Tunjangan Naik, Abai SKB Dua Menteri

Oleh : A Adib Hambali (*

KESAN tidak ada singkronisasi (nyambung) antara Pemerintah Pusat dan Pemkab Bojonegoro, dalam penanganan dan pencegahan Covid-19 tidak bisa terelakan.

Setidaknya itu bisa dilihat dari kebijakan Bupati Bojonegoro dengan SKB Menkeu dan Mendagri dalam soal anggaran pendemi Covid-19. Padahal kasus penambahan positif di Jawa Timur ini, tertinggi saat ini.

Misal, Peraturan Bupati Nomor 24 tahun 2020, tertanggal 22 Mei 2020,  yang berlaku mulai Juni mendatang. Seluruh anggota DPRD, wakil ketua dan ketua DPR Bojonegoro bakal menerima tambahan pendapatan dari tunjangan perumahan dan transportasi.

Perbup Nomor 24 tahun 2020 ini merupakan perubahan dari Perbup Nomor 56 tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Teknis Perda Nomor 9 tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Bojonegoro.

Perbup 56 tahun 2017 sebelumnya mengatur  tunjangan perumahan untuk ketua DPRD Rp. 15.618.200.00,  wakil ketua Rp. 11.640.500.00, dan  anggota DPRD Rp 8.334.700.00.

Dengan ditetapkan Perbup Nomor 24 tahun 2020, maka ketua DPRD akan menerima tunjangan perumahan Rp. 20.300.000.00, dan wakil ketua Rp. 15.200.000.00, dan  anggota DPRD Rp10 juta.

Sementara itu tunjangan transportasi anggota, wakil ketua dan ketua DPRD juga mengalami kenaikan. Jika sebelumnya Rp, 6 juta, pada Juni mendatang naik menjadi Rp. 8 juta. Tunjangan transportasi, seperti itu dikutip dari Perbup 24 tahun 2020 diterimakan kepada seluruh anggota DPRD Bojonegoro.

Pada sisi lain, Pemerintah daerah (Pemda), termasuk Pemkab Bojonegoro disebut sebut belum memenuhi ketentuan Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2020, sehingga bisa terancam sanksi ditunda penyaluran sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Hal ini untuk memastikan komitmen Pemda dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 sesuai ketentuan PMK No.35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2020 Dalam Rangka Penanganan Pandemi Covid-19 atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional.

Penundaan DAU juga dikenakan kepada Pemda yang telah menyampaikan Laporan APBD namun belum sesuai ketentuan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ dan 117/KMK.07/2020 tentang
Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 Dalam Rangka Penanganan Covid-19, serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional dan PMK No.35/PMK.07/2020.

Kriteria evaluasi Pemda yang sudah menyerahkan laporan namun belum memenuhi ketentuan SKB dan PMK No.35/PMK.07/2020, di antaranya rasionalisasi belanja barang/jasa dan belanja modal masing-masing minimal 50%, serta adanya rasionalisasi belanja pegawai dan belanja lainnya, dengan memperhitungkan perkiraan penurunan pendapatan daerah juga adanya upaya Pemda untuk melakukan rasionalisasi belanja daerah.

Tentu saja dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dalam memberikan toleransi total rasionalisasi belanja barang/jasa dan belanja modal sekurang-kuranganya 35%;

Juga penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ekstrim sebagai dampak dari menurunnya aktivitas masyarakat dan perekonomian.

Dan, perkembangan tingkat pandemi Covid-19 di masing-masing daerah yang perlu segera mendapatkan penanganan dengan anggaran yang memadai.

Kemudian penggunaan hasil rasionalisasi belanja daerah untuk dialokasikan bagi pencegahan/penanganan Covid-19, jaring pengaman sosial, dan menggerakkan/memulihkan perekonomian di daerah.

Ketentuan penundaan DAU tersebut, dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KM.7/2020(KMK No.10/2020). Apabila Pemda segera menyampaikan laporan Penyesuaian APBD sesuai ketentuan, maka sebagian DAU yang ditunda akan disalurkan kembali.

Kementerian Keuangan menunda kucuran DAU kepada sejumlah daerah. Penundaan dilakukan pada alokasi penyaluran Mei 2020.

Kabupaten Bojonegoro,termasuk daerah yang terkena sanksi Kemenkeu karena belum melaporkan rasionalisasi APBD 2020, sesuai surat Keputusan Bersama SKB Menkeu dan Mendagri. (Detakpos, Minggu,3/5/2020).

Pemkab Bojonegoro sudah memeberikan penjelasan bahwa sejatinya sudah melaporkan perubahan atas rasionalisasi APBD 2020 kepada Gubernur, Mendagri dan Menteri Keuangan.

Namun Pemkab dalam rapat Banggar mengakui perubahan yang diajukan belum sampai sekurang kurangnya 50% belanja sesuai SKB dua menteri. .(Detakpos, Kamis 7/5/2020).

Dengan demikian, kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi pimpinan dan anggota DPRD Bojonegoro, tidak singkron dengan rasionalisasi belanja barang/jasa dan belanja modal masing-masing minimal 50%, serta rasionalisasi belanja pegawai dan belanja lainnya, yang kemudian hasil rasionalisasi belanja itu dialokasikan untuk pencegahan dan penanganan Covid-19, jaring pengaman sosial, dan menggerakkan, memulihkan perekonomian di daerah.*)

Redaktur senior Detakpos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *