Warning Insiden Capitol Hill

Oleh : A Adib Hambali (*

TANGGAL 6 Januari 2021, Gedung Capitol Hill di Washington DC, tempat anggota legislatif Amerika Serikat, bersidang diserang massa.

Ini rangkaian serangan massa di gedung itu sejak tahun 1814. Sekitar 206 tahun lalu, area itu diserang oleh tentara Inggris.

Para pimpinan dan anggota senat dievakuasi. Massa sempat menguasai ruangan. Terdengar bunyi tembakan. Juga bunyi ledakan. Teriakan massa. Dan Empat orang tewas.

Serangan dilakukan oleh massa pendukung Presiden Donald Trump yang menolak hasil Pemilihan Presiden 2020. Massa memaksa masuk dan berusaha menggagalkan sidang pengesahan hasil pilpres.

Sebelumnya, berbagai peristiwa telah terjadi di gedung Capitol termasuk beberapa kali insiden bom dan penembakan.

Dilansir New York Post, pada 24 Agustus 1814, Inggris menginvasi Washington DC dan membakar Capitol Hill setelah menang atas pasukan Amerika di Bladensburg, Maryland.(CNN Indonesia, 7/1/2021).

Di bawah komando Wakil Laksamana Sir Alexander Cockburn dan Mayor Jenderal Robert Ross, pasukan Inggris membakar ruang-ruang penting di dalam gedung yang kala itu masih dalam pembangunan.

Awalnya, pasukan Inggris menjarah bangunan itu terlebih dahulu, kemudian membakar sayap selatan dan utara sekaligus membakar Perpustakaan Kongres.

Bangunan bersejarah itu pun rusak parah, tapi kemudian diselamatkan dari kehancuran total berkat hujan badai yang datang tiba-tiba.

Dilansir ABC News, Kamis (7/1/2021), pada Januari 1835, seorang pelukis pengangguran bernama Richard Lawerence berusaha menembak Presiden Andrew Jackson di luar gedung Capitol, namun gagal setelah peluru tidak keluar.

Pada 1856, seorang Republikan bernama Preston Brooks menyerang Senator pembudidaya Charles Sumner menggunakan tongkatnya di lantai Senat setelah Sumner memberikan pidato yang mengkritik perbudakan.

Serangan berlanjut pada 1915, saat itu seorang pria Jerman menanam tiga batang dinamit di ruang resepsi Senat. Benda itu kemudian berbunyi sesaat sebelum tengah malam ketika sedang tidak ada orang. Pelaku bunuh diri sebelum bisa ditangkap.

Serangan paling terkenal terjadi pada 1954. Kala itu, empat nasionalis Puerto Rico yang terdiri dari tiga pria dan satu wanita bersenjatakan pistol masuk diam-diam ke House Chamber. Mereka datang dari New York City untuk memprotes kemerdekaan Puerto Rico.

Saat berhasil memasuki gedung, mereka duduk di galeri lantai DPR dan melepaskan sekitar 30 tembakan. Lima anggota kongres dilaporkan terluka, satu di antaranya mengalami luka serius.

“Saya tidak datang untuk membunuh siapa pun, saya datang untuk mati demi Puerto Rico!” seru sang pemimpin, Lolita Lebron, saat dia dan yang lainnya ditangkap.(CNN Indonesia, 7/1/2021).

Perlu Bercermin

Ini serangan massa besar pertama di gedung itu sejak tahun 1814. Area itu diserang oleh tentara Inggris. Kali ini massa yang menyerang gedung itu pun warga Amerika Serikat sendiri.

Massa datang dengan spirit yang sama. Mereka ingin anggota Senat membatalkan kemenangan Joe Biden dalam Pemilu Presiden.

Menurut mereka, Trump yang menang. Pemilu telah dicuri. Pencurinya radikal kiri Partai Demokrat. Dan Joe Biden? Biden hanyalah boneka yang bergerak untuk kepentingan China.

Dunia pun kaget. Bagaimana mungkin, pusat dan kampiun demokrasi dunia ini berubah menjadi “Banana Republik.” Ini term popular menggambarkan kondisi negara yang lembek dan lucu seperti buah pisang.

Dalam “banana republic”, lembaga negara tak tertata. Yang berkuasa hanya para patron dan bandar. Mereka bisa sesuka hati memainkan politik.

“Ini Amerika Serikat. Ini satu satunya super power yang kini berkuasa. Kok bisa Ia berubah seperti banana republic, walau satu hari saja,”ungkap peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam esai politik yang diterima melalui WAG.

Bagi demokrasi Amerika Serikat yang kokoh, insidensi di Capitol Hill itu tak akan berlangsung lama. Tapi tetap saja membuat semua pihak terperangah.

Penulis berkekayaan satu triliun rupiah ini pun menganalisa pengarusutamaan media sosial, khususnya Twitter bisa digunakan sebagai media instruksi politik.

Donal Trump, petahana yang dikalahkan, menggerakan sentimen massa dari twitter-nya. Peristiwa itu dimulai tanggal 19 Desember 2020. Saat itu, Trump memposting tweet-nya:

Big protest in DC. On Januari 6th. Be there. Be Wild!”

Sekitar 18 hari sebelum drama Capitol Hill, Trump sudah memberi aba- aba. Twitter menjadi medium-nya. Ia meminta pendukungnya siap siap berkumpul di Washington DC. 6 Des 2021.

Followers Trump di twitter itu 88 juta. Sejak lama Trump menggunakan akun twitter untuk komunikasi publik. Ia acap umumkan rencana kebijakan. Ia juga sangat sering menyerang lawan politik lewat twitter.

Melalui akun twitter itu pula, berulang-ulang Trump membakar pendukungnya bahwa sebenarnya Trump yang menang Pemilu Presiden.

“Kita menang besar.” “Tapi kemenangan kita dicuri.” “Hati hati dengan pencuri pemilu: kelompok kiri radikal.” “Jangan menyerah.” “Kita akan dapatkan kembali kemenangan kita.”

“Melalui twitter pula, Trump kemudian menenangkan massa pendukungnya yang menyerbu Capitol Hill,'”papar Denny.

Ini memang era politik digital. Hanya dengan handphone di tangan, siapa pun bisa melakukan sendiri: mengirim instruksi politik. Mengirim pesan ke publik luas!
Apapun isi tweet, pesannya akan sampai kepada siapa saja, di mana saja dan kapan saja.

Demokrasi yang sudah kokoh melahirkan pembelanya sendiri. Tanpa diminta, dan komando pasti ramai- ramai pihak yang sadar bersikap.

Trump sudah keterlaluan. Ia membahayakan aturan main demokrasi. Ia harus disetop.
Maka, twitter langsung menggembok akun Trump. Sampai batas waktu yang ditentukan, Trump tak bisa lagi mengirim pesan lewat akun itu.

Facebook juga mengikuti jejak twitter. Hingga transisi kekuasaan presiden ke Joe Biden berlangsung, Trump tak bisa menggunakan akun facebook-nya.

Maka, elite bisnis pun bereaksi. Ada 13 senator yang militan membela Trump untuk menolak hasil pemilu presiden. Kaum pebisnis ini memberi peringatan. Mereka akan mencatat politisi yang potensial merusak tata lembaga demokrasi. Mereka akan bersatu untuk menolak menyumbangkan dana bagi kampanye para politisi itu.

Maka, mantan presiden pun bereaksi. Obama, Bush, Clinton dan Carter membuat pernyataan publik. Mereka menyadarkan kolega dan rakyat Amerika Serikat, agar tidak kehilangan jati diri Amerika. Negara itu besar karena memelihara respek kepada prosedur dan hasil pemilu.

Maka, wakil presiden Trump: Mike Pence pun bereaksi. Ia dikenal sangat setia kepada Trump. Lagi pula, Ia memegang posisi kunci. Ia adalah pimpinan senat untuk memutuskan serifikasi bagi kemenangan lawan politiknya.

Tapi ketika tradisi demokrasi dipertaruhkan, Pence bersikap. Ia menyatakan tidak ingin melawan kehendak rakyat. Nyata sudah. Memang Joe Biden yang menang pemilu.

Wakil presiden Trump, Mike Pence pun mengesahkan kemenangan Joe Biden. Maka, media pun ramai ramai mendorong transisi kekuasaan presiden secara damai.

Menurut Denny, Self Correcting System dalam demokrasi, dalam iklim kebebasan, akan lahir sendiri para pembela apa yang benar dan apa yang adil. Itulah keindahan demokrasi.

Donald Trump di tahun 2016 menang secara demokratis. Denny pun menyebutkan, bahkan Adolf Hittler pun di puncak kekuasaan menang secara demokratis.
“Karena satu dan lain hal, bahkan demokrasi dapat memilih pemimpin yang salah. Kharisma, kemampuan retorik, populisme pemimpin, dan psikologi kolektif masyarakat yang sedang down, dapat menjadi penyebab memilih pemimpin yang salah.”

Denny melihat ini sebagai warning: hati- hati memilih pemimpin. Sang pemimpin yang terpilih bisa mengangkat hidup kita. Tapi Ia juga berkuasa merusak tradisi baik yang sudah tertanam sejak lama. “Makin berpengaruh pemimpin itu, jika buruk, makin hebat pula daya rusaknya.”

Selesai sudah tragedi Capitol Hill. Selesai sudah kisah “banana republik” sehari di Amerika Serikat. Selesai sudah era Donald Trump.

Keluar dari kisah ini maka bertambah referensi untuk semakim hati hati.Terutama hati hati dengan tokoh yang gemar memainkan sentimen massa. “Baik tokoh itu sekuler. Ataupun tokoh itu pandai berkedok agama,”pungkas Denny.*)

-Redaktur senior Detakpos.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *