Tagline Migas Itu…

Oleh : A Adib Hambali*

MIGAS untuk kesejahteraan rakyat.” Demikian tagline Kementerian ESDM yang sering didengar oleh masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur.

Maklum, dalam lifting yang ditetapkan dalam beberapa tahun itu di antaranya 26 persen dipenuhi dari daerah penghasil minyak Bojonegoro.

Bahkan lapangan yang  dikelola ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), masih menjadi tumpuan pemerintah dengan penyumbang terbesar lifting -realisasi operasional produksi minyak dan gas (migas) siap jual.

“Produksi minyak dari Blok Cepu saat ini mencapai 220 ribu barel per hari,” ujar Juru Bicara EMCL, Rexy Mawardiaya( suarabanyuurip.com, Minggu (19/4/2020).

Warga telah  lama menyaksikan hiruk pikuk pembangunan fasilitas dan produksi minyak ini tentu memiliki harapan yang tinggi bahwa keberadaan produksi minyak di daerah ini bisa meningkatkan kesejahteraan yang lebih baik.

Pengorbanan warga Bojonegoro selama ini cukup berat untuk mendukung keberadaan pengembangan lapangan minyak. Mereka telah merelakan lahannya untuk fasilitas produksi dan sarana penunjangnya.

Selain itu juga sikap toleran mereka menghadapi setiap konflik sosial dengan pekerja luar daerah, kepasrahan menghadapi risiko pencemaran lingkungan, gagal panen karena pengaruh panas gas suar. Bahkan ancaman kesehatan karena kebocoran sesaat semburan liar gas H2S.

Harapan itu belum berbuah seperti  harapan mereka akan kemajuan daerah yang berlumur minyak seperti Kabupaten Siak, Bengkalis, Kutai Kartanegara dan beberapa kota lain di Provinsi Riau dan Kaltim yang telah merasakan masa keemasan industri minyak dan gas bumi pada awal era otonomi daerah.

Realita lain, Bojonegoro juga belum bisa menikmati hasil Participating Interest (PI) 10% di tahun 2020 secara maksimal. Menurut kontrak kerja sama antara BUMD dan PT Surya Energi Raya (SER)
(SER), Bojonegoro hanya akan menerima keuntungan dari PI Blok Cepu 25 persen.

Adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan(saat itu), mengilustrasikan yang terjadi di Lapangan Banyuurip, Cepu (EMCL-red). Meskipun Pemda memiliki PI 10%, tetapi hasil yang diterima masih relatif kecil.
Padahal undang-undang mengamanatkan daerah harus mendapatkan alokasi PI 10%.

Namun, karena sebelumnya tidak ada peraturan yang mengatur tentang tata cara penawaran dan pengalihan PI 10%. Ini menyebabkan Pemda menerima hasil yang lebih sedikit dari PI 10%.

Menjawab permasalahan tersebut, dikeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% Pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.

Dengan Permen tersebut Pemda tidak perlu mencari modal awal PI, karena pembayaran PI dapat dicicil setelah mendapat bagi hasil produksi dari PI 10%. Atau dengan kata lain, kontraktor yang akan menanggung modal awal PI 10%.

Jika tidak ada peraturan yang mengatur tentang tata cara penawaran dan pengalihan PI 10% tersebut, maka Pemda akan sangat sulit untuk membayar PI 10% karena anggaran sangat terbatas.

PI 10% merupakan keberpihakan pemerintah bertujuan agar pembangunan di daerah bisa merata. Pemda harus menikmati PI 10% sehingga perekonomian daerah menjadi menggeliat.

Dengan Permen ESDM, perlu mencari celah untuk negosiasi dan berembuk ulang pihak pemerintah pusat, Pemda maupun pihak ketiga agar warga Bojonegoro ikut merasakan PI secara adil sesuai tujuan Permen dan instruksi Presiden.

Ke Ranah Hukum

Alih alih mendapat solusi dari Permen, PT SER malah melaporkan dengan tuduhan  Penghambat Investasi ke Polda Jawa Timur

PT SER mengadukan pihak-pihak penghambat investasi ke Polda Jawa Timur. “Benar PT SER telah membuat pengaduan kepada Polda Jatim karena merasa ada pihak-pihak yang mencoba menghambat investasi PT SER yang pada gilirannya mengirimkan pesan yang buruk kepada dunia internasional bahwa berinvestasi di Indonesia tidak menguntungkan karena banyak hambatan nontarifnya,” kata kuasa hukum SER Diki Andikusumah, (Media Indonesia, 3/7/2020).

“Pihak SER merasa sangat kecewa atas manuver dan pengingkaran komitmen yang dilakukan Bupati Bojonegoro sebagaimana teraktualisasi di dalam pertemuan Pra-RUPS 30 Juni 2020.”

Padahal, pihak SER mengklaim selama ini selalu terbuka dan berkomunikasi kepada Pemkab Bojonegoro secara umum dan Bupati Bojonegoro secara khusus untuk menyelesaikan masalah. Namun, setelah melihat iktikad tidak baik pada 30 Juni 2020, dengan berat hati SER menggunakan hak hukum untuk melakukan pengaduan ke Polda Jatim. PT SER mengaku mengalami kerugian akibat selisih kurs tidak kurang dari US$24 juta.

Terlepas dari masalah hukum,
RUPS yang digelar di gedung Pemkab, Selasa, (04/08/2020) menyepakati pencairan Saham seri C milik PT. SER, sejumlah 52.424 lembar saham, setara Rp.1.363.284.000.000,-.

Sedangkan saham Seri B yang dibagikan sebagai keuntungan, untuk Pemkab Bojonegoro (PT ADS) sebesar USD 8.348.916,77, dan PT SER sebanyak USD 25.046.750,32.

Bagi hasil keuntungan ini sesuai dengan prosentase yang tertuang dalam perjanjian kerja sama Pemkab dan PT. SER. Yakni 25 persen untuk PT ADS dan PT SER mendapatkan 75 persen.

Dalam RUPS juga disepakati dana cadangan sebesar Rp1.601.600.000, dan tanggungjawab sosial perusahaan (corpoate social responsibility/CSR) sebesar 1% atau setara USD 334.667.83.

Mungkin itu langkah solusi saling menguntungkan antara PT SER dengan pihak Pemkab Bojonegoro. Bagaimana kesejahteraan warga?

Semangat tagline ESDM dan  tujuan memberikan PI 10 % tidak berbanding lurus dengan harapan  menyejahterakan “wong jonegoro” alias tetap gigit jari.

Upaya warga Bojonegoro menuntut keadilan ke Pengadilan pun perlu diapresiasi sebagai langkah yang positif agar semua pihak belajar dari pengalaman panjang tambang emas di Freeport sebelum divestasi.(*)

Penulis: Redaktur Senior Detakpos

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *