintah menetapkan PI 10%  agar perekonomian daerah semakin merata. Kebijakan ini didasarkan pada arahan dari Presiden RI yang berpesan jangan sampai pendapatan sektor migas kembali terpusat di Ibu Kota, daerah pun harus turut menikmati.

PI 10% merupakan keberpihakan pemerintah yang bertujuan agar pembangunan di daerah bisa merata. Pemerintah Daerah (Pemda) harus menikmati PI 10% sehingga perekonomian daerah menjadi menggeliat.

Dengan Permen ESDM tersebut perlu mencari celah untuk negosiasi dan berembuk ulang pihak pemerintah pusat, Pemkab Bojonegoro maupun pihak ketiga (PT SER) agar warga Bojonegoro ikut merasakan PI secara adil sesuai tujuan Permen dan instruksi Presiden.*)-

-PenulisRedaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *