Salam Literasi, Nasibmu Kini !

Oleh A Adib Hambali (*)

UNESCO, mencatat rata rata penduduk Indonesia membaca kurang dari empat judul buku dalam satu tahun.

Artinya, masih jauh dari standar, yaitu tujuh judul buku dalam setahun, sehingga indeks membaca warga negara ini berada di peringkat 60 dari 65 negara.

Begitu juga siswa, hanya diwajibkan membuat satu karangan saat ujian kenaikan kelas. Bahkan ketika bentuk ujian hanya pilihan ganda, maka tidak ada lagi mengarang.

Rendahnya budaya membaca dan mengarang berarti rendah pula sisi literasi kreatif. Seseorang cakap mengarang karena banyak membaca. Semakin banyak yang dibaca, semakin baik karangan yang dihasilkan.

Budaya membaca, menulis, dan menghasilkan karya literasi kreatif perlu ditumbuhkan.

Cara-cara sederhana dapat dilakukan. Misalnya, kebiasaan memberi hadiah berupa buku, berkunjung ke toko buku. Juga menyisihkan sedikit pengeluaran untuk membeli buku, mendirikan komunitas membaca di masyarakat, terbiasa berkunjung ke perpustakaan dan taman bacaan.

Dan yang tidak kalah pentingnya keteladanan para pemimpin, orangtua, pendidik untuk membaca, menulis, dan menghasilkan karya literasi kreatif.

Jangan berharap guru mampu menggerakkan anak didiknya membaca, menulis, dan menghasilkan karya literasi kreatif jika tidak menghasilkan satu pun karya literasi kreatif.

Di lingkungan sekolah, gerakan membaca buku sebelum pelajaran dimulai perlu diintensifkan.

Sudut sudut baca, papan-papan majalah dinding perlu dihidupkan lagi. Majalah atau buletin sekolah, dari anak didik untuk anak didik, perlu difasilitasi sekolah. Dengan demikian, sekolah juga harus menyelenggarakan kegiatan ekstra kurikuler jurnalistik.

Dalam upaya memasyaratkan budaya literasi, cara paling sederhana dan sangat mudah, dengan salam literasi (Salam L). Demikian pendspat Ki Sugeng Subagya, Pamong Tamansiswa.

Salam L adalah salam literasi. Acungkan tangan kanan ke depan, tekuk jari kelingking, jari manis, dan jari tengah. Biarkan ibu jari dan jari telunjuk dalam posisi terbuka dan usahakan bentuknya menyerupai huruf L. Itulah salam literasi.

Senyampang demam swa-foto masih mewabah, tampaknya salam literasi menjadi pilihan bergaya.(Harian KR, Senin 23 Oktober 2017).

Barangkali itulah yang dilakukan dalam foto mirip sejumlah guru SMA Model Terpadu Bojonegoro, Jawa Timur, terkait pose salam literasi yang viral di media sosial.

Sejumlah guru berbaris rapi dengan background tulisan SMA Model Terpadu berfoto dengan pose salam literasi.

Hanya karena menggunakan dua jari secara politis dianggap seperti salam milik salah satu capres.

Mereka para guru yang mengenakan seragam coklat coklat itu lebih dekat dengan pose salam literasi. Mereka berpose di depan sekolah, tidak ada tanda tanda iatribut salah satu capres.

Sangat tidak bijak jika mempersekusi mereka karena menjalankan tugas mensosialisasi untuk mencerdaskan anak bangsa kemudian diseret-seret ke ranah politik praktis.

(*)Penulis: Pimred Detakpos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *